Pada masa Demokrasi Liberal mulai muncul partai – partai politik baru dengan kebebasan berpendapat dan mengkritisi kebijakan pemerintah. Walaupun munculnya sistem Demokrasi Liberal dianggap sebagai bentuk kebebasan berpolitik, namun dalam perjalanannya persaingan tidak sehat antar partai politik mengakibatkan ketidakstabilan pemerintahan.
Secara garis besar, kabinet – kabinet yang ada pada Demokrasi Liberal adalah Kabinet Natsir(September 1950 - Maret 1951), Kabinet Sukiman(April 1951 - Februari 1952), Kabinet Wilopo(April 1952 - Juni 1953), Kabinet Ali Sastroamidjojo I(Juli 1953 - Juli 1955), Kabinet Burhanuddin Harahap(Agustus 1955 - Maret 1956), Kabinet Ali Sastroamidjojo II(Maret 1956 - Maret 1957), Kabinet Djuanda(Maret 1957 - Juli 1959).
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa sistem yang dianut oleh bangsa Indonesia pada tahun 1949-1959 adalah sistem demokrasi Liberal yaitu sistem politik yang melindungi secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah.
Ciri-ciri Demokrasi Liberal
Menurut Bambang, ada 5 ciri-ciri dari sistem demokrasi liberal di Indonesia yaitu:
●Adanya Kebebasan Individu
Di Indonesia, implementasi dari kebebasan politik ini tercermin dari keberadaan banyak partai politik pada sistem demokrasi liberal pada masa itu. Misalnya, terdapat lebih dari 3 partai yang menganut asas Islam, yaitu NU, Masyumi, Pergerakan Tarbiyah Indonesia, dan PSI. Karena kebebasan individu harus diberikan fasilitas, maka munculnya banyak partai politik menjadi suatu hal yang wajar.
●Kekuasaan Pemerintahan Terbatas
Dalam demokrasi liberal, kekuasaan pemerintah dibatasi agar tidak terpusat pada kelompok tertentu saja. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan kekuasaan antara pihak-pihak yang terlibat. Sehingga, sistem check and balance dapat diterapkan secara efektif.
●Masyarakat Berpartisipasi dalam Politik
Salah satu ciri dari sistem demokrasi liberal di Indonesia adalah partisipasi politik yang terbuka untuk seluruh masyarakat tanpa memandang latar belakang mereka. Hal ini terlihat pada Pemilu 1955, yang merupakan pemilu pertama di Indonesia, di mana pesertanya sangat beragam, termasuk partai-partai seperti PKI, PSI, Acoma, Murba, dan juga individu-individu lainnya.