"Kamu ingat-ingat, Nirmala! Banyak bersyukur, ya!"Â
Dion menasehatiku. Maklum dia mendapatkan pekerjaan di kota lain.
"Ngapain kamu bilang gitu?"
"Ya. Mumpung kita ketemu, ya kubilangi kamu, semangatlah. Jangan putus asa. Oke?"
"Iya...iya..."
Dion tertawa kalau kata-kata yang keluar dari mulutku seperti itu.
"Nanti, kalau kamu kangen dinasehati, hubungi aku ya! Aku usaha dengerin kamu dari jauh."
Pada akhirnya aku tak pernah menghubungi Dion lagi. Aku lebih fokus untuk belajar. Setelah menjadi dokter umum, aku ambil spesialis kejiwaan. Belajar menaklukkan masalah sendiri. Siapa tahu nanti juga lebih bermanfaat untuk orang banyak.Â
Aku tak menghubunginya karena tak mau merepotkan Dion dengan cerita-cerita kekanakanku. Apalagi kalau misalnya dia sudah menemukan calon pendamping. Aku tak boleh mengganggunya 'kan?
Lagipula, kukira kalau bercerita langsung saat bertemu akan lebih seru. Bisa bertengkar tanpa salah paham. Akan berbeda kalau bertengkar di dunia maya, akan sulit untuk ditebak. Beneran marah apa tidak.
***