Mohon tunggu...
Juli Antonius Sihotang
Juli Antonius Sihotang Mohon Tunggu... Lainnya - Perantau-Peziarah Hidup

Spiritualitas, Iman Katolik, Kaum Muda Katolik Artikel saya yang lain dapat dilihat di: https://scholar.google.co.id/citations?user=_HhzkJ8AAAAJ&hl=en

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Yesus Kristus sebagai Sumber Katekese bagi Kaum Muda Katolik

27 Mei 2023   09:00 Diperbarui: 27 Mei 2023   09:20 849
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Gereja senantiasa berusaha agar semakin banyak orang mengenal dan mengimani Yesus Kristus, Putera Allah, sehingga melalui perantaraan iman, mereka semua hidup bersama Dia dalam persekutuan kasih. Usaha yang demikian telah diwujudkan oleh Gereja kepada semua insan sejak zaman dahulu, yang biasanya disebut 'katekese'.[1] Adapun katekese adalah pembinaan iman yang diberikan secara sistematis dan organis kepada anak-anak, kaum muda, maupun orang dewasa dalam terang ajaran Kristiani, sehingga mereka semua dihantar masuk ke dalam kepenuhan hidup Kristiani.[2] Pemahaman tersebut tentunya menunjukkan bahwa betapa pentingnya katekese dalam membangkitkan antusias dan keaktifan seorang beriman maupun kelompok Kristiani untuk mau ikut ambil bagian dalam kehidupan menggereja, sehingga mereka dengan tekun, bersukacita, dan bersemangat melakukannya.[3] Dalam hidup menggereja, kaum muda adalah pribadi-pribadi yang sangat berpengaruh sekaligus membutuhkan perhatian dari para pelaku pastoral (terutama mereka yang tertahbis) dalam mengikuti berbagai kegiatan menggereja agar mereka antusias dan aktif dalam mengikuti kegiatan menggereja. Namun, kerinduan tersebut ternyata masih jauh dari apa yang diharapkan karena berbagai alasan dari para pelaku pastoral maupun kaum muda itu sendiri.[4]

 

Gereja dalam berbagai kesempatan seringkali menyerukan seluruh umat beriman bahwa kaum muda merupakan pilar, masa sekarang dan masa depan Gereja, maupun para pelaku utama dari banyak kegiatan menggereja. Mereka mampu menawarkan berbagai pelayanan dengan murah hati dalam bentuk animasi katekese, liturgi, kepedulian terhadap orang-orang kecil dan terlantar.[5] Pentingnya peran kaum muda dalam hidup menggereja semakin ditegaskan oleh Gereja dengan menerbitkan beberapa dokumen yang membahas kaum muda, yakni "Mendidik Di Masa Kini Dan Masa Depan: Semangat Yang Diperbarui", "Orang Muda, Iman, dan Penegasan Panggilan", dan "Christus Vivit (Kristus Hidup)". Bahkan, sejak tahun 1986, Gereja mengadakan suatu acara besar untuk seluruh kaum muda Katolik di dunia yang disebut World Youtu Day. Namun, mengapa perhatian maupun seruan Gereja tersebut belum mampu menyentuh, membimbing, dan menyadarkan kaum muda untuk giat dan setia mengikuti kegiatan menggereja, di mana mereka berada.

 

Gambaran di atas kemudian menjadi kegelisahan penulis untuk mendalami sekaligus menjabarkan akan urgensitas kaum muda dalam peziarahan hidup beriman maupun hidup menggereja hingga saat ini, terlebih karena berbagai kesulitan dan tantangan hidup (di tengah pandemi covid-19 hingga saat ini). Kegelisahan yang dirasakan oleh penulis juga terlihat dari beberapa studi sebelumnya yang menunjukkan bahwa kaum muda nyatanya sangat berperan akan pengembangan dan kemajuan Gereja saat ini, apalagi di masa-masa selanjutnya,[6] sebab Yesus Kristus pengasih senantiasa hidup dan menyertai langkah mereka untuk terus bertumbuh dalam iman.[7] Namun, harus disadari bersama bahwa sampai saaat ini masih cukup banyak kaum muda yang belum memperoleh perhatian maupun pendampingan iman yang baik serta berkesinambungan dari pihak gereja, sehingga peziarahan hidup mereka seringkali dihadapkan akan berbagai godaan dan krisis iman.[8]  

 

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kaum muda (Katolik) adalah pribadi-pribadi yang senantiasa membutuhkan perhatian, pengertian, dan pemahaman iman secara terus-menerus dalam peziarahan iman mereka di tengah pluralitas (SARA) kehidupan sehari-hari, sehingga kaum muda terpanggil dan sadar untuk tekun dan bersemangat dalam mengikuti kegiatan menggereja di tempat mereka berada. Kenyataan yang dengan jelas menunjukkan bahwa perhatian kepada kaum muda tidak mungkin bisa dilepaskan dari peran katekese sebagai sumber, jalan, dan pengetahuan iman bagi setiap orang Kristiani yang membuat mereka dari hari ke hari bertumbuh dalam kerohanian dan keselarasan hidup rengan rencana Allah.[9]

 

Dalam konteks beriman, kaum muda adalah pribadi-pribadi yang masuk dalam golongan iman konvensional-sintesis (12 tahun ke atas) dan iman reflektif-individualistis (21 tahun ke atas). Pada tahap iman konvensional-sintesis, mereka bertumbuh sebagai individu yang memiliki refleksi diri, mulai kritis, dan iman kepada Tuhan bersumber pada relasi manusiawi, terutama melalui komunitas keluarga. Sementara ketika memasuki tahap iman reflektif-individualistis, kaum muda biasanya memiliki refleksi kritis akan perkembangan nilai-nilai dan identitas dirinya, terutama untuk semakin bertanggung jawab mengenai imannya dan relasinya dengan Tuhan.[10] Kedua tahap iman yang dilalui tersebut memberikan gambaran bahwa kaum muda sebenarnya masih membutuhkan pendampingan (iman) dalam perjalanan hidup mereka, apalagi nyatanya kaum muda senantiasa dihadapkan pada berbagai budaya baru dan populer setiap harinya. Padahal peran dan keaktifan mereka mereka sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat, terutama kehidupan menggereja. Kegelisahan penulis terhadap kaum muda kemudian akan didalami dan dijabarkan dalam rumusan masalah: bagaimana katekese dapat membuat kaum muda bertumbuh dalam iman? 

 

Tujuan dari pembahasan tema "Yesus Kristus Sebagai Sumber Katekese Terhadap Kaum Muda" dalam tulisan ini adalah untuk menunjukkan bahwa 'katekese' sangat berperan untuk pertumbuhan iman setiap orang Kristiani dalam peziarahan hidupnya di dunia, istimewanya bagi kaum muda. Apalagi katekese nyatanya merupakan suatu tugas khusus lagi berat dalam usahanya membuat umat Allah hidup dan bertumbuh dalam iman sejati akan segala kesulitan dan perubahan yang terjadi dalam konteks hidup sehari-hari.[11]

 

Metode Penelitian

Metode yang digunakan oleh penulis dalam memperoleh data dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kepustakaan. Penulis mencari dan mengumpulkan data dari berbagai buku mengenai 'katekese' secara khusus dari ajaran iman Katolik, artikel, maupun studi-studi sebelumnya yang memiliki korelasi dengan tema yang didalami oleh penulis. Semuanya informasi maupun data yang ada menurut penulis tentunya akan semakin memperkaya maupun meneguhkan penelitian ini, sehingga dapat dipertanggungjawabkan.

 

Berbagai data yang telah terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif. Dengan demikian penulis akan menjabarkan hasil penelitian ini berdasarkan data-data yang diperoleh berbagai buku mengenai iman-beriman secara khusus dari ajaran iman Katolik, artikel, maupun studi-studi sebelumnya. Penelitian kualitatif dengan metode deskriptif ini akan menemukan jawaban dari permasalahan yang ada dalam penelitian ini maupun tujuan yang hendak dicapai dengan mendalami (deepen) dan membandingkan (in comparison with) berbagai persamaan (in the equation with), perbedaan (in contrast to), serta mendialogkan-perjumpaan (in dialogue with) dengan berbagai dokumen Gereja.[12] 

 

PEMBAHASAN

Katekese Sebagai Pengajaran dan Pewarisan Iman dalam Gereja

 

Katekese merupakan istilah yang biasanya digunakan oleh Gereja dalam hubungannya dengan pendalaman maupun pengajaran iman terhadap umat Kristiani, sekalipun sebenarnya katekese itu sendiri mencakup pengertian yang sangat luas. Istilah 'katekese' berasal dari bahasa Yunani, yakni katekhein yang berarti menginstruksikan dengan kata yang lantang maupun berkatekese. Katekese kemudian menurunkan kata benda katekese yang berarti isi berkatekese dan katekis orang maupun pemberi katekese. Melalui ketiga istilah tersebut, maka pengertian katekese mencakup: melaksanakan, pelaksanaan, dan materinya. Akan tetapi, istilah, perkembangan, tempat dan bentuk-bentuk katekse dari waktu ke waktu terus mengalami pembaruan dalam Gereja sejak awal mula hingga sekarang. Namun, melalui periode Bapa Gereja, dapat disimpulkan bahwa katekese tidak hanya diberikan kepada seseorang yang akan menjadi Kristiani, melainkan untuk pembinaan iman umat Allah secara terus-menerus dan tanpa adanya batasan usia.[13] Oleh sebab itu, dalam rangka merealisasikan harapan tersebut, maka kateketik menampilkan dirinya sebagai suatu cara yang meyakinkan kepada umat beriman dengan cara yang sistematis dan organis.[14]

 

Adapun katekese diyakini oleh Gereja telah ada sejak zaman para Rasul, yakni pada awal Kristianitas. Keyakinan ini yang selanjutnya menunjukkan mengapa praktek katekese pada awal mula terbilang sangat sederhana dalam penerapannya, sekalipun pembaptisan diberikan kepada orang banyak pada saat itu, yang terlihat secara khusus dalam peristiwa Pentakosta.[15] Keadaan yang kemudian menunjukkan bahwa kelahiran katekese dalam konteks hidup Gereja meliputi: katekumenat dan pendalaman iman. Namun, sejak awal abad IV katekese itu sendiri tidak dapat dilepaskan dari suatu proses maupun ritual seseorang maupun orang banyak yang menjadi Kristiani. Proses tersebut dalam prakteknya dibagi dalam tiga tahap: ante (pendengar), tempus (katekumenat), dan post (mistagogi). Tiga tahap yang tersusun secara rapi dan dipraktekkan oleh Gereja hingga sekarang ini.[16]

 

Katekese dapat dipahami seperti seorang ibu: ia menyususi, merawat, memberi makan, mendampingi, melindungi, dan mendidik semua anaknya dalam balutan keibuan yang penuh cinta kasih. Seorang ibu menjalankan perannya dengan penuh tanggung jawab, semangat, dan totalitas demi pertumbuhan serta kedewasaan anak-anaknya dalam seluruh kehidupan (beriman), yang tentunya tidak mungkin dapat dilepaskan dari berbagai kesulitan, tantangan, maupun ketidakpastian hidup, terutama dalam hidup bersama yang serba pluralis, baik itu budaya, agama, maupun cara hidupnya di Indonesia. Gambaran nyata yang secara tidak langsung menunjukkan kepada seluruh umat beriman bahwa semua anggota Gereja dipanggil dan diberi tugas untuk senantiasa berjalan dan bekerjasama satu sama lain demi kelahiran serta pertumbuhan setiap anggota baru maupun pendidik iman Gereja bagi sesamanya dengan teladan Santa Perawan Maria, Bunda umat beriman, dan Bunda Gereja.[17] 

 

Beberapa tugas pokok katekese adalah untuk mewartakan Allah melalui sabda-Nya, (melalui Putera-Nya Yesus), pendidikan iman, dan mengembangkan Gereja. Beberapa tugas pokok tersebut menunjukkan bahwa katekese itu bersumber dan ditopang kuat oleh Sabda Allah serta Kristosentris. Katekese juga harus menjadi pelayan iman bagi umat beriman, sehingga umat memiliki kedewasaan iman dalam menjalani peziarahan hidup yang tidak menentu dan terus berubah. Kenyataan yang demikian kiranya menuntut umat Kristiani untuk senantiasa mengusahakan penghayatan hidup iman yang sejati: memberikan jawabannya secara bebas dan mempersembahkan hidupnya secara menyeluruh kepada Tuhan (surrender). Demikianlah sabda Allah, Gereja, dan katekese tidak dapat mungkin dipisahkan, sebab ketiganya menjadi sumber pengembangan iman Gereja dan umat yang bernaung di dalamnya.[18] 

 

Gereja di Tanah Air sendiri melalui perwakilan dari berbagai keuskupan di Indonesia sejak awal telah menetapkan bagaimana arah katekese terhadap umat beriman. Ada kesadaran dalam diri bersama (semua) bahwa iman harus dimengerti bukan hanya sebatas pengajaran (teori), melainkan terutama mengenai pengalaman akan Allah yang hendaknya di sharingkan kepada sesamanya, sehingga tercipta kelimpahan dan peneguhan iman di antara mereka semua dalam hidup beriman sehari-hari. Oleh sebab itu, melalui katekese yang terlaksana, kaum beriman kiranya selalu menyadari bahwa imannya tidak mungkin dapat dipisahkan dari pengalaman hidup bersama dengan setiap pribadi maupun berbagai hal yang ada di sekitar hidupnya. Allah yang dialami dalam perjumpaan dan pengalaman yang demikian hendaknya semakin menumbuhkan sikap kepeduliaan dan keterlibatan hidup mereka dalam kehidupan bermasyarakat, menggereja, terutama untuk semakin menjadikan setiap orang Kristiani senantiasa dekat dan berelasi dengan Allah.[19] 

 

Paus Fransiskus sendiri berpendapat bahwa proses pendidikan anak dalam keluarga harus diwujudkan dalam proses pengajaran sekaligus pewarisan iman, sekalipun usaha yang demikian tidak akan mudah dilakukan dalam hidup keluarga karena berbagai gaya hidup, jadwal kerja, dan kompleksitas hidup manusia dalam mengusahakan kebutuhan hidup-keluarganya sehari-hari.[20] Iman nyatanya adalah anugerah yang diterima setiap manusia dari kemurahan Allah, akan tetapi orang tua adalah sarana yang digunakan Allah supaya iman itu lahir, bertumbuh, dan mencapai kedewasaannya dalam kenyataan hidup. Orang tua dengan demikian harus diakui tidak lain adalah subjek aktif katekese dalam suatu keluarga. Namun, hendaknya disadari juga oleh umat beriman bahwa pewarisan iman kepada anak-anak, remaja, dan kaum muda tidaklah dapat disamakan dalam prakteknya. Apalagi kepada mereka yang telah remaja dan kaum muda karena mereka mempunyai kebutuhan maupun perhatian khusus akan: kebebasan, aturan, otoritas, ekspresi, maupun tujuan hidup mereka di kehidupan mendatang.[21] Oleh sebab itu, dalam hidup mereka di sekolah, pelajaran agama hendaknya memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai kebutuhan kaum muda karena pengetahuan tersebut akan menjadi dasar terhadap pembangunan pewartaan hidup (iman) mereka sehari-hari.[22]

 

Kewajiban keluarga Katolik dalam pewarisan iman kepada anak-anak mereka bukanlah sutau anjuran Gereja semata, melainkan suatu kewajiban yang serius lagi berat karena berhubungan dengan sanksi-hukuman gerejawi dalam kaitannya dengan pelanggaran yang terjadi. Kan. 1366 menunjukkan kenyataan bahwa orang tua, mereka yang diberi tanggung jawab menggantikan kedudukan orang tua, yang menyerahkan anak-anaknya untuk dibaptis-dididik dalam agama non-Katolik hendaknya dihukum dengan censura maupun hukuman yang adil. Namun, harus diakui bahwa peran-kewajiban orangtua dalam berkatekese kepada anak-anak mereka nyatanya masih jauh dari harapan Gereja selama ini. Bukan karena kelemahaman-kesalahan orang tua, melainkan karena perubahan situasi-keadaan hidup di dunia yang seringkali mereduksi kesempatan dan waktu bagi keluarga untuk berjumpa, berdialog, dan beredukasi (iman) dengan intens dan mendalam bersama anak-anak mereka.[23]

 

Anugerah dan Tantangan Kaum Muda (Katolik)

Kaum muda merupakan sekumpulan pribadi yang memiliki kekuatan dan pengaruh yang sangat fundamental dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks Gereja, mereka adalah ranah kreativitas, pengaderan, dan pengembangan dalam lingkungan, stasi, maupun paroki gereja Katolik, yang biasa disebut OMK.[24] Namun, disposisi batin, situasi hidup, dan relasi mereka dengan keluarga sendiri telah banyak mengalami perubahan, yang dalam banyak pengalaman sering membuat kaum muda cepat terbawa pada situasi-keadaan yang selalu baru-berubah, sekalipun kenyataannya kaum muda kurang mampu menanggung berbagai kesulitan-tantangan yang dihadapi dalam hidup mereka. Alangkah baiknya apabila kaum dewasa mengusahakan dialog dengan kaum muda, supaya kedua belah pihak saling mengenal, menghargai, dan bertumbuh dalam iman. Melalui teladan, relasi yang baik-harmonis, dan nasihat yang bijaksana, mereka semua memiliki antusias dan keaktifan untuk bekerja bagi sesama dan Tuhan sebagai rasul-rasul muda.[25]

 

Kaum muda senantiasa mempunyai roh untuk berkreasi dan berinovasi dalam mengekspresikan hidup mereka dalam konteks hidup sehari-hari. Namun, harus diakui bahwa kegiatan-kegiatan yang mendukung maupun mewujudkan hal tersebut masih kurang diperhatikan oleh pihak gereja lokal, bahkan mungkin belum terlaksana dalam banyaknya kegiatan menggereja yang ada hingga saat ini. Keadaan tersebut tidak dapat dipungkiri sangat berpengaruh terhadap kehidupan kaum muda dalam usaha mereka mengembangkan jiwa kepemimpinan, mengelola suatu organisasi, maupun untuk terus bertumbuh dalam suatu karakter yang autentik dalam hidup (beriman) sehari-hari.[26] Oleh sebab itu,  betapa baiknya apabila saat ini pihak gereja mengusahakan supaya pendampingan dan pewartaan yang diberikan kepada kaum muda disesuaikan dengan kebiasaan dan zaman mereka, secara khusus dalam hubungannya dengan aplikasi gadget seperti Facebook, Instagram, Video Clip, Youtube, film pendek dan WA grup sebagai sarana pewartaan yang sah dan benar karena sangat berdaya guna dalam mempercepat dan menyebarluaskan apa yang hendak dicapai maupun diwujudkan oleh Gereja kepada kaum muda (Katolik) saat ini.[27]

 

KHK sendiri jauh sebelumnya telah menegaskan hal yang senada dalam hubungannya mengenai ketentuan Gereja dalam memberikan pengajaran kateketik kepada umat beriman. KHK Kan. 779 dengan jelas menyampaikan supaya pengajaran kateketik yang diberikan kepada umat Allah hendaknya menggunakan (menyesuaikan) berbagai bantuan yang dibutuhkan, sarana didaktis, maupun alat-alat komunikasi sosial yang dipahami lebih berdaya guna, sehingga umat beriman mengerti sifat khusus, kemampuan, usia, dan keadaan hidupnya masing-masing mampu mempelajari sekaligus mengerti ajaran iman Katolik secara holistik serta mampu menghayatinya dalam tindakan nyata dengan tepat lagi bijakasana.[28] Kenyataan inilah yang seharusnya senantiasa diusahakan oleh pihak gereja dalam praktek katekese kepada seluruh anggota Gereja. Apalagi kaum muda sangat penting dan berkenan bagi Tuhan, Gereja, dan sesama untuk melakukan suatu karya dan perbuatan, terutama bagi pertobatan dan keselamatan orang lain. Pemahaman tersebut yang ditunjukkan oleh Gereja hingga saat ini, sehingga selalu dan sangat mengharapkan berbagai ide, inovasi, kreativitas, dan perbuatan nyata dari setiap kaum muda untuk membarui hidup Gereja, paroki, bahkan dunia untuk selalu baru dan muda.[29] Kenyataan ini terlihat jelas dari semakin banyaknya kaum muda yang menjadi pemimpin, tokoh pembaru, dan tokoh inspiratif dalam berbagai bidang-aspek kehidupan di seluruh dunia.

 

Dalam masanya, kaum muda dihadapkan akan berbagai keputusan mendasar sekaligus penting yang akan menjadi pilar kehidupan mereka selanjutnya. Kaum muda dituntut untuk mendengarkan suara hati mereka yang terdalam dengan mengandalkan dirinya sendiri, sebab ia sendiri yang nantinya akan bertanggung jawab atas apa yang menjadi pilihannya, sekalipun kaum muda mendapatkan dukungan, advice, dan inspirasi dari keluarga serta teman-teman mereka. Inilah mengapa rahmat dan dosa maupun kebaikan dan kejahatan menjadi pergulatan maupun pilihan kaum muda dalam pengalaman hidup mereka sehari-hari. Gambaran tersebut menjadi bukti bahwa betapa penting dan mendesaknya katekese dalam membekali, mendampingi, menyiapkan, dan mendewasakan hidup (beriman) kaum muda di tengah berbagai kompleksitas kehidupan sehari-hari. Kaum muda dengan demikian memiliki antusias, sikap rela berkorban, aktif, dan empati dalam hidup dan pelayanan mereka di tengah masyarakat dan gereja.[30]

 

Apabila katekese yang baik, mendalam, dan berkesinambungan diberikan sejak awal kepada setiap kaum muda, maka dapat dipastikan bahwa mereka juga akan tumbuh dalam eksadaran dan keyakinan yang mendalam akan netapa penting dan mendesaknya sikap saling menghargai satu sama lain dalam hidup bersama di mana pun mereka berada. Suatu kebiasaan (habitus) hidup yang dengan tegas dan lantang menunjukkan kepada seluruh insan bahwa semua manusia adalah saudara-saudari, sehingga sudah pantas dan selayaknya dihargai dan dikasihi, apapun agama, latar belakang, dan budayanya.[31] Hal ini dapat diwujudkan dengan sikap yang ramah, menyapa, dan saling bersalaman di antara satu sama lain maupun umat yang ada di suatu paroki: mulai dari anak-anak kecil, remaja, orang muda hingga orang tua. Dengan demikian setiap orang menyadari bahwa betapa penting, berpengaruh, dan baiknya keberadaan orang lain dalam hidup mereka masing-masing dalam konteks hidup beriman maupun bermasyarakat.

 

Kaum muda (Katolik) telah berungkali ditunjukkan oleh Gereja adalah pribadi-pribadi yang sungguh-sungguh dibutuhkan oleh paroki dan Gereja terutama karena segala inovasi-kreativitas, semangat, dan kemampuannya dalam mengikuti perubahan-perubahan yang ada dalam kehidupan, sekalipun kaum muda juga bisa terombang-ambing karena perubahan yang ada. Apalagi dalam hubungannya dengan dasar dan perekembangan iman mereka menghadapi berbagai godaan dunia yang bisa menyesatkan maupun membawa hidup mereka masuk ke dalam dunia gelap dan jahat.[32] Gambaran yang menunjukkan bagaimana kaum muda seharusnya disadarkan dan dibekali sejak awal melalui katekese: pewarisan iman dalam keluarga, persiapan Komuni Pertama sampai Sakramen Krisma, khotbah-khotbah di gereja, konferensi maupun pertemuan-pertemuan yang ada, terutama dalam lingkup paroki supaya berkat pertolongan Tuhan sendiri mereka hidup dalam iman yang utuh dan teguh.

 

Yesus Kristus Sebagai Sumber Katekese Terhadap Kaum Muda

Dalam Kitab Suci mulai dari Perjanjian Lama hingga Perjanjian Baru, bahkan dalam realitas kehidupan manusia itu sendiri dalam Gereja dapat ditemukan berbagai kisah mengenai peran, pengaruh, maupun tindakan luar biasa yang telah dilakukan oleh kaum muda dihadapan Allah dan sesamanya. Kenyataan iman ini dapat dilihat dari berbagai kisah kaum muda dalam Kitab Suci, secara khusus yang tampilkan dalam sejarah hidup Yusuf, Gideon, Samuel, raja Saul, raja Daud, Daniel, raja Salomo, Yeremia, Rut, kisah kaum muda dalam Injil, maupun para santo-santa yang diakui oleh Gereja. Namun, semua kisah kaum muda itu mencapai puncaknya dalam diri Yesus Kristus, Putera Allah yang de facto adalah seorang kaum muda. Dia adalah orang muda di kalangan kaum muda dan teladan nyata bagi seluruh insan kaum muda dalam mewujudkan tujuan hidup mereka di dunia ini, yakni pengudusan diri bagi Allah.[33] Yesus Kristus hidup, Dialah harapan dan kemudaan yang paling indah di dunia ini bagi seluruh umat manusia, istimewanya bagi kaum muda. Setiap orang dan segala sesuatu yang percaya dan disentuh oleh-Nya diubah menjadi muda, baru, dan dilimpahi dengan kehidupan. Yesus Kristus hidup dan menginginkan supaya setiap kaum muda hidup dalam Dia.[34] 

 

Yesus Kristus yang telah bangkit ingin menyertai dan memberkati perjalanan hidup setiap kaum muda, serta mendengarkan apa yang menjadi ekspektasi mereka, sekalipun terkadang mengecewakan karena harapan-harapan mereka masih jauh dari kenyataan. Namun, Yesus Kristus senantiasa dan selama-lamanya akan mendengarkan, berjalan, dan berbagi dengan setiap kaum muda.[35] Adapun bukti dari pernyataan ini ditunjukkan oleh Gereja melalui kisah perjalanan murid ke Emaus,[36] yang menjadi suatu teks paradigmatis dalam mengerti misi gerejawi terhadap kaum muda. Yesus Kristus yang penuh kasih, hospitality, dan semangat mewartakan Sabda Allah serta membimbing para murid untuk menafsirkan-memahami segala peristiwa yang telah dilami dalam Kitab Suci. Dia kemudian menerima udangan para murid untuk tinggal bersama mereka karena hari yang sudah mulai malam (Yesus Kristus memasuki kegelapan hidup mereka). Pada waktu mendengarkan Dia, para murid dipenuhi oleh hati yang berkobar-kobar, akal budi diterangi, dan ketika Yesus Kristus memecahkan roti, mata (hati) mereka menjadi terbuka.[37]   

 

Pewartaan akan Yesus Kristus yang wafat dan bangkit telah mewahyukan Allah Bapa serta menganugerahi Roh Kudus kepada seluruh umat beriman tidak lain adalah tanggung jawab dan panggilan pokok setiap orang Kristiani. Melalui pemahaman yang demikian, Gereja senantiasa mengundang kaum muda untuk terus-menerus merasakan, mengenal, dan mengalami sendiri berbagai tanda kasih Allah dalam peziarahan hidup di dunia ini, secara khusus supaya mereka mampu menemukan suatu komunitas sebagai rumah berjumpa dan berelasi dengan Yesus Kristus. Kenyataan inilah yang menjadi 'dasar (sumber) katekese' terhadap kaum muda yang seharusnya senantiasa ditampilkan, diwujudkan, dan dihidupkan dalam kehidupan mereka. Oleh sebab itu, dalam diri mereka hendaknya senantiasa ditanamkan kerinduan untuk semakin mengenal Yesus Kristus yang hidup dan Injil-Nya, kemampuan untuk merefleksikan berbagai pengalaman hidup, dan peristiwa sejarah (iman). Pendampingan dalam hidup doa, perayaan liturgis, lectio divina, respect terhadap tindakan kasih maupun promosi keadilan serta dengan memberikan pelayanan spiritualitas kaum muda yang autentik.[38]

 

Kaum muda dalam konteks kehidupan Gereja adalah sekumpulan pribadi yang sungguh membutuhkan pendampingan secara moril, rohani, dan kebiasan hidup sehari-hari. Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap waktu dan setiap harinya, mereka senantiasa dihadapkan akan berbagai tantangan dan persoalan dalam perjuangan mencari jati diri, mengusahakan, dan mewujudkan apa yang menjadi harapan maupun cita-cita mereka sekarang, besok, dan di masa depan. Oleh sebab itu, apabila kaum muda tidak diperhatikan, dibina, dan dipersiapkan oleh Gereja dengan baik (secara berkesinambungan), maka dapat dipastikan bahwa kehidupan menggereja juga tidak akan mampu bertahan lama.[39] Namun, kenyataan mendesak yang perlu diketahui adalah segala sesuatu, baik itu hidup maupun pengalaman kaum muda tidak akan pernah mencapai dasar kemudaan dan kepenuhan sejati sebagai orang muda, apabila dalam konteks hidup sehari-hari kaum muda tidak bertemu sekaligus berelasi dengan seorang 'Sahabat' yang mengagumkan, yakni Yesus Kristus.[40]

 

Dia dalam masa mudanya (30 tahun)[41] telah memberikan nyawa-Nya untuk orang lain dan untuk dunia lewat penderitaan, penganiayaan, dan wafat di kayu salib. Yesus Kristus adalah seorang pemuda yang karena kasih kepada manusia dan ketaatan kepada Bapa rela mengorbankan hidup-Nya, sekalipun Dia baru saja memasuki tahap dewasa awal.[42] Namun, Yesus Kristus menunjukkan kepada umat-Nya, istimewanya kaum muda bahwa kemudaan mereka adalah masa yang terang, sukacita, dan penuh rahmat seperti hidup Yesus Kristus sendiri.[43] Dia tidak mendampingi, menyertai, dan menerangi kaum muda dari kejauhan, melainkan dari hidup-Nya sendiri yang dibagikan kepada mereka. Yesus Kristus memberikan teladan kepada kaum muda bahwa Dia mempercayakan hidup-Nya secara mutlak kepada Bapa, memelihara persahabatan sejati dengan para murid-Nya (dalam suka-duka), hati yang mudah tergerak oleh belas kasihan kepada mereka yang berdosa, disingkirkan, kecil, miskin, maupun lemah. Bahkan, Yesus Kristus juga berani menghadapi para pemimpin politik maupun agama yang tidak adil, mengalami penolakan, dan takut akan penderitaan salib. Namun, dari semua peristiwa tersebut, Dia senantiasa berelasi dan mempersembahkan hidup-Nya kepada Bapa. Itulah sebabnya, dalam Yesus Kristus setiap orang muda akan menemukan peneguhan, perhatian, kekuatan, kasih, dan apa yang menjadi tujuan hidup mereka dalam peziarahan ini.[44] 

 

KESIMPULAN

Katekese adalah sarana yang digunakan oleh Gereja sejak awal Kristianitas dalam pengajaran dan pewarisan iman kepada umat Allah, sehingga setiap umat beriman hidup dan bertumbuh dalam iman yang utuh dan sejati. Adapun kaum muda adalah pribadi-pribadi yang dipenuhi dengan anugerah Allah sekaligus senantiasa dihadapkan akan berbagai godaan, tantangan, maupun kegelisahan dunia, yang membuat mereka mengalami kesulitan maupun belum bertumbuh dalam iman yang kokoh. Oleh sebab itu, katakese sebagai pengajaran iman harus senantiasa diberikan secara berkesinambungan ('masif') sesuai dengan kebutuhan dan zaman mereka, sebab mereka nyatanya adalah pilar, masa kini, dan masa depan Gereja. Namun, katekese yang diberikan kepada kaum muda tidak akan pernah 'berhasil' apabila tidak bersumber dari Yesus Kristus dan hidup-Nya sebagai sumber iman itu sendiri. Yesus Kristus adalah sumber, patron, dan puncak dari kemudaaan setiap kaum muda. Dia telah memberikan nyawa-Nya kepada semua insan dalam masa muda-Nya.

 

 

 

 

 

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun