“....” bapak mulai menangis. Air matanya sudah tak bisa tertampung lagi. Kantong matanya sudah cukup sembab.
“Semoga kamu... senang berada dipangkuanNya, Anakku...”
Bapak menenggelamkan wajahnya di dadaku. Menumpahkan semua air matanya. Mencoba meredam suara tangisnya. Dan kereta tetap saja melaju tanpa ampun. Dan orang-orang tetap saja tidur tanpa terganggu.
Anak perempuan wanita setengah baya yang duduk disamping bapak terbangun. Lalu memandangi bapak.
“Bapak jangan menangis, nanti anaknya bangun.”
***
*Terbit di Majalah Budaya Riau Sagang Juni 2010
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!