Khal bungkam. Wajahnya tenggelam dalam perenungan. Benaknya terus berupaya menggelar ulang ragam aktifitasnya beberapa hari silam sebelum sesuatu yang amat berharga itu menghilang.
"Di era nguleg sambel aja bisa jadi sebuah konten, Brad! Dia bahkan tidak eksis dimanapun!  No Efbee, Aigee, Tweety, tidak dimanapun! Bukankah ini patut dicurigai? Mengapa dia tak sebagaimana perempuan muda lainnya yang giat berkompetisi unjuk diri? Something fishy? Dodgy?" Jei kembali bertutur. "Apa kita boleh memanggilnya... a recluse? misanthrope?" uajrnya lagi seperti bertanya kepada dirinya sendiri, karena Khal masih asyik merunut alur demi alur dengan harapan segera keluar dari terowongan gelapnya.
"Letterbox?" akhirnya Khal buka suara. "Apa kau bilang, recluse? Kau benar-benar ingin mati rupanya, ha?" Khal mengembalikan selularnya ke tempatnya semula. Antara terganggu dengan investigasi beruntun dari Jei, atau menyerah sesaat karena terowongan itu tak hanya gelap tapi juga pelit sekali akan clue. "OK. Sebagai head of HRD aku paham kau bisa tahu sedetil itu tentangnya yang lenyap dari ajang pamer di media sosial apapun. Fine!" kata Khal dengan santainya, kemudian, "Tapi petualanganmu kurang jauh, surfing-mu kurang mendalam, Mr. Manager! Ada satu tempat yang tidak pernah kau tahu bahwa sesungguhnya ia selalu eksis! Selalu ada! Selalu update!"
"No way!" Jei sama sekali tak terpancing. Dan tak mempercayai tempat itu ada. Dia yakin sangat totalitasnya mengorek data personal, mengintai kesehariannya di kantor bahkan sampai mengutus seseorang untuk memata-matai satu-satunya karyawati yang telah bekerja sejak korporasi ini berdiri hingga hari ini. Ia yang bukan sesiapa hingga Khal datang dari habitat asalnya di Kanada lalu menjadikannya sedemikian istimewa. Ia yang datang paling pagi, pulang dikala kantor sudah sepi, tidak pernah cuti, tidak untuk alasan sakit, menstruasi apalagi family emergency reason for missing work! It's No...and Never! Ia yang tak pernah tampak tertawa terbahak namun penuh senyum saat berinteraksi. Ia yang sangat irit berkata-kata namun kerja tak kenal lelah, lengah dan keluh. Ia yang tangguh meski beberapa orang telah dibayarnya untuk menyentuh hati yang Jei pikir akan rapuh oleh cibir dan bully. Oh, andai Khal tahu, maka benar kematiannya pasti datang bersegera. Ia yang selalu tampak sendiri namun sigap hadir disetiap event, dan disaat setiap elemen membutuhkan kinerja remeh temeh yang orang lain akan enggan melakukannya karena gengsi, harga diri dan sebab menjaga image karena kedudukan, jabatan, dan segala alasan mengada-ada. Meniup berpuluh balon bakal ornament di acara kantor, melipat beratus origami lalu menyusunnya sendiri, dan melakukan apapun yang diluar jod description-nya sendiri. Owh, Jei bergidik ngeri membayangkan yang telah ia lakukan pada gadis yang tak pernah menanggalkan senyumnya kala berjumpa dengannya meski tahu betapa kejam dan tak berperi-humani kepala personalianya itu. Baiklah, setelah ini aku takkan membantah bilapun Khal deklarasi gadis itu titisan Lady Di. Alih-alih menutup mulutnya, Jei membukanya lebar lalu menggelontorkan minuman sebanyak yang perutnya mampu tampung.
"Here!" telunjuk Khal menembak dahinya sendiri. "Dia eksis di kepalaku dan dia real, ya? Segalanya tentang dia is real! Yang kau klaim banyak bertebaran itu semuanya fake! Itu kalau kau berani jujur!" penuh kepuasan Khal berkata.
Diskusi malam itu berakhir dengan kepala Jei tertelungkup di atas meja. Seperti sudah kerap terjadi. Hanya teler yang bisa menghentikan orasi si Mulut Ember, Jei. Khal mengawal di belakang pasukan kecil yang menggotong tubuh tambun Jei, serta memastikan teman semasa kecil sekaligus partner kerjanya itu tersungkur aman di atas kasur dalam kamar apartemennya. Tak peduli akan segala muntahan dan urine bau comberan yang mungkin akan menenggelamkannya. Esok jelang tengah hari, pria lajang di penghujung paruh abadnya itu toh akan kembali muncul di gym, berjalan gontai dengan mata setengah mengantuk, bahu berselendang handuk, lalu duduk menatap hampa Nordic Track 1750 tempatnya biasa berlari, mengumbar tenaga, demi otot jumawa meski semuanya sia-sia.
Dalam perjalanannya menyusuri koridor sepi namun ramai sorot cctv, semestinya Khal tak perlu terintimidasi melihat pintu besi membuka sendiri lalu muncul dari dalamnya seorang sekuriti. Banyak momentum telah ia lalui, seolah takkan ada habisnya hal aneh yang akan ia temui, dan kini......sekuriti?? Dengan wajah yang.........that happy?? Just by looking at me?? Kerutan di kening Khal bermili-senti. Wow, ada apa ini?
"Selamat malam, Tuan!" pria berseragam itu sigap memberi hormat.
Sumringah. Karena jiwa yang ramah? Atau karena tangan kirinya menenteng...hadiah?? Aah, ya, itu pastilah titipan untuk si Jei bedebah. Khal membalas sapaan itu dengan anggukan kecil.
"Saya bersedia menerimanya dan berjanji menyerahkannya langsung kepada Anda setelah memastikan dengan segala prosedur yang telah ditentukan bahwasanya ini bukanlah sesuatu yang berbahaya namun penting sekali dan penuh privasi tampaknya."
Hmm, ya, bahasa personel pembawa amanah keamanan memang SOPnya begitu. Baku dan penuh ketegasan. Lagi Khal harus mematahkan lehernya untuk membalas penghormatannya agar setara.