Suara jangkrik menghiasi malam itu, tidak luput dari cahaya rembulan yang selalu menjalankan tugasnya sebagai penerang di waktu gelap.
Sebuah rumah sederhana berukuran empat kali delapan, beratapkan kayu dan berdinding kayu, dengan penyinaran seadanya dari sebuah lampu yang tampaknya sedikit redup. Empat orang duduk melingkar dalam diam sambil menikmati makan malamnya masing-masing. Ade melahap satu suapan terakhir, hanya berberapa suap nasi dan dua potong tahu goreng yang tadi menghiasi piringnya. Ade mengelus perut munggilnya, tampaknya ia masih lapar.
"Mama-mama tambah telurnya lagi!". Ucap Siti, diikuti Dimas yang juga ikut menyodorkan piring. Arum melirik Ade yang terlihat masih ingin makan."Kalo makanannya sudah habis, cepat pergi, jangan lupa cuci piringnya!". Ucap Arum sambil menatap Ade tidak suka. "Tapi ma, Ade masih lapar". Ucap Ade sedikit memelas.
"Emang kamu tinggal dirumah saya sudah bayar berapa hah, seenaknya minta tambahan jatah!". Arum berdiri dari tempatnya. "Tapi Ade masih lapar maa". Ade memegang perutnya yang baru saja bersuara."Kamu masih ngotot juga yah!". Arum menggambil kasar piring plastik  milik Ade, ia menambahkan nasi yang sangat banyak. Ade menatap takut ibunya itu.
 "NIH MAKAN, MAKAN SEMUA!". Arum memasukan paksa segenggam nasi kedalam mulut Ade, hingga tubuh Ade ikut termundur-mundur, karena tingkah ibunya itu. Mulut Ade sudah dipenuhi dengan banyak sekali nasi, Ade menangis dalam diam, ia melihat kedua saudara tirinya itu yang terlihat asik makan tampa menghiraukannya yang duduk bersimpah dilantai.
"Ngapain nangis, cepat pergi sana!". Arum mendorong tubuh kecil Ade dengan sangat kuat, hingga nasi yang belum sempat Ade kunyah berhamburan keluar dari mulutnya."ADEE, DASAR BOCAH SIALAN!". Arum menampar pipi kecil Ade, panas dan perih yang Ade rasakan. "Ma-maaf ma-maa, Adee g-gak sengajaa". Ucap Ade disela isaknya.
"Ade jorok banget sih, pake acara muntah-muntahin nasi, akukan jadi gak selera makan!". Tambah Siti, sambil menatap Ade jijik. Dimas hanya memutar bola matanya malas, setelah ia makan, ia langsung berlenggang pergi.Â
"Keterlaluan kamu yah Ade, anak saya jadi gak selera makan, keluar kamu!". Arum menyeret tubuh kecil Ade dan mendorongnya kasar ke luar rumah, hingga tubuh Ade tersungkur ketanah.
"Kamu tinggal saja diluar!". Arum menutup kasar pintu rumahnya. Ade hanya bisa pasrah dan menanggis tersedu-sedu, sambil duduk bersimpah dilantai. Setelah dua jam berlalu Arum membiarkan Ade masuk ke dalam rumahnya.
"Ade besok kamu temani ibu kepasar!". Ucap Arum sebelum masuk ke kamarnya. "Iya ma, Ade pasti temani mama". Balas Ade tulus, sambil tersenyum kepada ibunya, seakan-akan tadi tidak terjadi apa-apa. Arum berdecih pelan, ia masih menatap Ade tidak suka. "Biar kamu ada gunanya". Tambah Arum dan lansung masuk ke kamarnya.
Ade kecil yang berpikir, bahwa ibunya bisa menjadi baik kepadanya. Apalagi membawanya ke pasar. Ade berpikir ia pasti dibelikan mainan seperti anak-anak lain.