Pada artikel pertama tentang Hukum Kekayaan Intelektual, sudah tertuang prinsip serta sistem bagaimana hukum didayakan untuk mengatur kekayaan intelektual secara sederhana. Kali ini artikel akan membahas, juga secara sederhana, tentang Hak Cipta yang ada di Indonesia, berdasarkan undang-undang nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Simplifikasi Sistem.
Secara sistematis, perlindungan Hak Cipta dimulai ketika karya tersebut memiliki copyright. Terdapat perbedaan pandangan dalam memaknai copyright ini. Pandangan pertama melihat copyright sebagai hak cipta yang utuh sebagai bukti seseorang memang sah dan meyakinkan sebagai pencipta. Pandangan ini bermuara pada perlindungan terhadap objek ciptaan daripada penciptanya itu sendiri.
Pandangan kedua mengatakan copyright bukan hak cipta, melainkan hak salin yang menjembatani antara hak cipta dengan hak eksploitasi ciptaan itu sendiri. Dalam pandangan ini, hak cipta lebih merujuk pada pendekatan Hak Asasi Manusia, dimana semua orang berhak menciptakan sesuatu dan berhak secara absolut terhadap ciptaannya. Pandangan ini dilakukan di Perancis.
Indonesia sendiri mengadaptasi pandangan pertama karena secara berdasarkan definisi yang tertuang pada pasal 1 UU 28/2014 yang berbunyi :
"Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai ketentuan perundan-undangan."
Adanya klausul 'berdasarkan prinsip deklaratif' mengindikasikan harus ada pengakuan oleh pemerintah terhadap hak cipta itu sendiri. Bila menggunakan pendekatan Hak Asasi Manusia atau pandangan kedua yang digunakan di Perancis, timbulnya hak eksklusif atas Hak Cipta tidak dimulai dari deklarasi suatu ciptaan, tapi dimulai dari proses awal pencipta itu bertindak hingga ciptaan itu termanifestasi sebagai benda berwujud.
Kembali ke sistem perlindungan Hak Cipta, dari pengakuan Hak Cipta yang didaftarkan dan diterbitkan oleh Menteri Kemenkumham, Hak Cipta tersebut kemudian terbagi menjadi dua bentuk hak. Hak Moral dan Hak Ekonomi. Hak Moral merupakan hak yang melekat abadi pada diri Pencipta yang dapat digunakan untuk mengelola karyanya secara eksklusif, termasuk ketika ciptaan tersebut ingin dimonetisasi atau tidak.
Hak moralÂ
Adapun terkait Hak Moral, empat unsur penting yang terdapat dalam Hak Moral, meliputi :
Hak Atribusi (Right of Attribution/Right of Paternity.)
Merupakan hak yang diberikan seseorang untuk diakui sebagai Pencipta untuk memiliki kewenangan terhadap objek Ciptaannya.
Hak Integritas (Rights of Integrity.)
Merupakan hak yang diberikan seseorang untuk menjaga objek ciptaannya dari tindakan tertentu di luar izin Pencipta.
Hak Publikasi (Rights of Publication.)
Merupakan hak dimana Pencipta memiliki kebebasanuntuk mempublikasikan karyanya, kapanpun dan dimanapun.
Hak Penarikan (Rights of Withdrawal.)
Merupakan Hak Pencipta untuk menarik kembali Ciptaannya yang sudah beredar, dengan alasan apapun dari Pencipta.
Semua prinsip Hak Moral tersebut terkandung dalam pasal 5 ayat 1 UU 28/2014. Kecuali, prinsip Hak moral yang dimaksud disini tidak hanya berlaku bagi para Pencipta, melainkan juga bagi para Pemegang Hak Cipta, juga bagi para pihak yang mendapatkan izin dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.
Hak Ekonomi.
Kembali pada sistem perlindungan Hak Cipta, copyright yang sudah dimiliki memberikan hak lain selain Hak Moral, yaitu Hak Ekonomi. Pengaturan Hak Ekonomi pertama diatur dalam Pasal 8 UU a quo yang berbunyi :
"Hak ekonomi merupakan hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan."
Kemudian diperjelas bahwa kegiatan yang termasuk pengolahan Hak Ekonomi meliputi kegiatan penerbitan, penggandaan, penerjemahan, pengadaptasian, pengarasemenan, pentransformasian, pendistribusian, pertunjukan, pengumuman, komunikasi, dan penyewaan Ciptaan.
Pada pasal 16 ayat 2 dijelaskan bahwa Hak Ekonomi dapat dialihkan karena pewarisan, hibah, wakaf, wasiat, perjanjian tertulis, sebab lain yang dibenarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, hak cipta juga dapat dialihkan menjadi objek jaminan fidusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan. Kemudian, hak ekonomi dalam UU a quo juga memberikan ketentuan terkait perjanjian jual putus Hak Cipta, serta pewarisan Hak Cipta tersebut.
Hak Terkait.
Hak Terkait secara definisi adalah Hak Ekonomi eksklusif yang diberikan pada Produser Fonogram, Lembaga Penyiaran, dan Pelaku Pertunjukan. Kecuali Pelaku Pertunjukkan, hak terkait juga mengatur Hak Moral Pelaku Pertunjukkan tersebut.
Pada esensinya, yang diatur dalam Hak Terkait tidak begitu berbeda dengan pengaturan terhadap Subjek Hak Cipta. Hanya saja, terdapat pembatasan yang konkret terhadap peranan hak dan kewajiban para subjek dalam Hak Terkait, seperti halnya diatur pasal 26 sampai pasal 28.
Ekspresi Budaya Tradisional dan Ciptaan yang Dilindungi
ketentuan ini merupakan bentuk perlindungan hak cipta terkait dengan kearifan lokal dan menjadi sesuatu yang dikenal sebagai budaya. Misalnya, Candi Borobudur. Bila menggunakan pendekatan sekarang, maka Gunadharma, arsitek Candi Borobudur tersebut dapat memiliki Hak Cipta terkait desain dan arsitekturnya dan mendapatkan Hak Ekonomi atas itu.Â
Namun karena Indonesia juga belum ada pada saat itu, serta faktor-faktor lain yang mendukung Candi Borobudur kemudian menjadi kekayaan negara, maka Hak Ciptanya kini dipegang oleh Negara sebagai salah satu aset bersejarah.
Candi Borobudur adalah satu dari banyak contoh lain implementasi pasal 38 UU a quo yang berbunyi "Hak Cipta atas ekspresi budaya tradisional dipegang oleh Negara." Dan turunannya. Selain itu, beberapa ciptaan yang dilindungi lainnya adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, sesuai yang tertuang dalam pasal 40.
Selain itu, ada juga ciptaan yang tidak dilindungi yang dijelaskan dalam pasal 41 dan pasal 42. Kemudian, pembatasan Hak Cipta diatur dalam pasal 43 sampai dengan 51. Yang dimaksud dengan pembatasan Hak Cipta disini adalah ketentuan perbuatan yang tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta, dengan puluhan substansi norma yang tidak muat untuk dijabarkan.
Namun pada esensinya, pembatasan Hak Cipta tersebut memberikan batasan terhadap penyebaran karya yang datang dari lembaga pemerintahan, lembaga penyiaran, dan segala sesuatu yang bersifat non-komersial. Kemudian, dalam pasal 50 juga terdapat larangan bagi masyarakat yang berbunyi :
"setiap orang dilarang melakukan Pengumuman, Pendistribusian, atau Komunikasi Ciptaan yang bertentangan dengan moral, agama, kesusilaan, ketertiban umum, atau pertahanan dan keamaan negara."Â
Masa Berlaku Hak Cipta
Pada intinya, Hak Moral Pencipta berlaku tanpa batas waktu dan dengan batas waktu. Hak Moral tanpa waktu berlaku bagi Nama Ciptaan, Nama alias atau samaran pada Ciptaan, serta mempertahankan hak ketika terjadi distorsi, mutilasi, modifikasi Ciptaan, atau yang bersifat merugikan kehormatan atau reputasi Pencipta.
Diluar dari itu, Hak Moral Pencipta memiliki jangka waktu berlaku selama berlangsungnya jangka waktu Hak Cipta atas Ciptaan. Artinya, mengubah Ciptaan atau mengubah judul dan anak judul Ciptaan hanya dapat dilakukan Pencipta saat masih memiliki Ciptaan tersebut. Hal yang penting dari ini adalah Ciptaan dapat berubah kepemilikan kepada ahli waris Pencipta atau ketika dijualputus lewat Perjanjian Jual-Putus.
Sementara Masa Berlaku Hak Ekonomi Pencipta berlangsung selama Pencipta hidup, dan terus berlangsung selama 70 tahun setelah meninggal dunia dari tanggal 1 di tahun berikutnya. Semisal Pencipta itu meninggal pada tahun 1930, maka masa berlaku Hak Ekonomi Pencipta itu habis pada tahun 2001 di tanggal 1 januari.
Bila Hak Ekonomi dipegang oleh badan hukum, masa berlakunya adalah 50 tahun sejak pertama kali Pengumuman. Bila dipegang oleh dua orang atau lebih, maka ketentuan 70 tahun setelah meninggal dunia dihitung dari yang terakhir meninggal dunia.
Kemudian, masa berlaku Hak Terkait hanya ditujukan pada Pelaku Pertunjukan, Produser Fonogram, dan Lembaga Penyiaran. Untuk Pelaku pertunjukan dan Produser Fonogram, berlaku selama 50 tahun sejak pertunjukannya difiksasi dalam Fonogram. Untuk Lembaga Penyiaran, 20 tahun sejak siaran perdana.
Prosedur mendapatkan Hak Cipta.
Intinya, prosedur pendaftaran Hak Cipta dimulai dari permohonan pendaftaran hak cipta di DJKI, lalu mengikuti ketentuan yang tertuang disana. Bila semua persyaratan yang biasanya berupa data diri, bayaran, dan segala macam administrasi itu, Hak Cipta dapat terbit kurang dari seminggu hari kerja, dan paling lambat dapat sampai 3 bulan. Bila dilakukan secara digital, biasanya diberitahukan lewat e-mail.
Lisensi
Lisensi adalah izin tertulis yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemilik Hak Terkait kepada pihak lain untuk melaksanakan Hak Ekonomi atas Ciptaannya atau produk Hak Terkait dengan syarat tertentu.
Lisensi terbagi dua jenis. Pertama, Lisensi yang diatur pada pasal 80-83. Lisensi secara sederhana bicara tentang ketentuan perjanjian antara pihak Pencipta dengan pihak Bukan Pencipta yang dapat mengolah dan melaksanakan ketentuan Hak Ekonomi dari Pencipta, dimana dari hal itu terbit royalty.
Royalty sendiri adalah imbalan atas pemanfaatan Hak Ekonomi suatu Ciptaan atau Produk Hak Terkait yang diterima oleh pencipta atau pemilik Hak Terkait. Biasanya royalty ini yang menjadi pokok sengketa karena jumlah nominal yang bisa didapat dari royalti sangat besar. Begitu besar hingga ada aturan pada pasal 82 ayat 1 yang berbunyi :
"perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan yang mengakibatkan kerugian perekonomian Indonesia."
Biasanya, perjanjian Lisensi memiliki dua bentuk. Pertama Lisensi Eksklusif, dimana lisensi tersebut memberikan kewenangan penuh terhadap Pengolah Hak Ekonomi untuk menggunakan Ciptaan. Kedua Lisensi non-eksklusif, dimana pemberian lisensi tidak memberikan kewenangan penuh terhadap Pengolah Hak Ekonomi tersebut.
Namun, kembali kepada sifatnya yang adalah suatu perjanjian, maka pada muaranya, klausul pada kontrak antara Pencipta dan Pengolah Hak Ekonomi Pencipta itu yang dijadikan rujukan utama. Tidak lupa, Perjanjian Lisensi tersebut juga harus dicatatkan oleh Menteri dalam daftar umum perjanjian Lisensi Hak Cipta, dengan dikenai biaya.
Lembaga Manajemen Kolektif
Masih terkait dengan Royalty, setiap Pencipta, Pemegang Hak Cipta, Pemilik Hak Terkait harus menjadi bagian dari Lembaga Manajemen Kolektif. LMK sendiri adalah Badan Hukum yang bersifat nirlaba yang diberi kuasa untuk mengelola hak ekonomi dari suatu Ciptaan. LMK ini berfungsi pendistribusian Royalti yang merata pada para pihak.
LMK ini juga menjadi sarana untuk membangun komunikasi para pihak terhadap urusan royalti Pencipta, serta berurusan sebagai representasi atas kepentingan Pencipta dan para pemilik Hak Terkait, dan menjadi pihak yang harus mengalami audit keuangan oleh pemerintah.
Penyelesaian Sengketa
Terjadinya sengketa dalam spektrum Hak Cipta biasa diselesaikan dengan pendekatan non-litigasi, dan menggunakan UU 30/1999 AAPS (Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa), walaupun tidak menutup kemungkinan masuk ke dalam ranah litigasi, mengingat terdapat ketentuan pidana.
Bila melihat rumusan Ketentuan Pidana dalam UU 28/2014, maka dapat ditarik kesimpulan pidana tersebut berlaku bagi masyarakat yang tidak memiliki izin dari Pencipta dan/atau Pemilik Hak Terkait untuk melakukan komersialisasi terhadap Ciptaan tanpa izin, termasuk melakukan distribusi, penggandaan, penjualan, pembajakan. Secara khusus, LMK yang tidak memiliki izin beroperasi dari Menteri juga dapat dikenakan pidana.
Demikianlah, ulasan sederhana tentang Hak Cipta. Ulasan ini belum mengaitkan ketentuan Internasional yang tertuang dalam Konvensi Bern dan Konvensi Paris, karena penulis kira hal itu lebih enak dikaji pada spektrum Kekayaan Intelektual dari segi Hukum Internasional.
Pembahasan Hak Cipta ini mengenyampingkan keterkaitan Hak Cipta dengan UU ITE, UU Cipta Kerja, dan dunia digital, dimana dapat menjadi relevan mengingat perkembangan seni digital juga terus mendorong antusiasme masyarakat untuk berkecimpung dalam dunia kreatif.
Namun karena keterbatasan penulis, kajian Hak Cipta harus selesai sampai disini. Akhir kata, semoga bermanfaat dan selamat menikmati.
Tulisan ini adalah opini pribadi seorang penggemar hukum dalam rangka memperdalam pengetahuan tentang hukum secara holistik. Adapun terjadi kesesatan, penulis terbuka untuk mendapatkan kritik, saran, ataupun diskursus yang dapat mempertajam pemahaman dalam topik terkait.
Referensi :
Modul Perkuliahan.
Peraturan Perundangan :
UU 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H