Aib ini kusimpan sendiri. Hanya Siska yang mengetahui. Keadaan membuatku
mengambil keputusan agar dia menahan Namira lebih lama di Singapura. Aku tidak ingin Namira mengetahui hal ini. Meski perih dihati dan harga diri tercabik-cabik. Aku bersabar dalam ujian. Semua kulakukan demi Namira. Aku tidak ingin dia merasakan pahit yang kurasakan seperti saat mahligai pernikahan orang tuaku mengalami kegagalan. Aku ingin dia tumbuh dalam cinta keluarga utuh. Cinta adalah satu-satunya jalan menuju gerbang kebahagiaan. Aku yakin Siska dan suaminya akan melimpahi dia dengan kasih sayang. Kegigihan ini lalu berbuah manis. Aditya kembali kesisiku. Kucoba melupakan apa yang telah berlalu, lalu bangkit dan bangun kembali masa depan. Itu yang ada dalam benakku.
Ternyata aku mengandung. Kupikir memberikan adik untuk Namira akan memperbaiki hubungan kami. Ternyata benar. Hubunganku dengan Aditya makin mesra dari hari ke hari. Tapi kebahagiaan ini tidak bertahan lama. Aku terhempas lagi kedalam jurang derita. Kali ini lebih gelap dan tidak berujung. Aditya didiagnosa mengidap AIDS. Nafasku terasa berhenti seketika saat mengetahui. Hatiku benar-benar hancur. Keyakinanku roboh. Apa arti perjuanganku ? Kenapa hidup tidak adil padaku ?
Oh, mengapa dunia begitu kejam sekali ?
Namira melanjutkan membaca halaman berikutnya. Air matanya kembali jatuh.
AKU TANPAMU
Ternyata aku juga tertular. HIV Positif ! Berita ini segera menyebar. Semua tetangga menjauh dan jelas-jelas memusuhiku. Bahkan keluarga suami juga menyingkir dan bersikap sinis. Beratnya beban kehidupan membuatku memutuskan mengungsi Cecil kerumah mama. Aku harus merelakan Cecil diasuh mama, meski hati menolak.
Tinggal berdua dibawah atap yang sama, aku dan Aditya saling menguatkan diri. Kerinduan pada anak-anak sangat menyesakkan dada. Getir dan hampa terasa. Aku mencoba bangkit dalam sisa keyakinan yang ada. Meski masa depan terlihat sangat gelap dimataku. Untung masih ada Mama dan adik-adikku kerap berkunjung dan terus menghibur.
Kondisi Aditya makin hari makin drop. Dia semakin lemah. Tidak bisa lagi berjalan. Kemampuan berbicara juga mengalami gangguan. Dia lebih banyak termenung dan diam di dalam kamar. Aku terpaksa mengambil alih bisnisnya. Mengesampingkan kondisiku sendiri. Bagiku, Namira dan Cecil adalah tujuan hidupku sekarang. Aku harus bangkit dan memikirkan masa depan mereka. Lagipula ada banyak karyawan yang hidupnya juga bergantung pada bisnis ini. Akan lebih banyak
lagi kesedihan bila usaha ini tidak berlanjut.
Penyesalan yang membelenggu jiwa Aditya membuat dia lebih cepat meninggalkanku. Dia meninggal 4 bulan tepat setelah pemeriksaan pertamanya.
Sejak didiagnosa, Aditya memang menolak pengobatan lebih lanjut. Dia merasa hidupnya tidak lama lagi. Dia ingin seluruh tabungannya dipakai untuk pengobatan saya dan keperluan masa depan anak-anaknya.