Kuingat-ingat lagi kapan aku mulai menstruasi terakhir kali. Dan nyatanya aku lupa. Biasanya pada kalender juga kukasih tanda, kok bulan kemarin tak kulingkari.Â
Mas Widi yang baru saja masuk kamar dan menyiapkan teh untuk Dokter Farida juga ditanyai. "Aku saja lupa, apalagi dia, Dok", batinku. Mas Widi hanya menggelengkan kepala.Â
Bu Farida tersenyum.Â
"Ya sudah. Tak apa. Selamat untuk Mas Widi dan mbak Ira. Sebentar lagi kalian memiliki buah hati...", ucap Dokter Farida dengan lembut.Â
Aku sangat terkejut. Begitu juga mas Widi.Â
***
"Alhamdulillah kita akan menjadi orangtua ya, dik...", ucapnya selepas salat Maghrib berjamaah dan berdoa.Â
Aku mengangguk.Â
"Tapi mas Widi harus janji, nggak bakal cemburu lagi. Nggak mikir aneh-aneh lagi...", protesku.Â
"Iya, sayang. Aku janji", ucap mas Widi yang kemudian mencium kening dan memelukku.Â
Tiba-tiba perutku berontak lagi. Rasanya mual mencium parfum mas Widi. Aku menjauhinya dan memberi kode untuknya agar tak mendekatiku.Â