Mohon tunggu...
Joysce Natareka
Joysce Natareka Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar/mahasiswa

Pelajar/Mahasiswa, menyukai problem yang harus dipecahkan. Menjadikan menulis sebagai hobby dan untuk mengisi waktu kosong

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Salam Rindu dari Ade

17 Juli 2020   16:35 Diperbarui: 17 Juli 2020   16:34 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash


"Tania sayang!". Lana, ibu Tania yang langsung berhambur memeluk anak semata wayangnya itu. "Putriku, mama sama papa sangat merindukan mu sayang, apa kamu tidak apa-apa?". Tanya Lana sambil memeriksa keadaan tubuh anaknya dengan saksama. "Ayah juga merindukanmu nak". Sambung Ayah Tania.


Ade sangatlah bahagia, melihat kedua temannya bisa bertemu dengan orang tua mereka dan tidak terkecuali teman-temannya yang lain. Sejenak Ade teringat akan dirinya yang sangat sulit untuk mendapatkan kasih sayang seperti itu. "Apakah aku bisa seperti mereka?". Gumam Ade pelan dengan sesekali sesegukan menahan tangisnya.

"Apakah kamu yang namanya Ade?". Tanya seorang polisi cantik sambil menyodorkan segelas susu coklat kepada Ade. "Iya ibu polisi". Ucap Ade sambil mengambil segelas susu tersebut. "Ade kamu anak yang baik". Ucap polisi tersebut dan mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh Ade yang pendek. "Apa bu?". Tanya Ade polos, yang baru saja menghabiskan minumannya. "Wahh, sepertinya kamu lapar sekali nak". Lanjut Polisi tersebut sambil mengusap rambut Ade pelan.
 

"Buk Polisi, apakah ibuku akan datang?". Tanya Ade ragu-ragu. "Ade, saya tahu perasaan mu nak, tapi ibumu sudah kami tangkap". Balas polisi tersebut sambil menatap Ade sedih. "Ibu di tangkap!". Ade sangat terkejut dengan pernyataan Ibu Polisi tersebut, mengapa ibunya bisa di tangkap, padahal dirinya tidak sama sekali melaporkan siapa yang telah menjualnya waktu itu, pikir Ade sedih.


"Mengapa Ibu Polisi bisa tahu jika Ibu Ade yang telah berbuat jahat?". Tanya Ade sedih, walau dirinya tampak sangat polos dan menggemaskan. "Ade yang baik, yang namanya kebenaran selalu menang diatas keburukan, gak papa nak, kamu gak perlu sedih, mulai sekarang Ibu Polisi akan selalu menjaga dan bersama mu nak, kamu bisa panggil saya ibu". Tutur Ana dengan tulus. 

"Ibu!". Ucap Ade yang langsung memeluk Ana hingga menangis. "Trimakasih Ibu Polisi sangat baik sama Ade". Lanjut Ade disela tangisnya.


Arum duduk di tempatnya, ia berada di sebuah ruangan introgasi. "Apa alasan anda menjual Ade, anak kandung anda sendiri?". Tanya seorang pisikolog kepada Arum yang berada di depannya. "Karena aku tidak mengingginkannya, dari dalam rahimku aku sudah tidak mengingginkannya, dia anak sial!". Ucap Arum dengan penuh penekanaan. "Apakah anda yakin dengan ucapan anda?". Tanya pisikolog itu lagi. "Hiks". Arum terlihat sedih dan menangis.


 "Setelah enam tahun aku bersama suamiku, dia pergi entah kemana, meninggalkan aku dan kedua anakku dan aku tidak mau berlarut terus dalam kesedihan itu, aku berusaha mencari pekerjaan untuk menghidupi kedua anakku, tetapi_". Arum menggantungkan kalimatnya, ia tidak kuasa lagi untuk menahan tangisnya sedari tadi.


"Aku di perlakukan dengan tidak senonoh oleh rekan kerja ku dan akupun menggandung Ade, sejak awal aku ingin menggugurkannya, tetapi entah mengapa Tuhan sepertinya tidak membiarkan itu terjadi dan hingga Ade lahir". Ucap Arum, yang telah mengungkap fakta dan mengapa ia selalu memperlakukan Ade berbeda.


Dua bulan berlau, kehidupan Ade sudah sangat berubah, ia bisa bersekolah dan mendapat kasih sayang yang sangat berlimpah dari kedua orang tua angkatnya.


"Ray aku sangat senang, walaupun Tuhan tidak menitipkan anak dari buah rahimku ini, tapi Tuhan masih sangat baik memberikan Ade hadir dalam kehidupan kita sekarang dan aku sangat bahagia sekaligus bangga, Ade adalah anak yang baik dan pintar". Ucap Ana yang berada di samping suaminya. "Iya sayang, aku sangat bangga melihat Ade, trimakasih Tuhan". Sambung Ray haru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun