2. Dinasti Jitmau
Kegagalan Lambertus Jitmau (LJ) sebagai calon Gubernur Provinsi PBD, bukan berarti kegagalan dalam membangun dinasti. Sebab, istrinya berhasil menjadi calon walikota Sorong (2024-2029), daerah yang LJ pimpin selama 10 tahun, atau dua periode kepemimpin (2012-2017 dan 2017-2022)Â
Jika melihat konsep politik dinasti, setelah dua periode memimpin dan selanjutnya istrinya menjadi calon, maka dapat dikatakan sebagai upaya menjaga dan mewariskan kekuasaan pada keluarganya (istri). Bahkan jauh sebelum itu, Ketika LJ dua periode menjadi walikota Sorong, istrinya menjadi ketua DPRD/K selama dua periode (2014-2019-2019-2024).
Menariknya, mereka berdua berasal dari partai yang sama ; Partai Golkar. Artinya, dinasti Jitmau bukan saja ada pada arena pemerintahan (dalam artian eksekutif dan legislatif), melainkan dinasti ini terbangun dalam institusi Partai Politik (Partai Golkar). hal ini, serupa dengan praktik poltik dinasti yang dilakukan oleh keluarga Umlati.
3. Â Dinasti SagrimÂ
Di waktu-waktu akhir pendaftaran, Bernad Sagrim (BS) berhasil mengantongi rekomendasi Partai Golkar, dan secara langsung mencampakkan ketua DPD partai Golkar Prov. PBD ( Lambertus Jitmau atau LJ). Peristiwa yang sebagian masyarakat menganggap BS tidak memiliki etika atau perasaan, namun menurut saya dalam politik kejadian seperti itu, biasa saja dan mungkin terjadi.Â
BS adalah mantan bupati Kabupaten Maybrat dua periode (2011-2017 dan 2017-2022), yang sempat mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI (2024-2029), namun gagal (tetapi mengantongi suara yang cukup tinggi; 43. 487 suara).Â
Di sisi lain, (adiknya BS) Auguste C.R. Sagrim , atau sapaan akrab Gusti berhasil menjadi calon walikota Sorong (2024-2029). Hal ini membuat, kita bisa beranggapan bahwa ada potensi terciptanya politik dinasti keluarga Sagrim di Papua Barat Daya. Tentu dalam konsep politik dinasti yang longgar (melihat relasi keluarga), maka keluarga Sagrim bisa dianggap  membentuk politik dinasti.
Namun, dalam pandangan saya, dengan konsepsi yang agak ketat, saya menilai bahwa keluarga Sagrim tidak bisa dianggap sebagai praktik politik dinasti, dengan beberapa alasan : Pertama, BS dan adiknya (Gusti) tidak ada dalam satu partai yang sama, ini membedakan dengan keluarga Umlati dan Jitmau. Kedua, mereka tidak ada dalam arena kontestasi yang sama. Maksudnya, arena politik BS ada di kabupaten maybrat, sedangkan adiknya Gusti ada di Kota Sorong, dua arena politik yang berbeda.Â
Ketiga, Keberlanjutan kekuasaan. Menurut saya keluarga AFU ( Raja Ampat) dan Jitmau (Kota Sorong) memiliki motif keberlanjutan kekuasaan, sedangkan keluarga Sagrim, tidak memiliki agenda ini. Kecuali Gusti mencalonkan diri di Kabupaten Maybrat.Â
Keempat, sepanjang pengamatan saya, Gusti (adik BS) selalu melakukan diferensiasi politik dengan kakaknya (BS). Walau relasi adik-kaka selalu berpotensi terjadi pertukaran modal, akses, dan jejaring. Dengan melihat keempat alasan yang saya sampaikan, maka dalam pendefinisian politik dinasti yang ketat, maka keluarga Sagrim, tidak dianggap mempraktikkan politik dinasti, seperti keluarga Umlati dan Jitmau. Namun, dalam definisi yang longgar, maka ada relasi keluarga (kaka-adik) yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah dalam area Provinsi yang sama.