Mohon tunggu...
JEREMIA HUTAGALUNG
JEREMIA HUTAGALUNG Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pengacara

Bermain bola menbaca

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pembuktian Tindak Pidana Santet dalam KUHP dan KUHP Baru

18 November 2024   16:06 Diperbarui: 18 November 2024   16:13 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA SANTET DALAM KUHP LAMA DAN KUHP BARU

Ditulis oleh Jeremia Hutagalung seorang mahasiwa S3 Doktor Ilmu Hukum di Universitas Islam Bandung @unisba

Tindak pidana santet merupakan salah satu isu hukum yang kompleks di Indonesia. Pengaturan mengenai tindak pidana santet telah mengalami perubahan dari KUHP lama ke KUHP baru, yang membawa konsekuensi pada syarat pembuktian dan tantangan dalam penegakan hukumnya. Dokumen ini akan mengulas definisi, pengaturan, dan pembuktian tindak pidana santet dalam KUHP lama dan KUHP baru, serta perlindungan hukum bagi korbannya.

Definisi Tindak Pidana Santet

Tindak pidana santet dapat didefinisikan sebagai perbuatan yang dilakukan dengan sengaja menggunakan kekuatan magis atau gaib untuk menyebabkan sakit, celaka, atau kematian pada orang lain. Perbuatan ini dianggap sebagai suatu bentuk kejahatan yang tidak hanya merugikan korban secara fisik dan mental, tetapi juga dapat menimbulkan ketakutan dan keresahan di masyarakat. Meskipun sulit untuk dibuktikan secara ilmiah, dampak dari tindak pidana santet dapat sangat nyata dan merusak.

Definisi Tindak Pidana Santet

Tindak pidana santet dapat didefinisikan sebagai perbuatan yang dilakukan dengan sengaja menggunakan kekuatan magis atau gaib untuk menyebabkan sakit, celaka, atau kematian pada orang lain. Perbuatan ini dianggap sebagai suatu bentuk kejahatan yang tidak hanya merugikan korban secara fisik dan mental, tetapi juga dapat menimbulkan ketakutan dan keresahan di masyarakat. Meskipun sulit untuk dibuktikan secara ilmiah, dampak dari tindak pidana santet dapat sangat nyata dan merusak.

Pengaturan Tindak Pidana Santet dalam KUHP Lama

Dalam KUHP lama, tindak pidana santet diatur dalam Pasal 284 dan 545. Pasal 284 menyebutkan bahwa "Barangsiapa dengan sengaja menggunakan guna-guna atau hal-hal yang bersifat gaib untuk menimbulkan penyakit, kematian atau kerusakan, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun." Sementara itu, Pasal 545 mengatur tentang "Barangsiapa menyiarkan atau mempertunjukkan sesuatu untuk mendapatkan keuntungan dari perbuatan gaib atau ilmu yang dianggap keramat."

Definisi Tindak Pidana Santet

Tindak pidana santet dapat didefinisikan sebagai perbuatan yang dilakukan dengan sengaja menggunakan kekuatan magis atau gaib untuk menyebabkan sakit, celaka, atau kematian pada orang lain. Perbuatan ini dianggap sebagai suatu bentuk kejahatan yang tidak hanya merugikan korban secara fisik dan mental, tetapi juga dapat menimbulkan ketakutan dan keresahan di masyarakat. Meskipun sulit untuk dibuktikan secara ilmiah, dampak dari tindak pidana santet dapat sangat nyata dan merusak.

Pengaturan Tindak Pidana Santet dalam KUHP Lama

Dalam KUHP lama, tindak pidana santet diatur dalam Pasal 284 dan 545. Pasal 284 menyebutkan bahwa "Barangsiapa dengan sengaja menggunakan guna-guna atau hal-hal yang bersifat gaib untuk menimbulkan penyakit, kematian atau kerusakan, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun." Sementara itu, Pasal 545 mengatur tentang "Barangsiapa menyiarkan atau mempertunjukkan sesuatu untuk mendapatkan keuntungan dari perbuatan gaib atau ilmu yang dianggap keramat."

Kelemahan Pengaturan Tindak Pidana Santet dalam KUHP Lama

Definisi yang Kabur

Pasal-pasal dalam KUHP lama memiliki definisi yang kurang jelas dan luas, sehingga sulit untuk menjerat pelaku tindak pidana santet.

Pembuktian yang Sulit

Dalam KUHP lama, pembuktian tindak pidana santet sangat bergantung pada pembuktian adanya "guna-guna" atau "hal-hal gaib", yang sulit dilakukan secara ilmiah.

Perlindungan Korban yang Kurang Memadai

KUHP lama belum mengatur secara komprehensif mengenai perlindungan hukum bagi korban tindak pidana santet.

Kelemahan Pengaturan Tindak Pidana Santet dalam KUHP Lama

Definisi yang Kabur

Pasal-pasal dalam KUHP lama memiliki definisi yang kurang jelas dan luas, sehingga sulit untuk menjerat pelaku tindak pidana santet.

Pembuktian yang Sulit

Dalam KUHP lama, pembuktian tindak pidana santet sangat bergantung pada pembuktian adanya "guna-guna" atau "hal-hal gaib", yang sulit dilakukan secara ilmiah.

Perlindungan Korban yang Kurang Memadai

KUHP lama belum mengatur secara komprehensif mengenai perlindungan hukum bagi korban tindak pidana santet.

Pengaturan Tindak Pidana Santet dalam KUHP Baru

Dalam KUHP baru, tindak pidana santet diatur dalam Pasal 336 dan 337. Pasal 336 menyebutkan bahwa "Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan ilmu hitam, guna-guna, atau hal-hal yang bersifat gaib untuk menyebabkan orang lain menderita sakit, cacat, atau kematian, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun." Sementara itu, Pasal 337 mengatur tentang "Setiap orang yang dengan sengaja menyebarluaskan atau mempertunjukkan ilmu hitam, guna-guna, atau hal-hal yang bersifat gaib, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun."

Kelemahan Pengaturan Tindak Pidana Santet dalam KUHP Lama

Definisi yang Kabur

Pasal-pasal dalam KUHP lama memiliki definisi yang kurang jelas dan luas, sehingga sulit untuk menjerat pelaku tindak pidana santet.

Pembuktian yang Sulit

Dalam KUHP lama, pembuktian tindak pidana santet sangat bergantung pada pembuktian adanya "guna-guna" atau "hal-hal gaib", yang sulit dilakukan secara ilmiah.

Perlindungan Korban yang Kurang Memadai

KUHP lama belum mengatur secara komprehensif mengenai perlindungan hukum bagi korban tindak pidana santet.

Pengaturan Tindak Pidana Santet dalam KUHP Baru

Dalam KUHP baru, tindak pidana santet diatur dalam Pasal 336 dan 337. Pasal 336 menyebutkan bahwa "Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan ilmu hitam, guna-guna, atau hal-hal yang bersifat gaib untuk menyebabkan orang lain menderita sakit, cacat, atau kematian, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun." Sementara itu, Pasal 337 mengatur tentang "Setiap orang yang dengan sengaja menyebarluaskan atau mempertunjukkan ilmu hitam, guna-guna, atau hal-hal yang bersifat gaib, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun."

Syarat Pembuktian Tindak Pidana Santet dalam KUHP Baru

Bukti Materiil

Dalam KUHP baru, pembuktian tindak pidana santet harus didukung oleh bukti materiil, seperti benda-benda yang digunakan dalam ritual santet atau jejak digital terkait perbuatan tersebut.

Keterangan Saksi

Selain bukti materiil, pembuktian juga dapat dilakukan melalui keterangan saksi yang melihat atau mengetahui adanya perbuatan tindak pidana santet.

Bukti Ilmiah

Untuk menguatkan pembuktian, diperlukan juga analisis ilmiah dari ahli yang dapat menghubungkan antara perbuatan dengan akibat yang ditimbulkan.

Tantangan Pembuktian Tindak Pidana Santet dalam KUHP Baru

Kerumitan Pembuktian

Pembuktian tindak pidana santet tetap menjadi tantangan karena melibatkan hal-hal yang bersifat gaib dan sulit dibuktikan secara ilmiah.

Terbatasnya Ahli yang Kompeten

Masih terbatasnya ketersediaan ahli yang kompeten dalam bidang paranormal dan hal-hal gaib untuk mendukung proses pembuktian.

Kendala Psikologis Korban

Korban tindak pidana santet seringkali enggan untuk melaporkan kasus karena ketakutan dan stigma sosial yang melekat.

Persepsi Masyarakat

Persepsi masyarakat yang kurang percaya terhadap pembuktian tindak pidana santet dapat menjadi hambatan dalam penegakan hukum.

Kelemahan Pengaturan Tindak Pidana Santet dalam KUHP Lama

Definisi yang Kabur

Pasal-pasal dalam KUHP lama memiliki definisi yang kurang jelas dan luas, sehingga sulit untuk menjerat pelaku tindak pidana santet.

Pembuktian yang Sulit

Dalam KUHP lama, pembuktian tindak pidana santet sangat bergantung pada pembuktian adanya "guna-guna" atau "hal-hal gaib", yang sulit dilakukan secara ilmiah.

Perlindungan Korban yang Kurang Memadai

KUHP lama belum mengatur secara komprehensif mengenai perlindungan hukum bagi korban tindak pidana santet.

Pengaturan Tindak Pidana Santet dalam KUHP Baru

Dalam KUHP baru, tindak pidana santet diatur dalam Pasal 336 dan 337. Pasal 336 menyebutkan bahwa "Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan ilmu hitam, guna-guna, atau hal-hal yang bersifat gaib untuk menyebabkan orang lain menderita sakit, cacat, atau kematian, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun." Sementara itu, Pasal 337 mengatur tentang "Setiap orang yang dengan sengaja menyebarluaskan atau mempertunjukkan ilmu hitam, guna-guna, atau hal-hal yang bersifat gaib, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun."

Syarat Pembuktian Tindak Pidana Santet dalam KUHP Baru

Bukti Materiil

Dalam KUHP baru, pembuktian tindak pidana santet harus didukung oleh bukti materiil, seperti benda-benda yang digunakan dalam ritual santet atau jejak digital terkait perbuatan tersebut.

Keterangan Saksi

Selain bukti materiil, pembuktian juga dapat dilakukan melalui keterangan saksi yang melihat atau mengetahui adanya perbuatan tindak pidana santet.

Bukti Ilmiah

Untuk menguatkan pembuktian, diperlukan juga analisis ilmiah dari ahli yang dapat menghubungkan antara perbuatan dengan akibat yang ditimbulkan.

Tantangan Pembuktian Tindak Pidana Santet dalam KUHP Baru

Kerumitan Pembuktian

Pembuktian tindak pidana santet tetap menjadi tantangan karena melibatkan hal-hal yang bersifat gaib dan sulit dibuktikan secara ilmiah.

Terbatasnya Ahli yang Kompeten

Masih terbatasnya ketersediaan ahli yang kompeten dalam bidang paranormal dan hal-hal gaib untuk mendukung proses pembuktian.

Kendala Psikologis Korban

Korban tindak pidana santet seringkali enggan untuk melaporkan kasus karena ketakutan dan stigma sosial yang melekat.

Persepsi Masyarakat

Persepsi masyarakat yang kurang percaya terhadap pembuktian tindak pidana santet dapat menjadi hambatan dalam penegakan hukum.

Perlindungan Hukum bagi Korban Tindak Pidana Santet

Dalam KUHP baru, perlindungan hukum bagi korban tindak pidana santet telah diatur secara lebih komprehensif. Korban dapat mengajukan gugatan perdata untuk memperoleh ganti rugi, serta mendapatkan pendampingan hukum dan bantuan pemulihan psikologis. Selain itu, aparat penegak hukum juga memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus-kasus tindak pidana santet. Upaya ini diharapkan dapat memberikan rasa aman dan kepastian hukum bagi korban serta mendorong pelaporan kasus secara lebih aktif

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun