Setelah Salonga sependapat dengan bujang, target yang mereka incar muncul dari tempat yang tidak mereka duga. Satu kepala tukang pukul tewas seketika akibat tidak sabaran ingin menghunuskan pedang ke target. Â Mereka yang mengira telah mengepung habis markas ini, sekarang berada dalam situasi genting sekali. Ada 'sesuatu' pembunuh yang terbang di atas kepala mereka. Belum cukup sampai disitu, dibalik pintu rahasia keluar pasukan legendaris milik musuh yang siap menghadapi pasukan Bujang. Ternyata bukan hanya itu, Bujang tidak menyadari bahwa markas Keluarga Tong dan sekutu diserang oleh tukang pukul milik musuh. Semakin lama Bujang memutuskan tindakan apa yang harus dilakukan, semakin banyak pasukannya tewas, termasuk letnannya.
"Perintahkan kami, Si Babi Hutan! Bahkan jika itu harus menjemput kematian bersama." (hlm. 439). Begitu lah keyakinan Salonga, Si Kembar, White, dan Sergei bahwa mereka memilih mati dengan menyerang.
Diego & Basyir
Bagian terakhir ini merupakan keajaiban yang diharapkan Bujang pada saat ia kebingungan dalam memutuskan tindakan apa yang harus dilakukan. Aula lantai enam seketika gelap gulita. Seseorang muncul dalam kegelapan. Seorang petarung jarak dekat paling hebat yang pernah Bujang lihat. Ia membantu Bujang menyelesaikan apa yang harus diselesaikan di Aula dalam lima menit dengan suasana masih gelap gulita. Mereka menggunakan teknik yang selama belasan tahun tidak pernah berhasil dilakukan Bujang. Machete milik petarung tersebut juga yang mengakhiri penyerangan Bujang dan pasukan malam itu. Namun, masih ada yang harus dicemaskan Bujang. Markas Keluarga Tong dan sekutu, entah apa kabarnya.
EPILOG
Seseorang yang memuncaki daftar pembunuh bayaran paling mematikan berhasil melarikan diri.
Akhirnya Bujang mengambil keputusan penting dalam hidupnya. Ke mana aku akan pergi? Jalan baru yang dipilih Bujang akan penuh tantangan, tapi ia tahu ke mana ia akan pergi sekarang.
Setiap novel karya Tere Liye yang pernah aku baca, karakter tokoh 'aku' seperti aku yang sedang berada dalam cerita. Bang Tere mampu menghipnotis pembaca agar berimajinasi sesuai alur cerita. Novel 'Pergi' ini membuat saya berada dalam sebuah drama ber-genreaction dan romance, terlebih terasa sangat nyata pada setiap kejadian yang dialami Bujang. Selain itu, ada beberapa pesan moral dan nasehat religius yang tersirat dalam novel ini.
Namun, setiap karya pasti memiliki kekurangan. Begitu juga novel 'Pergi' ini. Ada yang keliru pada halaman 144. Bujang mengatakan 'tiga jam lalu' sesuatu telah terjadi di bandara saat menelepon Lubai. Sebelumnya Lubai mengatakan bahwa mereka baru bertemu 'tiga jam lalu', sedangkan perjalanan pesawat dari tempat mereka bertemu ke tempat Bujang berada saat menelpon memakan waktu dua jam (hlm. 133). Perbedaan lamanya jam ini yang terlihat tidak sinkron jika dipahami lebih teliti.
"Itu berarti sebelum pukul 19.00, pembunuh Kim harus sudah mati." (hlm. 149). Sedangkan dalam cerita bukan Kim yang dibunuh. Sepertinya ini hanya kesalahan penulisan.
"Itu berarti, bedebah itu akan merasakan sensasi seolah selama 150 detik sebelum tubuhnya menghantam cadas bebatuan. ... Detik demi detik, selama 150 menit dalam halusinasi terburuk yang pernah ada." (hlm. 156). Ini juga terdapat kesalahan penulisan. Seharusnya pada kalimat kedua 150 detik bukan 150 menit.