Sekian tahun tak bertemu dengannya. Spesialis kejiwaan sudah kupegang. Alhamdulillah ilmuku bermanfaat untuk sesama.Â
Namun, tiba-tiba kudengar kabar tentang Dion. Bukan kabar membahagiakan. Kuputuskan untuk menemuinya. Aku bisa seperti sekarang juga karena motivasi darinya.
Kuberjalan pelan ke pintu rumah Dion yang baru. Dua tahun ini mereka tinggal di sana. Seorang wanita paruh baya menyambutku. Dia ibunya Dion.
"Ibu sangat sedih, Nak Nirmala. Dion sangat beda sekarang," ucap Ibu Dion.
"Beda bagaimana, Bu?"
Ibu Dion mengantarkanku untuk menemui Dion di taman belakang. Dari arah belakang kulihat lelaki berambut ikal, panjang. Kalau saja tak ada Ibu Dion, pasti aku tak mengenali Dion lagi.
Dion duduk di batu besar di bawah pohon rambutan yang berbuah lebat.
"Assalamu'alaikum, Dion."
Kusapa Dion dengan suara pelan. Beberapa kali kupanggil namanya, barulah dia menengok. Aku tersenyum.
"Nirmala?" tanyanya.
Aku mengangguk. Dia menanyakan kabarku. Tak lama kemudian dia memanjat pohon rambutan. Dipetiknya buah rambutan ranum lalu turun dan menyerahkannya untukku.