Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ngidam

3 Mei 2019   11:50 Diperbarui: 10 November 2019   00:44 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rasanya hari-hari semakin melelahkan. Menikah memang membuat perempuan menjadi lebih sibuk. Melayani kebutuhan suami, merapikan rumah, agar suasana nyaman. 

Namun seperti pasangan suami istri lainnya, kehidupan rumah tanggaku juga mengalami pasang surut. Perselisihan, rasa cemburu, kesal mewarnai romantisme kisah kami. 

Selisih usia yang cukup jauh kadang tak mempengaruhi kedewasaan mas Widi. Tanpa alasan sering saja cemburu. Tak dipercayai suami merupakan hal yang paling menyebalkan. Bikin emosi. Dianggapnya aku seperti tokoh-tokoh di sinetron alay. 

Dia merasa sudah tua, sedang aku masih jauh lebih muda. Sebenarnya jarak usia juga tak sampai sepuluh tahun. Dia memang tak mengetahui kisah pahitku ketika ditinggalkan Tio. Setahunya kami hanya berteman saja karena Tio dan aku adalah mahasiswa yang KKN di satu lokasi. 

Aku sengaja tak membicarakan kisah itu. Aku tak ingin mengingat kembali kisah bersama Tio. Dan itu memang menjadi kesalahanku. Harusnya aku terbuka sejak dia kembali menanyakan kesediaanku untuk menjadi pendamping hidupnya. 

Akibatnya kini dia merasa aku bersedia menikah dengannya hanya sekadar pelarian. 

Aku belum hamil pun menjadikan munculnya pikiran negatif di kepalanya. 

"Mas sudah tua, dik. Mungkin kamu malu kalau punya anak dariku..."

Apa-apaan dengannya? Udah dewasa dan aku merasakan hati nyaman bersamanya malah memancing emosi saja. 

"Halah... paling mas Widi saja yang malu. Ngaku sajalah, mas. Temen mas kan cantik-cantik. Mas sendiri pernah bilang sama aku kan?", kucoba mencairkan suasana. Sungguh aku capek dengan sikapnya itu. Masa aku belum hamil malah pikirannya kayak gitu. Urusan rezeki atau amanah ya jadi rahasia Allah. 

"Kok malah kamu nuduh aku...", elaknya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun