"kau seharusnya pulang, kecuali kau tak patuh pada aturan kunjungan ini. Sekali kau keluar dari jalan yang telah ditentukan kau akan menghadapi pelanggaran berat dan aku tak bisa membantumu."
"aku hanya bercanda. Apakah aku tak akan bertemu kamu lagi ?"
"kau yang mendesain untuk sampai ke sini. Bertemu aku adalah bagian dari keberanianmu."
"jadi kalau aku berani aku bisa bertemu kamu lagi ?"
Dia tersenyum. Gigi putih rapinya terlihat seperti jagung muda. Sewaktu ia tersenyum kuambil kameraku dan tanpa izin kupotret tepat di wajahnya. Ia terkaget dan merasa akan kesal namun malah tersipu malu. Pipinya yang berisi perlahan memerah dan beberapa saat tak bereaksi karena ulahku.
"maaf. Aku ingin ini sebagai.."
"aku tahu. Kalian orang-orang asing yang senang sekali memotret dan membuat video di sini. Aku maklum.
"terima kasih"
"setelah ini kau akan masuk ke pabrik kosmetik kebanggaan kami kemudian kunjungan akhir adalah museum nasional. Pastikan kau mengikuti semua arahan dan jangan melanggar satu pun aturan yang telah ditentukan."
Walaupun aku telah berpisah dengannya namun aku masih teringat padanya. Seharusnya aku tak mengkhawatirkan jalan hidup seseorang jika ia telah berpendirian pada pilihannya. Justru seharusnya akulah yang harus menanyakan pendirianku atas suatu pilihan. Ku tak pernah berdiri kokoh dan selalu meniru apa yang dilakukan oleh orang lain atas nama eksistensi sosial.
Setelah mengunjungi beberapa tempat kami kembali ke perbatasan untuk pemeriksaan terakhir. Kameraku diambil oleh tentara perbatasan untuk dicek apakah ada foto yang tak sesuai dengan aturan mereka. Setelah pengecekan barang kami diizinkan menyeberang pulang meninggalkan perbatasan. Beberapa gambar kulihat telah dihapus namun gadis perbatasan itu dibiarkan tetap berada di kameraku. Ia adalah kenangan atas keberanianku.