Â
Sering terjadi polemik terkait hak dan kebebasan warga negara di Indonesa yang menganut dinamika sistem politik demokratis, sehingga dijamin oleh UUD.
Oleh sebab itu, fungsi-fungsi penyelesaian atas hasil pemilu serta pembubaran partai politik identik dengan salah satu kewenangan dari Mahkamah Konstitusi.
Terlebih lagi, tahun 2024 adalah tahun pemilu. Tidak jarang kita akan mendengar tentang perselisihan hasil pemilu.
Berikut ini adalah bukti nyata dan keberanian Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia menjadi lembaga yang mampu memberi keadilan:
1. Perkara permohonan hak warga negara dalam menggunakan hak suara di pemilu. Karena tidak terdaftarnya identitas pemilih di di Daftar Pemilih Tetap yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum.
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) mengambil keputusan untuk mengijinkan pemilih yang tidak tercantum namanya dalam Daftar Pemilih Tetap  untuk menggunakan hak suara. Bisa menggunakan tanda pengenal tersedia seperti Kartu Tanda Penduduk, Paspor, Kartu Keluarga, dan lainnya.
2. Perkara tentang UU Badan Hukum Pendidikan.
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) dengan berani membatalkan keseluruhan UU tersebut. Karena  bisa membuka peluang bagi  komersialisasi pendidikan.
3. Hal perkara tentang permohonan uji materil UU No. 22 Tahun 2001 (UU Migas). Dinyatakan bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945. Penyerahan pengelolaan dan penentuan harga migas untuk dalam negeri dengan menggunakan pendekatan liberalisasi pasar atau patokan kondisi pasar bertentangan dengan semangat ekonomi Indonesia yang diatur dalam Pasal 33 UUD 1945.
4. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) dalam salah satu bagian putusannya (nomor 002/PUU-I/2003) bahwa: Â Pasal 28 ayat (2) dan (3) UU Migas yang berbunyi "Harga Bahan Bakar Minyak dan harga Gas Bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar.