+ Kenapa tak cocok pakai sepatu Yonex?
- Saya butuh sepatu yang agak lentur. Sedangkan sepatu Yonex, umumnya kaku. Sepatu Adidas yang saya pakai pun bukan sepatu bulu tangkis, akan tetapi sepatu squash. Sarwendah juga pakai sepatu itu juga kok. Kaki saya memang agak rewel. Karena saya banyak jinjit (berdiri dengan ujung kaki depan), maka saya perlu sepatu yang agak tinggi. Saya pakai sepatu Adidas dengan ukuran 1/2 nomor lebih besar, lalu saya ganjal dengan alas busa supaya tinggi.
+ Bagaimana bisa ketemu sepatu squash?
- Saya memang cari-cari sendiri mana sepatu yang cocok untuk kaki saya. Pernah malah saya pakai sepatu Nike. Tetapi sepatu itu sudah tak diproduksi lagi. Kalau pas nemu sepatu seperti itu, saya lalu beli banyak sekali untuk persediaan. Bukan soal kontrak dengan merek tertentu, tetapi ini soal kecocokan kaki.
+ Masih suka ke gereja?
- Masih, tapi ngaclok, suka-suka ke Blok B, tetapi paling sering ke gereja Santa (dekat Jalan Pierre Tendean Jakarta), belakangan ke gereja di dekat
Laboratorium Dokter Gigi, tempat tinggal kami di pelatnas. Papi saya memang dari kecil ke gereja. Mami saya baru belajar. TK dan SD saya juga sekolah Katolik, SMP saya masuk negeri.
+ Pernah terlintas dalam pikiran, punya cita-cita lain?
- Tidak. Saya memang ingin menjadi pemain bulu tangkis. Terutama setelah saya pindah ke Jakarta, melihat Ivanna, Liem Swie King, saya lalu ingin jadi seperti mereka.
+ Sekarang semua gelar juara sudah didapat, di Piala Dunia, All England, Olimpiade. Cita-cita apalagi yang mau dicapai?
- Belum semua gelar saya dapat. Saya belum pernah juara di kejuaraan dunia yang resmi. Saya berusaha melengkapi prestasi ini. Di kejuaraan dunia terakhir di Denmark, saya kalah lawan Tang Jiuhong di semifinal meskipun di beregu Piala Sudirman beberapa saat sebelumnya saya menang lawan dia. Kalau itu sudah tercapai, baru prestasi saya lengkap.... (Jimmy S. Harianto)