Mohon tunggu...
Jasmine
Jasmine Mohon Tunggu... Wiraswasta - Email : Justmine.qa@gmail.com

Just me, Jasmine, just a tiny dust in the wind

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Nyx...

21 Desember 2016   14:20 Diperbarui: 21 Desember 2016   15:02 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nyx, Bukan Sebuah Cerita Pendek..

Pada awalnya, judul itulah yang ingin kutuliskan. Sebab ceritanya memang amat panjang dan sejujurnya aku kesulitan meringkasnya. Aku sempat didera amuk khawatir dengan tindakanku menyusutkan sebahagiannya yang bisa saja menodai perjalanan epik yang telah susah payah dilaluinya. Jadi, dengan apa yang ada kini, kumohon bermurah hatilah, berilah kelonggaran waktumu untuk menemui... Nyx.

Figs!

Restoran terkemuka itu adalah tempat Nyx bekerja. Di garda belakang, tubuh mungilnya tenggelam oleh diameter besar bak metal pencucian. Tangan dan punggungnya akan selalu bergerak dalam alur dinamis, gesit mengelola seabreg perabotan dapur sebuah plaza kuliner bersemat bintang yang kompetetif dan penuh kebanggaan, Michellin Star. Seperti kebanggaan Nyx dengan profesinya yang dianggap melampaui batas gender. Tidak umum, namun Nyx berhasil mendobrak tradisi bahwa tukang cuci piring tak harus pria. Heran, padahal di  kampungnya, para pria sangat tidak dianjurkan mengemban jabatan sebagai tukang cuci piring, atau ‘Dishwasher’,kerennya. Bagaimana dengan ‘Kitchen Utensil Hygiene Operator? Cukup fancy bukan?  Apapun sebutannya, Nyx hanya peduli kecintaaannya pada pekerjaannya itu.

Dapur Figs tak pernah dirundung sepi. Teriakan Sang Super Chef yang lekas disahuti oleh para co-chef-nya, jerit bel yang mendengking-dengking, hentakan pisau merajah bebahan makanan, besi dan kayu yang saling beradu, raungan minyak bersuhu panas tinggi karena sepercik air, suara lidah api yang membara-bara. Sungguh, tak seharipun dapur besar itu steril dari keriuhan. Barangkali hanya seorang Nyx yang bertahun betah melipat lidah, berpuasa suara. Bukan, bukan karena kendala bahasa karena diam-diam Nyx mampu mengurai Kanton, Mandarin dan Inggris walau tak seorang staff pun mengetahuinya.

Sociophobia-kah Nyx? Hmm, menurutku tidak, ia hanya sedikit introvert dan (mungkin) merasa nyaman dengan ‘tak menjual’ siapa dirinya, berbagi info apapun tentang dirinya, baik di lingkungan kerja ataupun bahkan di media daring yang marak dilakukan banyak orang di belahan dunia manapun saat ini. Nyx tak punya cerita dan koneksi hebat untuk dipajang di dinding-dinding digital. Ia bahkan tak mengenal asal benih dirinya. Malaikat penjaganya sejak kecil hanyalah seorang pria renta yang kelak di kemudian hari ia ketahui tak berbagi sesel pun DNA dengan dirinya. Kakek itu wafat, sehari setelah menitipkan Nyx pada tetangga yang dalam sekejap tega membuangnya ke sebuah panti di kota.

Walau hidup telah berulang kali menyudutkannya pada situasi luar biasa pahit, Nyx kerap heran sendiri mengapa hidup masih saja melekat dan terus memberinya peranan hingga ke negeri beton ini. Pasti Tuhan punya suatu alasan, Nyx yakin begitu dan bertekat mencari alasan tentang kesanggupannya bertahan dan terus lolos dari banyak ujian.

Selesai!

Usai mensterilkan sarung tangannya pada mesin otomatis, hati-hati Nyx mengambil satu demi satu piring-piring berdisain simple namun sisi eleganity-nya begitu tinggi. Menyusul mangkuk-mangkuk bercocor bebek dengan ragam fungsinya di atas meja-meja perjamuan. Lalu sendok, garpu, pisau, sumpit dan gunting makan yang selalu harus tampil cantik dengan kilau yang membuat silau. Semua disusunnya rapi dalam kemasan khusus. Akhir dari perlakuan istimewa terhadap material mahal itu adalah lemari penyimpanan bersuhu tertentu dan minimal jumlah bakterinya yang telah disertifikasi aman. Ini semua belumlah seberapa dibandingkan dengan departemen penyedia bebahan dasar kuliner penggoyang lidah para elite. Brioche khusus diterbangkan dari pedesaan Perancis. Sejumlah mahluk kecil pernah pula didatangkan dari peternakan di sebuah pedesaan UK, The Pharaoh Ants. Namun tidak semua bahan harus menumpang cargo pesawat komersial mahal, masih banyak lagi vegetasi organik yang dipetik dari perkebunan Figs. Setelah semua itu terkumpul, barulah tangan Midas seorang Todd akan menyihirnya menjadi sajian kuliner upper crust.

Hari ini restoran tutup dua jam lebih larut dari biasa. Penguasa setempat dan jaringan kroninya dengan sewenang-wenang telah memakai kredensial kekuasaannya untuk menekan Figs agar memperpanjang jam operasional, demi selebrasi sebuah hari jadi. Sebab itulah yang telah membuat Todd berang. Sejak tadi si jenius  chef itu mondar-mandir di lorong-lorong dapur sambil menebar umpatan.

“Damn it! Damn it! Mereka itu hanya mau makan gengsi, for God’s sake! Bukan adi kulinerku! Manusiadengan uang dan keangkuhan sialan mereka itu! Damn it! Damn it!”Apron putih berbordir nama dirinya itu dicampakkan kasar. Tangannya gemas berkacak pinggang. Rahang abu-abunya menegang. Raut wajah Kaukasianya untuk saat ini sangatlah tak sedap dipandang.

Untuk beberapa saat, sunyi merambati dapur super modern itu. Beberapa staff tampak canggung dan hanya saling melempar pandang tak jenak. Para asisten chef duduk membisu dalam satu meja. Sebotol anggur yang sedianya akan dinikmati merayakan akhir hari melelahkan ini, kaku tak banyak disentuh. Mereka semua sama lelah dan kesalnya dengan Todd. Tak seorangpun berniat gila memperpendek sumbu kejengkelan Sang Boss.

“Keep it calm, dude,”Anya mendaratkan tepukan lembut menenangkan di pundak Todd. Hanya Anya saja yang berani berinisiatif memadamkan api dalam bidang dada Todd.

Kedekatan mereka memang tak hanya sebagai boss and his right hand assistance. Tapi juga di luar Figs, di pesta-pesta terliar dan bebas kaum upper echelon. Juga di ragam event karpet merah yang mendapat limpahan perhatian para pewarta. Nyx tahu bahwa keduanya pun berbagi lantai pada sebuah kompleks hunian vertikal di lingkungan Victoria Peaks yang mewah. Uniknya, sepasang itu tak terperangkap dalam bius romansa. Karena keduanya penganut pola ketertarikan s3x yang berbeda. Nyx sangat tahu akan hal itu. Nyx..??

Sefanja atau Anya(tapi Nyx sejak mula telah memanggilnya Miss Chef, sehingga perempuan Nordic sexy yang hobi mengunyah candy itu acap tergeli-geli dan terus mengulang kalimat penolakan; I am not the chef, I am not the chef) adalah katalisator bagi Nyx bekerja di negeri Tiger Cliff  ini dengan gaji bulat tanpa sesen pun potongan seperti umum terjadi pada pekerja yang terikat kontrak dengan cukong, agensi, atau biro apa sajalah.

Sungguh?

Bermuara pada suatu penghujung hari, Nyx sedang menyapu di sebuah hostel ber-view Teluk Jimbaran nan indah ketika tetiba seorang tamu menjerit kesakitan dan nyaris tenggelam di pemandian air hangat. Nyx hadir sebagai penyelamat dan kehandalannya memijat pun berbuah imbalan ajakan migrasi tanpa TOC. Waktu itu Nyx tak berpikir dua kali. Ia tak punya sesiapa di Bali dan sudah sangat muak dengan manajer cabulnya yang tak henti berkunjung ke kamar sewanya di malam hari dengan cinderamata kilau belati.

Malangnya Nyx, baru beberapa bulan di negeri asing, ia mulai merasakan pepatah keluar dari mulut singa masuk ke dalam congor buaya betina. Manajer Bali terhindari, ini turis asing yang seharusnya tak dipercayai mulailah menancapkan gigi. Nyx cukup waspada ketika kasih sayang yang terasa sangat, sangat tak biasa berlanjut dengan sentuhan kelembutan yang menegakkan bulu romanya. Namun begitu ia tak menolak pemberian nama ‘Nyx’, yang menurut penuturan Anya, bermakna cahaya (dalam bahasa Yunani).

Setelah banyak upaya physical intimacy gagal, mulailah secara intens Nyx disodori ragam L s3x toys, video tentang kehidupan ‘indah’ ala The Dykers berikut metoda memadu asmaranya. Hmm, bamby sexuality, bumper-to-bumper,bahkan Nyx sempat bergabung di even rutin Munch-Brunch, kongko-kongko jelang makan siang bersama komunitas itu. Tapi Nyx tidak sebegitu bodoh bila ‘kenikmatan’ yang ditawarkan itu (mungkin) demi mengaburkan kisah seram tentang obsesi negatif dan kecemburuan yang membabi buta dengan ending cerita fatal. Beruntunglah Nyx, pada upayanya yang terakhir, ia berhasil meyakinkan Anya.

“My darling Miss Chef, please, berhentilah membujuk saya. Yakinlah, semua ini tak ada guna, sebab saya hanya merasa mual, mau muntah, eneg, sungguh Miss Chef. Pokoknya, saya hanya akan bahagia dengan menu buah zakar untuk midnight dinner saya, dan bukan sepasang buah dada.”

Nyx ingat, ketika itu Anya tertawa terbahak-bahak mendengar perumpamaan tak bertedeng aling-aling dari mulutnya.

Bbraakk! Gedumbraanngg!!

Kesunyian itu mendadak terobek-robek oleh suara benda jatuh. Gelombang amplitudonya menjelajahi seluruh sudut dapur. Cengir geli musnah sekejap dari sudut bibir Nyx. Ia tergopoh-gopoh memungut biang kerok kegemparan itu, spatula yang genit menggelincir dari genggam tangannya. Seluruh staff terbangun lalu spontan mendaratkan pandangannya ke arah Nyx.

“And waht the f*ck do you think you are doing?! You! Who in the world do you think you are!”dari jauh telunjuk Todd menggantung, mengacung kaku dengan amunisi penuh mengancam. “You! You! You! Who the f*ck are you?  Are you an illegal migrant worker from f*cking poor third world?!” Todd berjalan ngebut memburu Nyx, dimana ia tampak berupaya menciutkan tubuhnya di sudut walau Nyx juga tahu itu perkara percuma sebab Todd tetap dapat menemukan dirinya. Pasti ada chip GPS tertanam di mata dan otak penguasa Figs itu.

Beberapa staff serentak sigap. Mungkin khawatir Todd melayangkan tangan. Bahkan Anya pun tampak kesulitan mengendalikan diri. Ia berlari mengejar Todd. Dan Nyx..?? Semestinya Nyx sudah terkapar, dihardik sedemikian gahar. Anehnya Nyx sedikitpun tak nampak gentar. Perempuan berperawakan kurus-sedang itu bahkan melirik pun tidak! pada Todd sang Masterchef yang tengah menghukumnya dengan pandangan tajam mencincang. Nyx beranjak perlahan saja, santai mencuci spatula si biang onar. Lalu dengan tenang mengkaitkan si spatula di tempatnya. Kemudian melepas sarung tangan, celemek waterproof, dan terakhir menurunkan penutup kepala. Semua dilakukan setenang bayi dalam buaian inang. Bahkan setelah itu, Nyx lantas berlalu, melewati  Todd, tanpa ber-Sorry Sir!

                                                                                                                                                                                   

Begitu?

Ya, orang lain mungkin akan berdecak. Aku bahkan tergelitik ingin menambahkan unsur kata tak-acuh? Apatis? By omission? Pada sikap Nyx yang demikian itu. Nyx bukannya tak menyadari parade sorotan mata takjub, aneh, bingung, dari seluruh staff. Tapi, aah, sudahlah, begitu mungkin pikirnya. Toh sekian tahun inipun mereka telah melihat dan mencapnya sebagai pribadi pekerja yang misterius, penyendiri lagi sangat pelit bicara. Filipina? New Caledonia? Thailand? Vietnam? Indochina? Indonesia? Pada pertanyaan remeh temeh seperti itupun, jawaban Nyx cukup seutas senyum tipis. Biarlah mereka terus bermain tebak nama negara asalnya. Walau ya, adakalanya Nyx tergoda untuk menyebut nama dukuhnya yang tenang nun di bibir hutan gung liwang-liwung (lebat), yang pasti akan gagal mereka pahami.

Kemungkinan yang lain, Nyx meyakini bila chaos di dapur saat ini bukan sepenuhnya urusannya. Atau, boleh jadi sikap acuh Nyx didorong oleh pikiran sinting atau bodoh (?) tentang.. well, apapula yang perlu ditakuti dari seorang Todd? Sebab Nyx hanya takut pada api. Api yang telah menghitamkan wajahnya. Membuatnya tak cantik. Walau pujian datang bertubi-tubi, disinonimkan atau dikembar-siamkan bersama  Iman Abdulmajid Bowie. Nyx tak peduli, tetap benci api meski bila ‘Nyx’ namanya itu bermakna bunga api, cahaya. Jadi, Todd dengan murkanya yang menurut orang horor, Nyx melihatnya serupa bodor. Kurasa ada sebab lain, tapi sepertinya Nyx belum mau bercerita terlalu jauh.

Lihat!

Waktu sudah bermarathon jauh dari jam pulang yang seharusnya. Dan sekujur tubuhnya pun sudah melolong letih. Energinya hari ini sudah amat terkuras. Nyx tak ambil pening bila esok mengantungi surat PHK sepihak karena etikanya yang dianggap tak beradab. Nyx sudah sangat ingin mengganti hari tercapainya ini dengan malam indah bersama teman tidurnya di bilik flatnya yang nyaman dan selalu memenuhi janji akan pemulihan kebugaran di esok pagi. Tu-tunggu.. ehm, teman tidur? Nyx..??

Dalam perjalanannya menuju stasiun bawah tanah Lok Fu, varian toko bermandi sinar berjajar seolah menyambut Nyx. Ia lantas terpincut neonbox sebuah stand kecil yang memajang aneka majalah. Dan mata sayunya itu dengan segera menangkap sosok familiar yang menjadi tajuk utamanya. Todd? Auh, mengapa seharian ini sulit benar melepaskan diri dari Todd? Bahkan jalanan pun memaksanya melahap Todd.

[..Michael Todd English. Dengan sepasang bola mata biru kelabu yang ternaungi kanopi bulu alis lebat, menyorot tajam mengorek ulu hati, kental akan rasa percaya diri bahkan yang merasa paling maskulin pun mengakui. Ia disebut-sebut sebagai simbol kejantanan lelaki sejati..]

Demikian penjabaran di awal paragraf yang menjorok agak ke dalam badan artikel majalah kenamaan itu. Sekali lagi, Todd-kah yang hendak kalian bahas? Ayolah, tidakkah itu berlebihan? Bukankah ia hanya seorang lelaki? Tak lebih? Mereka, atau si penulis artikel itu jelas tidak mengenal Todd dengan baik. Atau memang begitulah trik menulis atas nama oplah yang tidak diketahui Nyx.

[..Known for his interpretation of rustic Mediterranean cuisine, Chef Todd English expands his culinary borders to international flavor...bla bla bla..]

Bola mata Nyx membesar, nyaris menggelinding keluar usai membacanya. Dengan celemek selutut itu? Ups, orang-orang di kampung justru akan menganggapnya banci. Nyx tersenyum sumir sendiri. Ehh, tidak, sebab Todd tengah membalasnya dengan seringai menawan tak jauh darinya..di sana, di lembaran licin majalah itu. Ya-ya, Figs dan rotasi penuh kegemerlapannya mungkin tak pernah tahu seorang Todd dengan celemeknya yang lain..hmm, celemek bergambar karakter Pororo dengan rerenda peach berjumbai-jumbai di sepanjang sisi.

[He is a star renowned chef, restauranteur, author, enterpreneuer and TV personality...bla bla bla...]

Usai mengenang renda, Nyx urung tertawa. Ia jatuh iba. Sebab sederet label yang tersohor mengglobal itu tak berguna sama sekali di kampungnya yang bersistem teritorial kolot namun jelas dan tegas. Bila dapur adalah istananya  para wanita, maka ladanglah tempat para pria berbangga mandi keringat, beraroma sengat matahari di atas kolam lumpur nan pekat. Maka Todd dengan jubah putih prestisiusnya dan portofolio supernya itu takkan mengubah kekampungan apapun. Apesnya Todd, badut gila mungkin sebutannya di sana.

Sssshhh...!

Desis MRT membuyarkan fokus Nyx pada majalah yang telah gagal total menarik minat belinya itu. Ia bangkit dengan malas, terlalu malas hingga detik berikutnya gerbong-gerbong itu tahu-tahu telah melesat. Nyx pun mengalah dan terduduk lagi, batal menyiapkan kartu Octopus-nya. Lalu menimbang perlukah menginap di motel terdekat? Agar tak perlu ia bersitatap dengan pria teman tidurnya. Apa? Nyx menggeleng cepat dan tawanya pun tertahan demi melihat Todd dalam majalah itu seolah marah dengan alis menukik tajam, menentang pertimbangannya barusan.

Lima!

Sudah butir kelima yang Nyx telan. Biasanya sehari hanya sebutir, namun ini hari Anya memberinya lebih. Sekantung kecil, mungkin berisi 10-20 butir. Permen kenyal manis dalam warna-warni secerah pelangi itu perlahan-lahan mengaburkan pandang matanya. Dan ya, inipun sudah memasuki tahun kelimanya bekerja di negeri ini. Banyak hal telah terjadi, termasuk keajaiban yang memungkinkan Nyx tak tersentuh biro imigrasi, tinggal di lingkungan hebat yang bahkan bagi sebagian warga asli negeri ini tak menyanggupi. Mereka yang terperangkap dalam ‘caged dogs’ atau ‘wire cage home’.., sebuah ka-ka-kandang? Yup! kandang yang berharga HK$ 1500 namun sebuah kasur single pun nyaris tak muat. Jauh, jauh lebih layak kandang yang dimiliki si Puppa, Siberian Husky peliharaan Todd.

Ah, Todd lagi. Mengapa semua hal menghubungkannya dengan Todd? Karena kemarahannya itukah? Ya, ada apakah gerangan dengan Todd? Belum pernah terjadi Todd semurka ini. Pelanggan-pelanggan sombong dan bertingkah sudah banyak ditemui. Dan Chef Todd pemilik kerajaan Figs itu tak pernah peduli karena iapun bagian dari lingkaran society semacam itu. Hmm, mungkinkah sebab yang lain?

Nyx terkesiap. Getar selular itu menggelitik reseptor tangannya. Seberkas cahaya dan seraut wajah muncul bersamaan di layar datar. Nyx tertunduk layu menatap panggilan itu. Sejurus kemudian, karena terabaikan, selular itupun menawarkan pesan.

“Are you home yet? Can we talk? Don’t ignore me. Please..?”

MRT melintas lagi. Desah nafas Nyx terdengar sangat berat. Matanya sudah sangat lelah namun gerbong-gerbong yang melaju memaksanya menatap dengan kabur tahun demi tahun yang telah ia lalui. Entah mengapa Nyx hanya menemukan kehinaan sepanjang tahun-tahun itu.

Tahun pertamanya jelas sangat menyiksa. Berkesendirian di negeri asing. Bersitemu dengan orang-orang asing, terkepung dalam lansekap dan bising bahasa asing. Semua yang asing itu telah berhasil ia lalui. Hidup Nyx mungkin dikelilingi para dewa Fu Lu Shou hingga gerbong berikutnya terus menyuguhkan fortuna. Tahun kedua itu Nyx bersua pria, pengubah hidupnya secara total.

Tak jelas muasal keberaniannya, Nyx sendiri masih terus heran mengapa ia tak menolak, cenderung menyambut, ketika pria itu membujuknya untuk berbagi, apapun, bahkan untuk hidupnya yang amat berharga. Mungkin Nyx sudah terlampau jenuh dengan keterasingannya. Atau Nyx (seperti banyak perempuan Asia lainnya) telah terpukau dengan cara pria itu menatapnya. Lembut, hangat, bersahabat, dan menyimpan bara yang sangat ingin Nyx ketahui; akankah dan bilakah bara itu menyakiti? Sesakit apakah? Panas yang membakar dan mengelupas ari seperti bara yang menyulut panti lalu meninggalkan tato abadi? Nyx membelai mendung di wajahnya yang takkan terhapus meski hujan setahun membasuh, jejak lidah api yang kan dibawanya mati. Andai para jahanam berkedok petugas panti tak tergiur menodai keremajaannya yang baru dimulai, tentu Nyx pun takkan tergiur menggesek bebatang korek.

“I am so sorry, Darl. Will you forgive me? No, do not forgive me. But I do really need you in my life. I’ve been overstressed when you said you’re done with me.”

Telepon pipih itu memang dirancang untuk menjadi pintar. Lihat! layar datarnya kembali menelurkan sebuah pesan dalam cahaya yang menyilaukan. Tanpa pernah Nyx minta.

“Go home and I’ll be there as soon as I can. Promise.”

Ah, tidak, sungguh Nyx tak ingin lagi berpikir tentang kompleks megah di distrik Kowloon yang wah. Senyaman apapun flat itu. Sehangat apapun tubuh berotot yang memeluknya erat-erat tiap malam. Sedahsyat apapun bisik rayu, cumbu dan kutipan cinta, hingga kalimat terkotor yang justru memuncakkan gairah. Juga, seliar apapun drama yang mereka pentaskan di malam-malam penuh bilur dosa. Tidak untuk alasan apapun, tidak, tidak, bahkan untuk alasan paling tepat semisal kegigihan pria teman hidupnya yang berhasil mengusir segala bentuk ketakutan Nyx lalu memberinya hidup nyaman, pengalaman bengal, dan semua hal yang sanggup memutuskan Nyx dengan getir-anyir-pahit kehidupan. Tapi duhh.., mengapa kini terasa sedih-pilu-malu mengingat banyak perilaku yang diatas-namakan cinta dan kebebasan itu??

Nyx menggigit bibir. Perih.

Di kampungnya ia akan menjadi boneka tak berbaju yang diarak dengan kendang bertalu-talu. Serapah pezina yang tak tahu malu akan muncrat bersama ludah-ludah penuh mantra jijik. Bagaimana menjelaskan kepada kampungnya bahwa tak ada yang disebut norma di sini. Agama? Yang mudah dan memberi banyak kebebasan itulah agama. Bahwa kata ‘zina’ seharusnya dikeluarkan dari kamus bahasa sebab itulah gaya hidup urban modern dimana separuh warga dunia telah melakukannya. Mereka, warga dunia itu, akan ramai-ramai menghujat dan mentertawakannya bila Nyx berani berfatwa.

Nyx tak tahu sihir dan kutukan macam apa yang mengalir di tubuh ringkihnya hingga seorang pria yang memiliki dunia dalam kedua belah telapak tangannya itu memilih merendahkan diri dan memohon agar tak meninggalkannya padahal perempuan di negeri ini ibarat kembang gula yang semarak dalam toples kaca, mudah dijumput kapan suka. Ah, tapi urusan merendahkan diri memang tak aneh lagi. Nyx pun demikian. Mustahil ia lupa dengan permainan menyenangkan dan sangat variatif di atas mahligai syahwat. Persetan dengan ikatan sakral bersaksikan majelis malaikat bila sebuah komitmen dianggap sudah cukup mengikat. Walau kurunnya acap terbilang singkat. Nyx terkenang betapa garang ia bertarung di dataran empuk bersama pasangan haramnya hingga gelarnya di atas arena asmara itu adalah pecinta hebat dengan lautan alternatifnya. Gelar hebat, kepuasan yang nikmat, tapi mengapa Nyx justru merasa terlaknat? Barangkali Tuhan pun telah mengeringkan kawah rahimnya agar benih suci tak tersemai walau ribuan kali sudah persetubuhan itu terjadi.

“Where RU? Don’t you dare tell me you’re leaving this country... Kembalilah kepadaku, Nyx. The years we’ve spent together were spectacular... Please consider that..”

Nyx geram. Ternyata selularnya tak hanya pintar tapi juga cerewet sekali.

Lima, lima, lima! 5 tahun itu sungguh lama, terlalu lama. Mengapa begitu lama untuk tiba di titik nadir? Mengapa harus sekasip ini untuk memihak pada nurani? Tak kunjung usai Nyx terkesima merenungi lamanya ia betah berkubang dalam kehinaan. Padahal sungguh, demi Allah dan RasulNya yang telah mikraj hingga ke Sidratul Muntaha, Nyx ingin segera pulang ke masa itu. Kembali menggelung rambutnya dibalik telekung, bersimpuh di sepertiga malam, membumikan keningnya yang basah, bersujud. Tak apa dikatakan kuno, feodal, primitif, bahkan sebutan archaic pun tak masalah. Apa boleh disoal bila hanya doktrin keilahian itulah yang membuatnya ternyaman, tentram, damai, selesa terlepas dari kemerosotan moral, terbebas dari rasa bersalah, tercabut dari bising nurani yang terus mengutuknya hari ke hari, tiada henti...

Dan bila benar ‘Nyx’ bermakna cahaya maka sebagai awal ia ingin menyinari dirinya terlebih dahulu sebelum semburat sinarnya menerangi sekitar. Setelah itu ia mau ‘Nyx’ mati dan lahir kembali sebagai Nik, sebab Nunik, demikianlah nama yang tertera di surat lahirnya, dan tak kalah indah maknanya. Nunik yang bermakna terhormat senarai dengan hasratnya menjadi perempuan yang terhormat. Tapi dimanakah sajadah, mukena, tasbih dan kitab suci yang dibawanya dari tanah air? Piranti yang Nyx yakini mampu mengantarnya pada pundak kehormatan itu.

Blup! Blup!

Sebelum cahayanya benar-benar padam, sebuah pesan lain muncul di layar. Nyx menyentuh voicemail dengan ujung jari jemarinya yang mendadak terjangkiti tremor hebat. Lidahnya pun tetiba mengkaku.

[..Hello you there...]

Suara Anya dalam voicemail itu beralun panjang dan entah bagaimana sanggup meninggikan kuduk.

[..How are you, Dear, my sweet  little Nyx..]

[..You know what? Jika kau tak mengijinkanku memilikimu, maka tak seorang pun boleh bersamamu, tidak seorang pun, meski dia seorang Todd sekalipun. Nej! Nej! Nej!]

[..Take all the candies, Nyx. Bye-bye, have a good night and sleep tight... , min lilla gumman..]

Sejak itu kujung tubuh Nyx mulai terasa meriang. Bulu romanya meremang. Tertatih-tatih Nyx mencari sudut tersepi. Meski gerbong kereta terakhir telah lama diseret ntah kemana, stasiun ini tak pernah benar-benar sepi.  Lok Fu tak pernah ditinggalkan sendiri, selalu ada yang melintas meski hanya satu-dua, petugas kebersihan. Tidak demikian halnya dengan Nyx. Ia meringkuk sendiri, tampak sekarat. Kantung permennya tak lagi memuat. Malam ini manis kenyalnya terhisap lebih lezat. Kepala Nyx kian terasa memberat, berat...lalu Nyx tak ingat.

Di stasiun bawah tanah itu, lekas kutinggalkan Nyx. Aku tak dapat menyebut diriku seorang sahabat, namun aku juga bukanlah pengkhianat. Hanya tak baik bagiku terlalu lama bersamanya di saat Nyx tak lagi memancarkan cahaya. Jasad dinginnya kini mustahil ditinggali. Aku harus segera pergi. Mencari Nyx yang lain. Nyx yang tak ingin fitrah kembali. Nyx yang mudah dikelabui. Nyx yang  mempercayai bahwa Power(bukan poverty), money(bukan mosque), adalah mata kail yang takkan menyakiti. Sungguh tak sulit menemukan sosok Nyx semacam itu. Dari pengalamanku, banyak yang akan berlari, tergesa menghampiri. Dengan suka hati. Tanpa menimbang lagi..

[. Fin.]

*Nej (Swedish) : No

*Min lilla gumman (Swedish): My little girl


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun