Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Cernak] Tetap Mensyukuri Keadaan

13 Juni 2020   01:13 Diperbarui: 13 Juni 2020   01:15 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjadi rayap seperti kami, pasti sangat sedih. Tak disukai manusia. Entah apa yang dipikirkan manusia. Setiap kali kami mencari makanan untuk persediaan di lubang tanah, yang kami sebut rumah, kami harus bertaruh nyawa.

Saat berjalan di atas kayu, secara tiba-tiba kami disemprot dengan air. Tetapi bukan air bersih yang biasa kami lihat di sekeliling rumah kami.

Air itu terasa pedih sekali jika mengenai mata kami. Terkadang juga membuat rayap di antara kami harus mati. Air itu seperti racun yang siap membunuh kami.

Kami sangat sedih. Kami hanya mematuhi perintah raja dan ratu kami. Mereka menyuruh kami untuk mencari makan. Pasti kami mematuhi perintah itu. Apalagi raja dan ratu sangat baik kepada rakyat kecil seperti kami.

**

Kami adalah rayap dari kelompok rakyat biasa. Kami biasa membantu ratu dan raja dalam urusan makanan. Tidak ada salahnya kami membantu mereka. 

Ayah dan ibu kami sangat marah kalau kami tidak patuh pada raja dan ratu. 

"Kita bisa hidup tenang dan makmur, karena raja dan ratu sangat adil, nak. Makanya kita harus menghormati mereka," ujar ibu.

Ya menurut ibu kami, tempat tinggal kami sangat nyaman. Tidak terlalu lembab dan tidak terlalu kering. Dalam musim tertentu, rayap yang dewasa akan menjadi cantik. Menjadi laron.

Laron bisa terbang ke sana kemari. Dan biasa muncul di pagi hari.

"Nanti mbak Yaya menjadi laron. Di tubuhnya akan muncul sayap..."

Ibu menjelaskan kepada mbak Yaya, rayap yang sudah besar dan biasa mengajakku bermain petak umpet. Sudah beberapa saat aku tak berjumpa dengannya. Kata ibuku, mbak Yaya akan menjadi laron.

"Wah...pasti senang ya, Bu. Bisa melihat dunia luar sana," jawabku.

"Iya. Pasti, nak. Tetapi..."

"Tetapi kenapa, Bu?"

"Ketika laron muncul ke permukaan tanah, kadang disambut dengan hewan dan tangan usil manusia..."

"Maksud ibu?"

"Laron-laron cantik akan ditangkap hewan dan manusia."

"Hah... kenapa memangnya, Bu? Apa salah laron kepada mereka?"

"Ya tidak salah apa-apa, nak. Mereka senang saja melihat laron yang indah dan terbang saat pagi hari. Setelah hujan tiba."

**

Beberapa hari ini hujan. Hawa menjadi lebih dingin. Meski begitu, malam ini suasana rumah besar kami terasa lebih ramai. Entah mengapa begitu.

"Ibu, kok ramai sekali. Ada apa, Bu?"

"Oh... ini persiapan acara esok pagi, nak," ucap ibu.

Lalu ibu bercerita kalau besok mbak Yaya yang lama tak kutemui, akan dilepas ke luar rumah. Aku sangat senang mendengarnya. Apalagi ketika ibu bilang kalau mbak Yaya dan laron cantik lainnya yang akan terbang esok hari akan membuat suasana pagi di luar rumah semakin indah.

"Ibu, aku juga kepingin jadi laron cantik."

"Nak, kamu tetap cantik kok meski tak menjadi laron."

Kurasa ibu berbohong kepadaku. Rupa dan tubuh laron sangat berbeda denganku. Aku pernah melihat rupaku dan tubuhku saat bercermin di air sungai beberapa hari yang lalu. Aku kesal sekali. Aku merasa bahwa Tuhan itu tidak adil.

"Kamu nggak boleh berpikiran seperti itu, nak. Tuhan sangat adil. Setiap ciptaanNya pasti ada kelebihan dan kekurangan. Kita harus bersyukur."

"Tapi aku tidak seperti laron itu..huhuuuu..."

Ibu tersenyum dan mengusap kepalaku.

"Nak, kita lebih kuat daripada laron. Kita bisa dengan mudah mempertahankan diri kalau ada hewan atau manusia usil dengan kita."

"Ibu bohong! Kita disemprot racun saja bisa mati!" Teriakku.

"Ya kalau dengan racun kita pasti kalah, nak. Tetapi kalau tidak, kita bisa menggigit mereka kalau usil pada kita."

Aku tak memedulikan ucapan ibu. Di mataku terbayang cantiknya mbak Yaya dan rayap dewasa lainnya yang menjadi laron. 

"Sudahlah, nak. Bagaimanapun keadaanmu, ibu tetap sayang kamu."

Ibu segera meninggalkan aku setelah mencium pipiku. Tak lupa ibu berpesan agar aku segera tidur agar esok pagi bisa mengantar laron keluar rumah.

"Iya, Bu."

Aku segera merebahkan tubuh. Sebelum tidur aku berharap dan berdoa agar esok hari aku bisa menjadi dewasa dan menjadi laron yang cantik seperti mbak Yaya.

**

Subuh tiba. Kami sudah bangun dan berkumpul di ruang tengah. Kami menunggu ratu dan raja datang untuk melepas laron.

"Wah...mbak Yaya pasti senang sekali menjadi laron ya. Mbak Yaya cantik sekali." Aku mengobrol dengan mbak Yaya. Aku sampai pangling melihatnya.

"Iya. Senang sekali. Nanti suatu saat kamu juga bisa menjadi laron..."

Aku tertawa. Begitu juga mbak Yaya. 

"Para laron silakan berkumpul di depan. Raja dan Ratu akan segera tiba!" Tiba-tiba terdengar pengumuman dari pengawal Raja dan Ratu.

"Aku ke sana dulu ya, Yap!" pamit mbak Yaya. Aku mengangguk.

Tak lama Raja dan Ratu yang sangat kami hormati tiba di ruang tengah ini. Mereka tampak sangat berwibawa dan bijak.

"Hai rakyatku semua. Hari ini kita akan melepas laron untuk melihat dunia luar. Kita doakan mereka sehat dan selamat. Selalu cantik lahir dan batinnya," sambut Raja kami.

"Dan saatnya kita segera melepas mereka. Selamat jalan hai, laron! Hati-hatilah dalam menjaga diri," ucap Ratu.

Selepas ucapan Raja dan Ratu, para prajurit bersiap untuk mengawal para laron untuk keluar rumah. Sedang ibu para laron  menangis tersedu-sedu.

**

Satu persatu laron keluar rumah dengan dijaga para prajurit. Kami melihat dari jauh, laron itu sangat indah. Kepakan sayapnya terlihat seperti pesawat terbang.

"Hati-hati, nak! Lihat kanan kiri. Kalau ada manusia atau hewan, segara terbang menjauh!" teriak salah satu ibu saat melihat anaknya terbang dengan indahnya.

Sayangnya baru saja terbang, tiba-tiba muncul hewan besar dan mengejar laron. Ibu laron berteriak memanggil anaknya. Tak lama ibu itu menangis. Anaknya tertangkap hewan aneh itu.

"Hewan apa itu, Bu?"

"Ah...itu ayam, nak. Mereka senang berburu laron."

Ngeri melihat bagaimana laron menghindari ayam itu. Tiba-tiba aku merasa sangat bersyukur karena masih bersama ibu di rumah besar kami. Daripada menjadi laron, tetapi harus berpisah dengan ibu dan jadi sasaran hewan dan manusia. 

Oh iya. Tadi ibu sempat bercerita kalau tidak semua rayap bisa menjadi laron. Hanya rayap tertentu seperti mbak Yaya. Untuk aku sendiri juga tak akan mengalaminya karena memang aku dan mbak Yaya berbeda.  

Aku, rayap dari rakyat biasa. Sedang mbak Yaya dari golongan keluarga raja dan ratu. Ah...sudahlah. Tak apa. Aku takkan iri dengan mbak Yaya. Asal aku sehat bersama ibu, sudah kusyukuri.

Aku memeluk ibu. Kini aku paham maksud ibu, tentang rasa syukur meskipun tetap menjadi rayap. Toh rayap seperti kami juga sangat bermanfaat untuk menjaga kesuburan tanah. Itu sangat bermanfaat bagi manusia dan tumbuhan. Bukankah itu berpahala besar?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun