Kalau toh di Penyisihan Piala Dunia 2026 Indonesia ditundukkan 4-0 di depan publik sendiri pun, suasananya sungguh kontras. Timnas Indonesia terdiri dari sebagian besar pemain naturalisasi, akan tetapi justru sebaliknya Jepang. Justru terdiri dari pemain hasil pembinaan lokal Jepang, Â akan tetapi justru kesemuanya bermain di kompetisi liga Eropa.
Shin Tae-Yong, ketika menangani timnas Indonesia sejak 2019 memang menghadapi situasi yang berbeda. Indonesia dalam kondisi carut marut, dari soal dilanda suap baik pemain maupun wasitnya dalam berbagai kasus, dualisme liga sehingga di dalam negeri ada dua sistem kompetisi berbeda, sampai kena sanksi FIFA selama setahun penuh pada 2018, tak boleh bertanding di turnamen-turnamen internasional karena Indonesia dinilai melanggar statuta FIFA. Bahwa negara tidak boleh campur tangan dalam urus-mengurus persatuan sepak bolanya...
Semua itu bukan sebuah excuse, trus strategi menaturalisasi pemain berdarah Indonesia di Eropa boleh menjadi tujuan. Akan tetapi memang, dalam waktu yang sesingkat itu, dan secarut marut itu, jika ingin menaikkan kondisi sepak bola Indonesia dari keterpurukan, tidak ada salahnya melibatkan pemain-pemain naturalisasi demi mengangkat permainan.Â
Tentu, tidak boleh menjadi kebiasaan. PSSI harus kembali menata prestasi olahraga sepak bolanya dengan cara menata pembinaan pemain sejak usia dini, serta menata kembali sistem kompetisi baik di tingkat yunior maupun senior yang sempat carut-marut.Â
Perlu memikirkan kembali, untuk membina pemain dengan sistem kompetisi berjenjang seperti yang dilakukan pula oleh Jepang, Vietnam, dan bahkan Thailand.
Blue Print 100 Tahun
Sumber di Japan Football Association (JFA) mengungkapkan, bahwa Jepang pun belajar dari pengalaman masa lalu, termasuk pula tentunya kekalahan melawan Indonesia 0-7 di Piala Merdeka 1968 dan kekalahan-kekalahan Jepang yang lain.
Tahun 2005, Jepang membuat program ambisius "Blueprint 100 Tahun JFA" yang memuat visi jangka panjang mengembangkan sepak bola Jepang menjadi kekuatan global dalam 100 tahun ke depan. Tujuan utama dari blueprint ini adalah untuk mempersiapkan Jepang menjadi negara yang kompetitif di panggung internasional, baik dalam hal pembinaan pemain, pelatihan pelatih, pengembangan liga, dan infrastruktur sepak bola secara keseluruhan.
Blueprint ini merupakan bagian dari upaya Jepang untuk membangun warisan sepak bola yang berkelanjutan dan berorientasi pada hasil prestasi internasional. Salah satu langkah konkret yang dijalankan "PSSI-nya Jepang" untuk program ambisius "Blueprint 100 Tahun JFA" itu, mula pertama adalah memperbaiki standar kualitas lapangan di seluruh Jepang dengan standar internasional.
Pembangunan infrastruktur sepak bola lebih dulu dilakukan. Terutama di level akar rumput, JFA melakukan pembangunan fasilitas latihan.
Memastikan bahwa di seluruh Jepang ada lapangan yang memenuhi standar internasional untuk pengembangan pemain. Stadion-stadion di Jepang diperbaiki dan harus memenuhi standar internasional agar timnas dan klub-klub domestik dapat bersaing di tingkat dunia.