Kubalikkan tubuhku menghadap  lelaki yang paling membuatku rapuh itu. Kutatap lekat matanya dengan senyumku yang sedikit nakal. Aku bersiap membuka kancing kemeja Mas Ilman tapi dengan sigap tangannya menghentikanku. Aku tertawa kecil karena malu.
      "Yul, aku ingin membicarakan sesuatu."
Mas Ilman menggandeng tanganku dan membawaku ke ruang makan. Kami membiarkan Raffi terlelap sendirian di kamar. Tak ada rasa curiga sedikitpun di dalam hatiku tentang apa yang akan ia katakan.
      "Duduklah, Yul." Mas Ilman masih menggenggam tanganku dan debar-debar tak karuan semakin menghiasi jantungku. Dia terlihat menelan ludahnya saat memulai bicara.
      "Sebelumnya aku minta maaf, Yul. Aku tahu ini akan berat untuk kamu dengar. Tapi aku harus tetap mengatakannya." Mataku masih tertuju pada wajah Mas Ilman dan aku menunggu kalimat selanjutnya.
      "Aku meminta izinmu untuk menikah lagi."
      Mas Ilman semakin erat menggenggam tanganku, tapi genggamannya tak lagi hangat karena kurasakan petir menyambar seluruh tubuhku. Kutundukkan wajah di hadapannya dan pelan-pelan terasa ada yang menggenang di pelupuk mataku.
      "Mas ... Mas, bilang apa tadi?" Aku bertanya padanya untuk memastikan lagi. Kalimatku terbata-bata karena genangan di mataku tiba-tiba tumpah di luar kendali.
      "Yul, aku mencintaimu dan anak kita. Hanya saja aku jatuh cinta lagi dan tak sanggup menanggungnya sendiri. Aku memohon ijinmu. Ijinkan aku berpoligami."
      Kutarik tanganku dari genggamannya dan kutinggalkan Mas Ilman yang masih duduk mengharap jawaban. Kali ini jelas sudah, aku memang tak salah dengar dari awal.
"Aku jatuh cinta lagi dan tak sanggup menanggungnya sendiri." Kalimat Mas Ilman terus terngiang di telinga dan membuat hatiku patah berkeping-keping. Tega sekali Mas Ilman mengatakan itu padaku. Lalu aku harus menanggung pedihku bersama siapa?