●Periode Pemilu Dilaksanakan Pada Waktu Tertentu
Dalam sistem demokrasi liberal di Indonesia, pemilihan umum dilaksanakan secara terjadwal dan rahasia. Pemilu ini memiliki peran penting sebagai sarana bagi partai politik untuk memperebutkan kursi di pemerintahan.
●Suara Mayoritas Bisa Membentuk Hukum
Ciri terakhir dari sistem demokrasi liberal di Indonesia adalah bahwa pemerintah dapat membuat undang-undang sesuai dengan suara mayoritas parlemen. Sistem pemerintahan dipimpin oleh seorang perdana menteri. Pada umumnya, perdana menteri berasal dari partai politik yang memenangkan pemilu.
Namun, dalam demokrasi liberal, banyak kebijakan yang dapat berubah, terutama karena seringnya terjadi pergantian kabinet. Dalam kurun waktu 9 tahun saja, kabinet di Indonesia sudah mengalami pergantian sebanyak 7 kali.
3. Kebijakan Ekonomi Pada Masa Demokrasi Liberal
Pada masa demokrasi liberal, kondisi ekonomi Indonesia masih tidak stabil. Hal ini mengharuskan pemerintah Indonesia untuk mengeluarkan sejumlah kebijakan ekonomi untuk mengatasi keterpurukan ekonomi. Selama periode demokrasi liberal berlangsung, pemerintah Indonesia mengeluarkan 7 kebijakan ekonomi. Kebijakan tersebut diantaranya:
●Gunting Syafruddin
Gunting Syafruddin merupakan kebijakan pemotongan nilai uang atau sanering yang diambil dari Menteri Keuangan Syafruddin Prawiranegara. Pada 20 Maret 1950, semua uang yang bernilai Rp 2,50 ke atas akan dipotong nilainya hingga setengahnya. Tujuannya adalah untuk menanggulangi defisit anggaran sebesar Rp 5,1 miliar. Dengan kebijakan ini, jumlah uang yang beredar bisa berkurang.
●Gerakan Benteng
Gerakan Benteng merupakan sistem ekonomi yang bertujuan mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional. Sistem ini dicanangkan oleh Menteri Perdagangan Sumitro Djojohadikusumo, ayah dari Prabowo Subianto. Gerakan Benteng pada saat itu diwujudkan dengan menumbuhkan pengusaha Indonesia lewat kredit. Sayangnya, program ini dikatakan gagal karena pengusaha yang ada saat itu tidak mampu bersaing. Kegagalan ini justru menambah defisit anggaran dari Rp 1,7 miliar pada tahun 1951 menjadi Rp 3 miliar pada tahun 1952.