“Are you home yet? Can we talk? Don’t ignore me. Please..?”
MRT melintas lagi. Desah nafas Nyx terdengar sangat berat. Matanya sudah sangat lelah namun gerbong-gerbong yang melaju memaksanya menatap dengan kabur tahun demi tahun yang telah ia lalui. Entah mengapa Nyx hanya menemukan kehinaan sepanjang tahun-tahun itu.
Tahun pertamanya jelas sangat menyiksa. Berkesendirian di negeri asing. Bersitemu dengan orang-orang asing, terkepung dalam lansekap dan bising bahasa asing. Semua yang asing itu telah berhasil ia lalui. Hidup Nyx mungkin dikelilingi para dewa Fu Lu Shou hingga gerbong berikutnya terus menyuguhkan fortuna. Tahun kedua itu Nyx bersua pria, pengubah hidupnya secara total.
Tak jelas muasal keberaniannya, Nyx sendiri masih terus heran mengapa ia tak menolak, cenderung menyambut, ketika pria itu membujuknya untuk berbagi, apapun, bahkan untuk hidupnya yang amat berharga. Mungkin Nyx sudah terlampau jenuh dengan keterasingannya. Atau Nyx (seperti banyak perempuan Asia lainnya) telah terpukau dengan cara pria itu menatapnya. Lembut, hangat, bersahabat, dan menyimpan bara yang sangat ingin Nyx ketahui; akankah dan bilakah bara itu menyakiti? Sesakit apakah? Panas yang membakar dan mengelupas ari seperti bara yang menyulut panti lalu meninggalkan tato abadi? Nyx membelai mendung di wajahnya yang takkan terhapus meski hujan setahun membasuh, jejak lidah api yang kan dibawanya mati. Andai para jahanam berkedok petugas panti tak tergiur menodai keremajaannya yang baru dimulai, tentu Nyx pun takkan tergiur menggesek bebatang korek.
“I am so sorry, Darl. Will you forgive me? No, do not forgive me. But I do really need you in my life. I’ve been overstressed when you said you’re done with me.”
Telepon pipih itu memang dirancang untuk menjadi pintar. Lihat! layar datarnya kembali menelurkan sebuah pesan dalam cahaya yang menyilaukan. Tanpa pernah Nyx minta.
“Go home and I’ll be there as soon as I can. Promise.”
Ah, tidak, sungguh Nyx tak ingin lagi berpikir tentang kompleks megah di distrik Kowloon yang wah. Senyaman apapun flat itu. Sehangat apapun tubuh berotot yang memeluknya erat-erat tiap malam. Sedahsyat apapun bisik rayu, cumbu dan kutipan cinta, hingga kalimat terkotor yang justru memuncakkan gairah. Juga, seliar apapun drama yang mereka pentaskan di malam-malam penuh bilur dosa. Tidak untuk alasan apapun, tidak, tidak, bahkan untuk alasan paling tepat semisal kegigihan pria teman hidupnya yang berhasil mengusir segala bentuk ketakutan Nyx lalu memberinya hidup nyaman, pengalaman bengal, dan semua hal yang sanggup memutuskan Nyx dengan getir-anyir-pahit kehidupan. Tapi duhh.., mengapa kini terasa sedih-pilu-malu mengingat banyak perilaku yang diatas-namakan cinta dan kebebasan itu??
Nyx menggigit bibir. Perih.
Di kampungnya ia akan menjadi boneka tak berbaju yang diarak dengan kendang bertalu-talu. Serapah pezina yang tak tahu malu akan muncrat bersama ludah-ludah penuh mantra jijik. Bagaimana menjelaskan kepada kampungnya bahwa tak ada yang disebut norma di sini. Agama? Yang mudah dan memberi banyak kebebasan itulah agama. Bahwa kata ‘zina’ seharusnya dikeluarkan dari kamus bahasa sebab itulah gaya hidup urban modern dimana separuh warga dunia telah melakukannya. Mereka, warga dunia itu, akan ramai-ramai menghujat dan mentertawakannya bila Nyx berani berfatwa.
Nyx tak tahu sihir dan kutukan macam apa yang mengalir di tubuh ringkihnya hingga seorang pria yang memiliki dunia dalam kedua belah telapak tangannya itu memilih merendahkan diri dan memohon agar tak meninggalkannya padahal perempuan di negeri ini ibarat kembang gula yang semarak dalam toples kaca, mudah dijumput kapan suka. Ah, tapi urusan merendahkan diri memang tak aneh lagi. Nyx pun demikian. Mustahil ia lupa dengan permainan menyenangkan dan sangat variatif di atas mahligai syahwat. Persetan dengan ikatan sakral bersaksikan majelis malaikat bila sebuah komitmen dianggap sudah cukup mengikat. Walau kurunnya acap terbilang singkat. Nyx terkenang betapa garang ia bertarung di dataran empuk bersama pasangan haramnya hingga gelarnya di atas arena asmara itu adalah pecinta hebat dengan lautan alternatifnya. Gelar hebat, kepuasan yang nikmat, tapi mengapa Nyx justru merasa terlaknat? Barangkali Tuhan pun telah mengeringkan kawah rahimnya agar benih suci tak tersemai walau ribuan kali sudah persetubuhan itu terjadi.