Di saat korban dalam kondisi terdesak, muncul seorang pembeli yang berpura pura menjadi penyelamat korban, karena bersedia segera menebus sertifikat rumah korban di BPR, walaupun dengan kondisi "paksaan" agar korban bersedia melakukan AJB balik nama sebelum korban menerima pembayaran lunas dari pelaku.
Dari segi hukum, akte jual beli yang ditandatangani korban dengan pelaku telah memiliki kekuatan yang sah. Apalagi salah satu klausal dalam AJB menyebutkan bahwa "penjual telah menerima lunas pembayaran dari pembeli". Tapi kita harus sepaham bahwa, hukum itu dibuat untuk menegakkan keadilan.Â
Tentu hukum buatan manusia tidak ada yang sempurna. Selalu ada celah yang bisa dimanfaatkan oleh manusia untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya. Di sini dibutuhkan peran negara dalam memberikan keadilan. Dan kita tidak bisa begitu saja mengabaikan fakta bahwa:
1. Korban saat melakukan AJB dalam kondisi terjepit karena kondisi angsuran nya mulai macet, dan korban mengkhawatirkan aset rumah tempat tinggal diri dan keluarga nya disita oleh BPR. Bisa dikatakan korban saat menandatangani AJB tidak dalam kondisi "sehat wal'fiat secara rohani"
2. Korban telah berusaha melakukan perlindungan pada dirinya melalui perjanjian yang ditandatangani antara korban dengan pelaku, dan korban (perjanjian ini telah didaftarkan ke notaris).
3. Pelaku mengakui di dalam perjanjian tersebut bahwa ia akan melakukan pelunasan kepada korban setelah terjadi pencairan dari bank, yang ternyata selanjutnya janji ini diingkari oleh pelaku setelah kredit dari bank cair atas nama pelaku (KMK).Â
Kemudian, usut punya usut yang dilakukan oleh penulis, penulis menemukan bahwa korban di Pondok Labu bukanlah satu-satunya korban oleh pelaku yang sama. Ada juga korban lain, dan semua korban yang menjadi target oleh pelaku adalah kalangan orang tua yang telah berusia sepuh.Â
Namun ada juga salah satu korban dari pelaku yang masih muda yang berprofesi sebagai pengusaha. Di sini pengusaha tersebut ditawari rumah yang oleh pelaku disebutkan bahwa rumah tersebut dalam penguasan nya (sertifikat di tangan pelaku), karena pemilik rumah memiliki hutang pada pelaku.Â
Setelah selesai transaksi dan pengusaha ini membayar kepada pelaku, saat pengusaha tersebut berminat mengambil kunci di rumah yang dibeli, pemilik rumah terkejut karena merasa dirinya tidak pernah berhutang pada pelaku.
Semakin lama penulis menggali masa lalu pelaku dari orang-orang yang mengenalnya, semakin banyak cerita miring yang penulis dapatkan. Ternyata pelaku memiliki banyak identitas dan di salah satu kasus, pelaku bahkan berani membuat sertifikat palsu, kemudian ditukar dengan sertifikat asli milik korban lain.Â
Setelah itu pelaku membuat identitas palsu sesuai dengan identitas yang ada di sertftikat asli yang telah dipegang pelaku. Luar biasa bukan. Hebatnya lagi, hingga kini pelaku masih terus berkeliaran.