Ade membaringkan tubuhnya pada sebuah tikar yang berbantalkan kain bekas yang dibentuk menjadi sebuah bantal sederhana. Ia mulai memejamkan matanya, berharap malam ini akan menjadi malam yang panjang baginya dan ketika ia bangun nanti, ia bisa merasakan kebahagiaan baru.
Suara ayam berkokok membuat Ade terjaga dari tidurnya, Ade melihat cahaya matahari yang mulai muncul dari sela-sela pentilasi rumahnya. Sepertinya hari mulai pagi, nanti aku harus segera bangun untuk temani ibu ke pasar, pikir Ade dalam diam. Karena situasi hidupnya, Ade harus bersikap lebih dewasa dari umurnya.
"Ma, sepertinya para penjual belum banyak yang datang". Ucap Ade ketika melihat area pasar yang masih tampak sepi. "Udahlah ikut aja, gak usah banyak komen!". Balas Arum yang berjalan sedikit cepat didepan Ade. "Iya Mak". Ucap Ade sopan
Ade melihat beberapa pria asing disana, ia sangat takut, mengapa ibu membawanya kesini, pikir Ade. Telihat seorang pria menghampiri ibunya. "Kerja bagus Arum, ini". Pria tersebut memberikan sesuatu yang berada di dalam amplop. Ade melihat ibunya mengeluarkan isi amplop tersebut, yang ternyata berisi uang. Apa yang sedang mama lakukan, pikir Ade.
"Anak ini pasti tidak akan mengecewakan mu". Ucap Arum, tersenyum licik. "Betul kah itu, tapi apakah ini anak mu, berapa umurnya?". Tanya pria tersebut. "Umurnya sebelas tahun, dia memang anak saya, tapi saya memang tidak pernah mengingginkannya ada". Balas Arum dengan tatapan kosong. "Baiklah, bawa dia kesini!". Perintah pria tersebut kepada beberapa pria di belakangnya.
Ade melihat itu semua, tampaknya Ade mengerti. "Maa, aku mau di bawa kemana?!". Tanya Ade sambil menahan tangis. "Kamu ikut aja!". Balas Arum, sambil membuang muka dan tidak mau menatap Ade sedikit pun, hingga Ade di bawa pergi oleh pria-pria tersebut.Â
"MAMAA!". Panggil Ade untuk terakhir kali.
"HEI BOCAH BANGUN KAU!". Ucap pria tersebut sambil mengguncang-guncang tubuh Ade kasar. "Ak-aku di-dima-mana?". Ade terbangun dan melihat sekelilingnya yang tampak kotor dan pengap, disana ia melihat beberapa anak-anak seusianya dan juga senasib dengannya.
"Kalian harus cari duit kalo masih mau hidup". Ucap pria tersebut sambil berkacak pinggang. "Untuk siang ini, kamu, kamu dan kamu yang baju kuning di ujung sana, ikut saya sekarang!". Ade menatap pria tersebut takut. "Ak-aku?". Tanya Ade ragu-ragu, karena pria tersebut, tampaknya menunjuk dirinya untuk ikut. "IYA KAU!". Bentak pria tersebut. "Kalian bertiga sekarang ikut aku". Ajak pria tersebut sambil beranjak pergi.
"Mama Tania rindu mama, Tania takut maaa, hiks, hiks". Ucap seorang anak perempuan sambil menaggis. Ade melihat anak tersebut yang menggis dan terus memanggil-manggil ibunya, jujur Ade sangat rindu dengan ibunya, tetapi jika mengingat, siapa orang yang telah membuatnya berakhir disini, itu adalah ibunya sendiri, tentu ia tidak tahu harus berlari kemana atau memnggil siapa. Sungguh  Ade yang malang.
"DIAM KAMU BOCAH, JANGAN NANGGIS TERUS, INI PAKE INI, KERJA SANA!". Bentak pria tersebut, sambil menyodorkan beberapa benda yang seperti alat musik. "Kalian pake ini, terus pas lagi lampu merah kalian nyanyi-nyanyi gitu, kalian harus bisa tarik simpati orang-orang di jalanaan, paham!". Ucap pria tersebut. "Pa-paham pak!". Jawab Ade terlebih dahulu, diikuti teman-teman lainnya.
"Nama kamu siapa?". Tanyan Ade kepada teman laki-laki di sampingnya. "Aku Tommy". Jawab Tommy sedikit tersenum. "Aku Ade". Ucap Ade sambil menggulurkan tangannya. "Kamu?". Tanya Tommy sambil melihat kearah Tania. "Aku Tania". Ucap Tania disela isaknya. "Tania kamu jangan sedih terus, masih ada kami disini". Ucap Ade menenangkan Tania.