Mohon tunggu...
Jasmine
Jasmine Mohon Tunggu... Wiraswasta - Email : Justmine.qa@gmail.com

Just me, Jasmine, just a tiny dust in the wind

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Khal-Ra

24 Juli 2022   13:16 Diperbarui: 24 Juli 2022   13:18 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Adakah?" Ra mengulang pertanyaan Khal. Nadanya terdengar tak percaya. "Berapa persentasenya?" sudut mata Ra somehow memicing. Katup bibirnya dirapatkan namun tetap gagal menyembunyikan senyum kecilnya.

Dan meski samar, senyum itu sukses membuat Khal gusar. "Berapa persentasenya?" Khal memulangkan pertanyaan itu. Nada geramnya mengalun berat sangat. Meninggi di akhir gema. Tangannya tersilang di dada. Kakinya dipindahkan ke atas meja dengan kasar. Fokus matanya menyengat tajam ke arah Ra. Cukuplah sudah mewakili betapa ia sangat terganggu dengan pertanyaan trivia semacam itu. Sesuatu yang dicarinya dari dalam laci mendadak kehilangan urgensi.

Di seberang sana, Ra sama sekali tak menyadari badai yang nampaknya kapan saja bisa berubah menjadi tornado. Gadis itu sibuk memindahkan profil Sang Tumbler ke dalam gallery cell phone-nya.

"Kau benar," Khal berkata. Memandang sekilas zona kerjanya yang tampak kian semrawut. Well, memang tak pernah rapi, tapi belum pernah se-chaos ini. "Ya, mengapa tak  terpikir untuk menaruh  racun dengan persentase full memabukkan hingga level kepayang?! Ya-ya, kau benar! Betapa bodohnya aku!" lelaki itupun tergesa keluar ruangan yang mendadak terasa pengap sesak.

Setelah itu jeda kembali mengambang. Lama berselang tanpa suara. Ra duduk  berkesendiri. Lehernya mematah lunglai. Di atas lantai, selularnya tergeletak. Layar datarnya memburam oleh tetes demi tetes yang luruh dari air mata pedih Ra. Kau benar. Kau itu bodoh. Sangat bodoh. Mengapa pula kau harus menyia-siakan tiga tahun hanya untukku? Batin Ra menjerit. Tubuhnya bergidik penuh sakit.

~((*))~((*))~((*))~

Di atas atap gedung, Khal berdiri mematung. Sapuan angin mengatakan mereka bersedia menampung semua bebannya. Pun, berbaris perdu dan berbagai pepohon kerdil lainya yang so well-arranged hingga membentuk sky park yang eco friendly itu serempak berayun, pucuk dedaunnya melambai, riuh berbisik 'Ungkapkanlah wahai kau putra Adam dan Hawa, akar dari prahara yang membuatmu gundah gulana...'

Khal tak menghiraukannya. Pandangannya jauh menerawang. Lurus menembus siluet gedung-gedung pencakar langit. Angannya terbang merindui Bunda. Email, voice call, video call, semua tak sanggup menjadi penawar akan dahaga kerinduannya. Saat ini Khal sangat ingin memeluknya. Bunda yang sangat dicintainya melebihi cinta kepada perempuan yang rahimnya pernah ia huni. Bunda yang ceria, tangguh, gesit dan tak pernah mengeluh itu, siapa mengira bila ternyata selama hidupnya ia telah menanggung beban  masa silam nan kelam.

"Bunda sangat berdosa, Khal. Dan sangat ingin meminta maaf."

Mata Khal terpejam. Mulutnya membungkam. Saat-saat seperti itu, Khal hanya bisa memeluknya erat. Namun seerat apapun dosa-dosa telah begitu kuat menjerat.

"Betapa malangnya ia, Khal," ucapnya dengan sedu-sedan nan memilukan. "Dan betapa kejamnya Bunda kala itu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun