Lisensi terbagi dua jenis. Pertama, Lisensi yang diatur pada pasal 80-83. Lisensi secara sederhana bicara tentang ketentuan perjanjian antara pihak Pencipta dengan pihak Bukan Pencipta yang dapat mengolah dan melaksanakan ketentuan Hak Ekonomi dari Pencipta, dimana dari hal itu terbit royalty.
Royalty sendiri adalah imbalan atas pemanfaatan Hak Ekonomi suatu Ciptaan atau Produk Hak Terkait yang diterima oleh pencipta atau pemilik Hak Terkait. Biasanya royalty ini yang menjadi pokok sengketa karena jumlah nominal yang bisa didapat dari royalti sangat besar. Begitu besar hingga ada aturan pada pasal 82 ayat 1 yang berbunyi :
"perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan yang mengakibatkan kerugian perekonomian Indonesia."
Biasanya, perjanjian Lisensi memiliki dua bentuk. Pertama Lisensi Eksklusif, dimana lisensi tersebut memberikan kewenangan penuh terhadap Pengolah Hak Ekonomi untuk menggunakan Ciptaan. Kedua Lisensi non-eksklusif, dimana pemberian lisensi tidak memberikan kewenangan penuh terhadap Pengolah Hak Ekonomi tersebut.
Namun, kembali kepada sifatnya yang adalah suatu perjanjian, maka pada muaranya, klausul pada kontrak antara Pencipta dan Pengolah Hak Ekonomi Pencipta itu yang dijadikan rujukan utama. Tidak lupa, Perjanjian Lisensi tersebut juga harus dicatatkan oleh Menteri dalam daftar umum perjanjian Lisensi Hak Cipta, dengan dikenai biaya.
Lembaga Manajemen Kolektif
Masih terkait dengan Royalty, setiap Pencipta, Pemegang Hak Cipta, Pemilik Hak Terkait harus menjadi bagian dari Lembaga Manajemen Kolektif. LMK sendiri adalah Badan Hukum yang bersifat nirlaba yang diberi kuasa untuk mengelola hak ekonomi dari suatu Ciptaan. LMK ini berfungsi pendistribusian Royalti yang merata pada para pihak.
LMK ini juga menjadi sarana untuk membangun komunikasi para pihak terhadap urusan royalti Pencipta, serta berurusan sebagai representasi atas kepentingan Pencipta dan para pemilik Hak Terkait, dan menjadi pihak yang harus mengalami audit keuangan oleh pemerintah.
Penyelesaian Sengketa
Terjadinya sengketa dalam spektrum Hak Cipta biasa diselesaikan dengan pendekatan non-litigasi, dan menggunakan UU 30/1999 AAPS (Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa), walaupun tidak menutup kemungkinan masuk ke dalam ranah litigasi, mengingat terdapat ketentuan pidana.
Bila melihat rumusan Ketentuan Pidana dalam UU 28/2014, maka dapat ditarik kesimpulan pidana tersebut berlaku bagi masyarakat yang tidak memiliki izin dari Pencipta dan/atau Pemilik Hak Terkait untuk melakukan komersialisasi terhadap Ciptaan tanpa izin, termasuk melakukan distribusi, penggandaan, penjualan, pembajakan. Secara khusus, LMK yang tidak memiliki izin beroperasi dari Menteri juga dapat dikenakan pidana.