***
"Ternyata Salsa itu putrimu, Intan," ucap lelaki itu. Dia adalah lelaki yang meninggalkan aku tiga puluh tahun yang lalu, Mas Rahmat. Dia duduk di kursi yang berada di teras rumah.
Ada tawa yang terdengar darinya. Tak kugubris ucapannya.
"Kalau tahu Salsa itu putrimu, pasti kurestui Afzal," ucapnya tanpa merasa bersalah.
Tentu saja aku tak terima kalau Salsa akan bersama anak Mas Rahmat. Bisa habis hati Salsa kalau punya mertua seperti dia.
"Sudahlah, Mas. Lupakan saja tentang hubungan mereka. Salsa sudah terima kok."
"Ah. Nggak. Mereka harus menikah, Intan!"
"Siapa yang mengharuskan?" tanyaku dengan suara datar.
"Sebaiknya kalian tak mengganggu kehidupan Salsa lagi, Mas. Biarkan dia tenang, setelah penolakan kalian," lanjutku.
Mas Rahmat masih meyakinkan padaku agar putranya bisa kembali menjalin hubungan dengan Salsa. Dia berusaha untuk menyatukan lagi antara Afzal dan Salsa, dengan alasan biar cinta pertamanya denganku dilanjutkan oleh anak-anak.
Aku tersenyum dan berdiri.