"Halo, selamat malam. Salam kenal aku Raden umur 23, laki-laki, senang bisa berkenalan denganmu," Raden membuka percakapan sekedarnya.
Aku sedikit berbohong soal umurku yang sebenarnya sudah 25 tahun saat itu. Tidak ada maksud apapun bung, aku hanya tidak ingin terlihat tua.
Sepuluh menit berlalu, tidak ada balasan. Ketika aku ingin mengakhiri percakapan tersebut, muncul satu notifikasi.
"Halo, selamat malam Mas Raden. Salam kenal aku Wuri Nimas, umur 20, perempuan tulen, kau bisa memanggilku Nimas dan terima kasih sudah bersedia berkenalan denganku,"
"Sialan! elegan sekali caranya memperkenalkan diri. Sepertinya dia wanita yang cukup berkelas. Dia, dia berbeda. Baiklah, tuas sudah ditarik, kereta akan terus berjalan hingga pemberhentian di stasiun terakhir " tekad Raden dalam hati.
Wanita tersebut resmi merebut perhatian Raden malam itu.
Percakapan terus berlanjut hingga pukul tiga subuh. Raden terlarut dalam situasi obrolan yang menyenangkan, sesekali Raden tersenyum-senyum sendiri. Regar yang masih terjaga melirik heran Raden di sebelahnya, sudah kurang waras Raden ini, pikirnya.
Satu hingga dua minggu terlewati sejak malam itu. Hari-hariku yang tadinya membosankan, sekarang sudah tidak lagi. Aku yang biasanya mengeluh mengapa hari berjalan begitu lambat, kini berganti memohon agar hari tidak cepat berganti. Pertemuanku dengan Nimas malam itu menjadi titik balik dalam kisahku. Kami masih saling bertukar kabar setiap harinya, melalui pesan singkat, telepon, bahkan kami sudah beberapa kali bertatap muka, meskipun hanya melalui video call, kami membicarakan banyak hal baru setiap harinya, tidak pernah kehabisan topik.
"Jatuh cinta", dulu ketika mendengarnya saja telingaku merasa geli. Tapi sekarang aku sedang menjilat telingaku sendiri. Aku tidak bisa menampiknya, sekarang aku sedang................. JATUH CINTA. Jatuh Cinta pada seorang asing yang bahkan tidak kuketahui asal-usulnya, yang hanya berinteraksi melalui kehebatan teknologi dan media sosial. Aneh memang, tapi di masa sekarang, itu adalah hal yang lumrah.
Namun sejak saat itu, kami semakin dihantui rasa penasaran, tentang wujud asli satu sama lain, tentang arah hubungan ini. Satu-satunya cara untuk membunuh rasa penasaran itu adalah dengan sebuah pertemuan.
Dan, disinilah aku sekarang -- Gerbong 7, kursi nomor 20 E Kereta Api Prigo.