"Sampun, Pak. Tadi Mala sudah makan," jawabku singkat.
"Kamu tuh jangan kebiasaan jajan. Makannya dibiasakan di rumah. Makanan ibumu itu enak. Ngalahin makanan dari restoran," kelakar Bapak.
"Iya, Pak. Mala tahu. Tapi tadi Mala sudah kelaparan. Kalau Mala nggak segera jajan, lambung bisa kambuh."
Kutemani Bapak yang menikmati makan sambil merasakan angin semilir di persawahan kampung. Aku tak tahu, apakah aku akan seperti ini terus. Berhadapan dengan sawah, sawah dan sawah. Kutatap langit biru. Kubertanya dalam hati, kelak aku akan jadi apa.
***
Seperti itulah kegiatanku kalau di rumah. Tak seperti Mas sama Mbakku yang sejak kecil diperlakukan seperti raja dan ratu.Â
"Mereka itu sudah capek dengan pekerjaan di kantor. Nggak seperti kamu," ujar Ibu kalau aku protes dengan perlakuan ibu dan bapak terhadapku.
"Halah. Dulu pas mereka belum bekerja, mereka juga nggak disuruh-suruh ke sawah."
Aku benar-benar merasa dianaktirikan oleh kedua orang tuaku. Sungguh tega sekali mereka memperlakukan bungsunya ini.
"Bungsu itu bukan berarti manja kan, Non?" tanya Dion ketika aku curhat tentang perlakuan orangtuaku.
"Kamu justru harus bersyukur, kamu dididik mandiri begitu," lanjutnya.