"Anak-anak, besok tanggal tiga dan empat April, sekolah kita akan mengadakan pesantren Ramadan dan buka bersama di sekolah," ujar Bu Erma, guru agama di sekolahku, mengumumkan tentang kegiatan yang akan dilaksanakan di sekolah. Tentu saja untuk mengisi kegiatan Ramadan.
"Nah, saat pesantren Ramadan nanti ada beberapa perlombaan."
"Lomba apa saja, Bu guru?" Tanya Ayu, siswi kelas IV. Tak hanya Ayu, kami semua penasaran dengan lomba yang akan diselenggarakan di pesantren Ramadan itu. Maklum dua tahun kemarin, sekolah tak ada kemeriahan dalam menghadapi bulan Ramadan. Ya, akibat masa pandemi. Itu menyebabkan kegiatan di sekolah maupun di rumah dan masyarakat menjadi sangat terbatas.
Ah, rasanya aku sangat bersyukur, saat ini kondisi sudah mulai aman. Hingga Ramadan bisa diisi dengan kegiatan buka bersama dan tarawih di masjid. Kami bisa mengaji dan bermain dalam waktu berdekatan. Membuat kami lupa kalau sedang lapar, menahan haus juga. Jadi, puasa tak begitu terasa lapar dan hausnya karena hati kami senang dan bahagia.
"Untuk lombanya ada lomba adzan, lomba hafalan surat pendek, berbusana muslimah yang menarik dan rapi. Kalian bisa langsung mendaftar kepada Bu guru atau guru kelas kalian masing-masing ya, anak-anak!" Pesan Bu Erma.
Suasana kelas menjadi agak gaduh karena kami merencanakan dan memperbincangkan ikut perlombaan itu. Aku sendiri agak bingung mau ikut lomba apa. Kalau lomba adzan jelas tidak mungkin, aku kan perempuan! Lomba hafalan surat pendek, tapi aku menghafal materi pelajaran agama saja sulit menghafal.Â
"Aduuuh, aku mau ikut lomba apa, Bu guru?" Tanyaku panik.
"Ya dicoba saja lomba hafalan surat pendek sama berpakaian muslim yang rapi, Ais". Nasehat Bu Erma kepadaku.
Entahlah, aku masih bingung. Kenapa tidak ada lomba menyanyi lagu Islami atau membaca Alquran saja sih, batinku. Aku memang hanya bisa sedikit menyanyi dan mengaji.Â
"Mbok ada lomba membaca Alquran atau menyanyi, Bu!" Usulku.Â
"Insyaallah tahun depan ya, Ais! Tadi kegiatannya sudah dirapatkan bapak-ibu guru. Keputusannya ya lomba-lomba itu tadi yang dilaksanakan besok Senin dan Selasa," jawab Bu Erma.Â
Aku sedikit kecewa. Tapi ya sudahlah. Ikut atau tidaknya lomba, dipikir nanti sajalah.
"Oh iya. Pengumuman kejuaraan dilaksanakan hari Selasa, pas acara buka bersama ya, anak-anak! Tetap semangat!"
***
Pulang sekolah.Â
Sampai di rumah, aku segera menuju kamar. Kubuka lemari pakaianku. Kucari-cari pakaian muslim yang paling kusuka. Kukeluarkan beberapa pakaian muslim favoritku. Kuletakkan di atas tempat tidur dan kursi tempatku belajar di kamar.
Aku kecewa lagi. Kulihat pakaian muslimku sudah kekecilan. Gamisnya sudah congklang. Padahal gamis itu dibelikan ibu saat Idul Fitri tahun kemarin. Artinya, aku semakin tinggi dan besar sekarang. Senang juga sih.Â
Tapi... bagaimana dan pakaian mana yang akan kukenakan saat pesantren Ramadan di sekolah tanggal tiga dan empat besok? Apa mau minta dibelikan pakaian baru? Apa ibu akan membelikan pakaian baru?
"Astaghfirullah, Ais. Kenapa pakaianmu berantakan seperti ini?" Tanya ibu.Â
Ibu menggelengkan kepala melihat kamarku yang berantakan. Aku mendengus kesal.
"Ditanya kok malah cemberut begitu, Ais? Kenapa? Coba kamu cerita sama ibu," ucap ibu.
"Pakaianku kekecilan semua, buuuu!" Aku berteriak di samping ibu. Mendengar ucapannya, ibu tertawa kecil.
"Jelas pakaianmu kekecilan, Ais. Wong ya kamu tambah gede begini. Makan kamu juga banyak kan?"Â
"Iya, Bu! Tapi aku ke sekolahnya mau pakai yang mana?"
"Ke sekolah ya pakai seragam dong, Ais," ujar ibu dengan suara lembut.
"Iiihhh, ibu! Tanggal tiga dan empat April itu ada lomba berbusana muslimah yang rapi. Aku mau ikutan, tapi malah pakaian kesukaanku kekecilan semua".
"Sebentar. Jadi, sekolah mau ada lomba di bulan Ramadan ini?" Tanya ibu. Aku mengangguk.
"Memangnya lombanya cuma satu itu? Nggak ada lomba lainnya?" Selidik ibu.
"Ada. Lomba adzan sama hafalan surat pendek, Bu," jawabku dengan lesu.
"Ibu paham sekarang. Kamu nggak bisa lomba adzan sama hafalan ya?"
Aku tak menjawab pertanyaan ibu. Aku yakin ibu tahu kalau aku kesulitan menghafal surat-surat pendek. Ibu sering menyimak hafalan surat pendek yang ditugaskan Bu Erma. Jadi ibu tahu kemampuan hafalanku.
Aku menangis. Sementara ibu merapikan pakaianku dan meletakkan di lemari pakaianku. Setelah itu ibu keluar dari kamarku setelah mengusap punggung dan mencium keningku.
"Ibu carikan ide ya, Ais. Kamu nggak usah kesal begitu. Nanti puasamu sia-sia lho. Dapatnya cuma lapar dan haus kalau nangis dan kesal begitu. Sabar ya, nak!"
Aku menghempaskan tubuh ke kasur. Aku lelah dan kesal. Kukira lebih baik aku tidur saja.
***
Bangun dari tidur siang, aku bersiap menuju ke masjid kampungku. Mau takjilan bersama teman-teman. Tadi aku sudah janjian sama Rara, Vigi, dan Yuena untuk berangkat bersama.
Aku mengambil handuk di tempat jemuran. Pakaian sudah siap di tangan. Aku mau mandi dulu terus mau shalat Asar. Barulah aku akan ngampiri Rara, Vigi dan Yuena.Â
Setelah mandi, aku berjilbab dan mengisi botol minumku. Kuambil tas juga untuk membawa mukena dan Alquran. Dengan riang gembira aku keluar dari kamar dan berpamitan kepada ibu yang sedang memasak di dapur.Â
Kulihat ibu sedang meracik sayuran. Sementara di sampingnya ada santan yang sudah diperas dari kelapa parutan. Aku tak tahu, ibu mau memasak apa.
"Ibu, aku takjilan dulu ya!"
"Iya, hati-hati ya, nak!"
"Oke, Bu! Assalamualaikum!" Aku menyalami tangan ibu dan mencium tangannya.
"Wa'alaikum salaam. Nanti pulang dari takjilan, ibu kasih tahu sesuatu ke kamu ya, nak!"
"Ngasih tahu apa, Bu?"Â
"Ada deh! Sudah, kamu berangkat sana. Pasti temen-temenmu sudah nungguin kamu," ujar ibu.
"Siap, Bu!" Ucapku sambil memposisikan tanganku seperti saat hormat kepada pembina upacara di sekolah. Kukira ibu punya rencana untuk penampilanku saat pesantren Ramadan besok tanggal tiga dan empat.
***
Tanggal tiga April. Sesuai yang direncanakan ibu untuk pakaianku saat lomba di pesantren Ramadan, aku menerimanya dengan senang hati. Tentu kalian penasaran kan, apa rencana ibu?
Oh iya, aku belum mengatakan kepada kalian ya? Ibu ternyata mencari ide untuk pakaian muslimku. Biar tidak membeli pakaian baru hanya untuk kegiatan lomba.
Oleh ibu, gamisku yang sudah congklang, akan dijadikan pakaian tunik. Terus dipadukan dengan celana dengan warna senada.Â
Tentu saja ibu membantuku untuk merapikan pakaian dan jilbabku. Biar modis tetapi tetap rapi dan sopan. Ternyata, hasilnya tidak begitu mengecewakan!Â
Ibu pandai memadupadankan pakaian, celana panjang dan jilbabku. Aku sangat percaya diri karenanya. Tak kupikirkan bagaimana hasil lomba berbusana muslimah nantinya. Yang penting, aku ikut saja lombanya.Â
***
Tanggal empat April di halaman sekolah. Saat jelang buka puasa bersama di sekolah, kami mendengarkan pengajian dari ustadz Ikhrom. Kata Bu Erma, ustadz Ikhrom itu pandai mendongeng. Dan aku membuktikan sendiri. Ustadz Ikhrom memang pandai mendongeng.Â
Tak terasa, waktu berbuka semakin dekat. Beberapa puluh menit sebelum buka puasa, Bu Erma mengumumkan hasil kejuaraan perlombaan yang sudah kami ikuti.
Pengumuman lomba adzan dan hafalan sudah dibacakan. Kini tibalah pengumuman lomba berbusana muslimah.Â
"Juara ketiga jatuh pada Vika kelas lima." Tepuk tangan anak kelas lima menggema di halaman sekolah.Â
"Juara kedua diraih Pink dari kelas enam!" Kembali tepuk tangan meriah, dari para siswa kelas enam.
"Daaaan, juara pertama siapa kira-kira, anak-anak?" Tanya Bu Erma. Suasana menjadi ramai.
Lalu disebutlah nama pemenang lomba berbusana muslimah. Alhamdulillah, ternyata namaku yang disebut Bu Erma.
"Iya. Juara pertama diraih Aisyah dari kelas empat! Selamat bagi para pemenang!" Ucap Bu Erma lantang.
Teman-temanku bersorak mendengarnya. Tak lupa mereka menyalamiku. Mengucapkan selamat kepadaku secara bergantian.
"Selamat, Ais!"
"Terimakasih, teman-teman," ucapku sambil menyambut uluran tangan teman-temanku.
Dalam hati, aku berterima kasih kepada Allah dan ibuku atas kemenanganku. Ibu mengajarkan kepadaku kalau berlomba tidak harus membeli barang atau pakaian baru. Tetapi cukup kreatif dalam memadupadankan barang atau pakaian yang sudah ada.Â
___
Branjang, 16 April 2023
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H