Diangkat dari kisah nyata ketika memiliki mobil ini pada tahun 1981 dan pengalaman memodifikasinya ala anak remaja jaman tahun 1980-an.
Tulisan ini adalah memori pribadi yang memanfaatkan kategori Lyfe - Diary Kompasiana agar suatu saat kelak anak cucu generasi berikutnya bisa mengetahui kebadungan kakek buyutnya yang Generasi X dalam merawat dan memperlakukan mobil. Karena itu, perkenankan saya menggunakan kata aku sebagai pengganti kata saya agar lebih familiar.
Awal Mula
Kisahnya berawal pada hari ulang tahunku ke-15 di tahun 1981. Ketika itu aku bingung karena sekeluarga hanya mengucapkan selamat ulang tahun saja tanpa memberikan kado apapun seperti kebiasaan keluarga kami waktu itu. Tak apalah, kupikir, mungkin kadonya datang nanti sepulang sekolah atau nanti malam saat makan-makan merayakan ulang tahunku.
Tapi kenyataannya, siang sepulang sekolah dan sore saat Bapak pulang kerja tidak ada satupun kado ulang tahun mampir kepada diriku. Bahkan malam itu tidak ada makan-makan perayaan ulang tahun di restoran seperti biasanya. Ya sudahlah pasrah, mau nanya ke Bapak dan Ibu atau Kakak rasanya malu ah, tidur aja deh.
Esoknya akupun sekolah seperti biasa di SMPN XII Kebayoran Baru Jaksel dan sudah melupakan hari ulang tahun kemarin. Semua berjalan normal sampai aku pulang sekolah dan tidur siang.
Sore itu pas bangun tidur siang, aku dipanggil sama Ibu dan diajak ke garasi. Kaget ketika melihat ada sebuah mobil Suzuki Jimny baru berwarna putih terparkir di garasi.
Tambah kaget lagi ketika Ibu berkata," Ini kado buat kamu"... Hah? seolah tak percaya.
Latar Belakang
Almarhum Bapakku adalah seorang pengusaha di bidang otomotif sebagai Presiden Direktur perusahaan agen tunggal mobil Ford.Â
Kisahnya pernah kutulis: https://www.kompasiana.com/jiminandri/56aae3a7b4927385109257aa/perjuangan-bersama-ford-indonesia-dari-opas-sampai-presiden-direktur#goog_rewarded
Beliau juga aktif dalam kepengurusan GAIKINDO (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia) dan dunia sport otomotif melalui IPMJ (Ikatan Penggemar Mobil Jakarta).
Karena itu anak-anaknya, termasuk diriku, sejak kecil sudah diperkenalkan dengan dunia sport otomotif seperti Rally, Slalom Test atau balapan mobil. Beliau selalu mengajak anak-anaknya ketika ada acara-acara otomotif sehingga kami cukup akrab dengan semua itu.
Di garasi rumah juga kadang-kadang ada beberapa mobil prototype yang akan diproduksi di Indonesia. Anak-anaknya pun diijinkan untuk mencoba lebih dahulu mobil-mobil tersebut. Makanya tak heran aku sudah mahir mengemudikan mobil sejak usia 13 tahun.
Ide membeli mobil Suzuki Jimny ini rupanya muncul ketika rekan bisnis Beliau akan memproduksi Suzuki Jimny tipe LJ80V (yang kemudian dikenal dengan julukan Suzuki Jimny Jangkrik) di Indonesia. Beliau mengaku senang dengan desainnya yang unik.
Dan ada permintaan khusus dari Bapak ke rekan bisnisnya, Bapak ingin Jimny-nya berwarna putih, warna kesukaannya. Tapi karena Jimny yang diproduksi tidak ada yang berwarna putih (hanya warna biru dan coklat) maka Bapak pun memberikan cat warna putih (tipe diamond white) yang sebetulnya diperuntukkan untuk mobil Ford, kepada rekan bisnisnya tersebut. Jadilah Suzuki Jimny tersebut berwarna putih, pertama dan satu-satunya di Indonesia waktu itu.
Suzuki Jimny ini dijadikan kado untukku karena serah terimanya terjadi bertepatan dengan hari ulang tahunku dan kedua kakakku pun masing-masing sudah memiliki mobil. Jadi.. ya rejekiku hahaha...
Sensasi
Saat pertama kali melihat-lihat interior Suzuki Jimny ini terkesan sangat sederhana, hanya ada speedometer (manual) tanpa aksesoris apapun.
Jok depan statis tidak bisa diatur sesuai keinginan dan hanya bisa diatur maju mundur, itupun harus melonggarkan mur pada baut dibawah jok. Sedangkan jok belakang bisa menampung 4 penumpang karena posisinya yang berhadapan, model angkot gitu.
Tapi keunggulannya adalah dengan mesin hanya berkapasitas 800 cc, mobil ini dilengkapi dengan double gardan (4 x 4) sehingga bisa berpetualang di jalur offroad. Suspensi menggunakan per daun yang agak keras sehingga terkesan ajluk-ajlukan, tapi membuatnya lebih stabil untuk menikung karena bodinya yang kurus dan tinggi.
Bahkan ketika menikung tajam dengan kecepatan yang agak tinggi, salah satu ban belakang bisa terangkat dari aspal. Ini pula keahlian pertamaku mengemudikan mobil ini sehingga banyak teman-teman yang pingin ikut diajak merasakan sensasi ban ngangkat saat menikung.
Pasang Radio Tape dan AC
Sebagai remaja tentu ingin mendapatkan kenyamanan dalam berkendara. Karena itu mobil Jimny ini aku bawa ke toko aksesoris otomotif di Cipete untuk memasang Radio Tape sebagai hiburan. Dan karena merasa sayang untuk membolongi bodi mobil untuk pasang antena radio di luar maka antena radio dipasang didalam interior mobil saja.
Juga aku konsultasikan kepada mekanik bengkel perusahaan Bapak apakah mobil dengan kapasitas mesin 800 cc ini bisa dipasangi AC?
Setelah mendapatkan spesifikasi AC yang cocok untuk mobil ber-cc kecil maka dipasanglah AC didalam mobil Suzuki Jimny-ku agar jika mengajak cewek jalan-jalan akan merasa nyaman. Jadilah mobil ini dijuluki kulkas berjalan oleh teman-temanku karena bentuknya kotak, putih seperti kulkas dan dalemnya dingiiiin banget...
Ganti Pelek
Jujur bahwa penampilan Suzuki Jimny LJ80V ini kurang garang karena ban standar ukuran ring 15 (R15) yang digunakan terlalu kurus.
Karena itu akupun minta ijin Bapak untuk mengganti pelek dan bannya dengan yang lebih lebar dengan alasan untuk safety karena kuatir mobil akan mudah terbalik ketika menikung.
Setelah mendapat lampu hijau, berangkatlah aku ke kawasan Sawah Besar yang waktu itu sebagai surganya pelek dan ban. Pelek racing dan ban lebar ukuran 235/70 R15 pun menjadikan tampilan Suzuki Jimny kesayanganku menjadi lebih eye catching.
Modifikasi Pertama
Jaman itu, modifikasi mobil yang biasa dilakukan adalah modifikasi knalpot karena dengan suara mobil yang menderu-deru akan lebih cepat menarik perhatian orang sekitar, apalagi saat ngeceng di Lintas Melawai.
Pilihanku pun jatuh kepada knalpot garing, dimana suara yang dihasilkan adalah suara cempreng bukan mbulet seperti suara knalpot megaphone. Dan modifikasi pun sangat mudah, hanya mengganti saringan belakang knalpot dengan muffler knalpot yang seperti kaleng kosong sehingga suaranya akan berbeda dengan suara aslinya.
Bengkel knalpot yang kupilih ada di bilangan bypass Rawamangun (dulu belum ada jalan Tol Wiyoto Wiyono). Disana biayanya cukup murah dan pengerjaannya cepat dan bagus. Konsumen pun ditawari beberapa jenis bunyi yang bisa dihasilkan knalpot baru.
Ikut Rally
Sebagai penggemar otomotif, akupun mengikuti kegiatan Rally mobil yang bersifat Time Rally yaitu Metropolitan Rally yang rutenya di seputaran Jakarta.
Time Rally ini tidak mengandalkan kecepatan melainkan lebih ke putar otak untuk mengarungi rute-rute yang ditentukan oleh soal-soal Rally yang diberikan Panitia dalam kurun waktu yang terbatas. Waktu itu team kami terdiri 3 orang dengan teman-teman akrab masa SMP sehingga kekompakan team akan lebih terjamin.
Yang paling berkesan adalah ketika harus menjalani Slalom Test (Tes Ketangkasan) diakhir Rally. Saat itu mobil Jimny-ku sempat beraksi dengan mengangkat salah satu roda belakang beberapa kali sehingga mengundang tepuk tangan penonton.
Menggeluti Slalom Test
Setelah berpengalaman beberapa kali mengikuti Time Rally, rasa-rasanya Slalom Test adalah yang paling berkesan. Karena itu akupun mulai terjun ke dunia Slalom Test yang biayanya lebih murah daripada Time Rally dan waktunya pun lebih singkat.
Sayangnya pas mengikuti sesi scrutineering (pemeriksaan teknis kendaraan) sehari jelang lomba, Jimny-ku gagal lolos test karena bannya terlalu lebar. Ternyata ada aturan bahwa maksimal lebar ban adalah 195 sedangkan ban Jimny-ku 235.
Alhasil langsung curhat ke Bapak dan mendapatkan ijin untuk mengganti pelek dan ban yang sesuai. Hari itu juga meluncur ke Sawah Besar lagi untuk mengganti pelek dan ban dengan ukuran 195/70 R14.
Pelek R14 (ring 14) dipilih karena ukuran diameter lebih kecil daripada R15 sehingga bodi mobil lebih rendah agar lebih stabil untuk meliuk-liuk di arena Slalom Test.
Mulailah petualangan di dunia Slalom Test dimulai. Beberapa kali aku mengikuti kejuaraan Slalom Test diberbagai lokasi seputaran Jakarta. Dari mulai di halaman parkir Komdak (Polda Metro Jaya), Parkir Timur Senayan dan halaman parkir Bumi Perkemahan Cibubur.Â
Sampai suatu ketika saat mengikuti Slalom Test di Parkir Timur, aku berhasil meraih juara 1 untuk kategori kelas Jeep, mengalahkan rival berat Jeep CJ7 dan Toyota Land Cruiser (Hardtop) yang digunakan peslalom lain.
Jimny Highway Club
Rupanya kemenangan si mungil Suzuki Jimny atas CJ7 dan Toyota Hardtop membawa berkah tersendiri. Ketua klub mobil Jimny Highway Club (JHC) menawari aku untuk bergabung dengan klub mereka. Aku sih oke-oke aja untuk menambah teman, wawasan dan pengalaman.
Tapi yang tak disangka adalah keistimewaan yang mereka berikan kepadaku, misalnya memberikan nomor urut 005 untuk mobil Jimny-ku, padahal nomor urut 001 - 015 biasanya diperuntukkan untuk para pejabat JHC sedangkan aku ini apalah, cuma anggota biasa. Alhasil jadi tersanjung ketika anggota JHC lain melihat nomor urut yang tertempel di Jimny-ku, seolah-olah aku ini orang penting di klub.
Kondisi ini membuatku makin bersemangat karena para anggota JHC selalu datang mendukung ketika aku mengikuti berbagai kegiatan kejuaraan otomotif dimanapun.
Jajal Sprint Rally
Time Rally dan Slalom Test sudah dijajal, maka kini ada keinginan untuk mencoba terjun ke dunia Sprint Rally yang mengandalkan kecepatan waktu tempuh di jalur Special Stage (SS).
Persiapan yang dilakukan sesuai dengan persyaratan Sprint Rally yaitu mobil wajib dilengkapi dengan Roll Bar (besi pengaman di dalam mobil) sebagai pelindung pengemudi jika terjadi kecelakaan fatal.
Pemasangan Roll Bar juga dikerjakan di bengkel knalpot di bilangan bypass Rawamangun karena besi yang digunakan adalah besi untuk knalpot juga yang lebih tebal.
Bersama dengan teman kuliah sebagai navigator, akupun mencoba keterampilan mengemudi dengan kecepatan tinggi di area SS Bumi Perkemahan Cibubur yang disulap menjadi arena Sprint Rally. Jalur aspal yang sempit dan berliku-liku serta banyak penonton di kiri kanan jalur melahirkan sensasi tersendiri.
Sayangnya, waktu SS yang kuperoleh jauh lebih lambat dibandingkan dengan waktu SS pengguna mobil kelas Jeep yang ber-cc besar.
Modifikasi Mesin
Tidak puas dengan penampilan pertama maka akupun cari akal untuk meningkatkan kemampuan si Jimny. Setelah diskusi dengan rekan-rekan di klub JHC akhirnya mesin 800 cc ini jadi kelinci percobaan.
Pertama adalah meningkatkan performa dengan menaikkan kompresi mesin untuk meningkatkan daya ledak saat pembakaran sehingga meningkatkan power mesin. Cara paling simpel adalah dengan memapas beberapa milimeter kepala silinder (cylinder head). Bengkel yang mengerjakan adalah bengkel bubut di bilangan Fatmawati Cilandak.
Kedua, dengan mengganti knalpot garing dengan knalpot header yang jelas-jelas meningkatkan performa mesin karena meningkatkan aliran gas buang dari mesin. Jenis knalpot header yang dipilih waktu itu adalah tipe 4-1 karena menurut saran bengkel knalpot langganan di bypass Rawamangun, tipe ini lebih memprioritaskan top speed.
Maklumlah top speed di speedometer Jimny cuma sampai 120 km/jam sehingga logikanya jika mudah mencapai top speed tersebut mobil akan melaju lebih cepat.
Setelah modifikasi ini, performa Jimny jauh lebih asyik dibanding sebelumnya. Seorang rekan yang iseng mencoba Jimny-ku sempat terkagum-kagum dengan performa mobil, katanya, "Gila enteng banget nih mobil, beda banget dengan mobil gue".
Waktu tempuh setiap SS pun bisa dipersingkat sehingga tidak terlalu jauh tertinggal dibanding lawan-lawan lainnya walaupun demikian memang belum rejeki untuk menjadi juara di arena Sprint Rally.
Sirkuit Balap
Ada tawaran menarik ketika akan diadakannya balapan mobil kelas Jeep di sirkuit Ancol (waktu itu Sirkuit Sentul belum ada). Karena ini murni akan menguji kecepatan mobil dibanding keterampilan mengemudikan mobil. Berarti power mobil harus ditambah lagi, bagaimana caranya?
Mekanik menyarankan untuk mengganti karburator standar dengan karburator Webber 2 barrel. Kebetulan sang mekanik bersedia meminjamkan karburator tersebut tanpa biaya tambahan kecuali ongkos bongkar pasang.
Kemudian mekanik juga mengganti kipas radiator yang tadinya manual menggunakan fanbelt menjadi kipas radiator elektrik agar beban mesin lebih ringan. Dan tentunya fanbelt AC juga dilepas agar tidak menjadi beban mesin.
Di sirkuit balap, walaupun Jimny-ku lebih unggul dibanding Jimny-Jimny peserta lain tapi belum sanggup mengalahkan raksasa CJ7 dan Hardtop yang berkapasitas sekitar 4.000 cc.
Akhir Petualangan
Petualanganku dengan Suzuki Jimny Jangkrik LJ80V harus ku akhiri pada tahun 1986 ketika Bapakku meninggal dunia. Karena sudah tidak ada lagi sponsor yang menanggung biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk memodifikasi mobil sedangkan waktu itu aku juga harus konsentrasi menyelesaikan kuliah di Universitas Trisakti.
Jadi lupakanlah dunia sport otomotif bersama Suzuki Jimny Jangkrik yang telah memberikan pengalaman-pengalaman mendebarkan sekaligus menyenangkan dan, yang paling penting, memberikan keterampilan dalam mengemudikan mobil. Sambil tentunya berharap suatu saat bisa kembali ke dunia sport otomotif ini.
Jimin
Suzuki Jimny Jangkrik memberikan kenangan tak terlupakan sampai detik ini dimana teman-temanku memberikan julukan nama baru kepadaku, dari Andri menjadi Jimin karena dulu terlalu lekat dengan Jimny sampai melupakan cewek sekitar.
Jadi kalau ada yang nanya, Andri mana? ... Jawab saja Andri Jimin!
*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H