“Ibu tahu ngga?! Tangan si Tuan Bapak tuh, yang mestinya dipakein gari besi berduri biar ngga ngoprek kamarnya si Dar. Tiap kali Ibu mengaji Tuan Bapak menyelinap masuk rumah dan langsung menyeret Dar masuk kamarnya. Buang hajat, Bu!”
Sudah barang tentu penuturan Mar kali kian ini sukses membuat setiap mulut ternganga lebar. Tak ada yang berusaha menghentikan Mar, semua orang masih terguncang dengan efek kejut dari mulut Mar. Bapak menyumpah-nyumpah kasar, sangat, sangat, kasar. Nyonya Ibu menitikkan airmata. Sedikit iba melihat itu, tapi tak kuhalangi rasa senang demi mendengar rahasia bertahun-tahun yang kini tengah dibedah Mar.
“Sudah cukup Mar, cukup. Bisakah sekarang kau pergi saja, ya?” tatapan Nyonya Ibu sememelas wajahnya yang pias.
“Ibu, kalau saya pergi tanpa bicara apa-apa, nanti saya berdosa sama Dar, Bu,” jawab Mar. “Dan selamanya Ibu takkan pernah tahu topeng macam mana yang telah mereka pakai selama ini di depan Ibu. Mereka itu keluarga Ibu loh,” papar Mar lebih jauh.
“Wis Mar, uwis, uwis,” kini nada Nyonya Ibu terdengar memohon. Pada seorang pembantu?
“Windy itu loh Bu. Perawan tapi ngga jelas. Anak gadis macam dia kalau di kampung saya sudah dipasung. Saban hari pulang pagi dengan langkah kaki antara khayangan dan bumi. Mabuk tuak, mendem dugem. Nggendhak sak lanang-lanang cuman buat puyer yang bikin ngawang-awang,” cerocos Mar seperti ban nggembos. Aku mesem mendegar ucapan Mar. Pembantu abad 21 memang beda dengan mereka di masa lalu.
“Dan Ibu kok ya percaya saja, puas hanya dengan penjelasan Cindy yang selalu mengatakan kerjaan di kantor banyak dan sangat menuntut. Dia malah linglung, si Dar kok diambungi,” lanjut Mar.
“Kamu semakin ngawur saja, Mar! Sudah cukup, hentikan!” hardik Nyonya Ibu.
“Dar sudah mencoba mengganti kunci kamarnya. Tapi malah Sandy mengancam akan mengadukan aib itu pada Ibu,” lagi Mar menambahkan.
“Sssan, Sandy-ku?” diantara linangan airmatanya Nyonya Ibu kembali terkejut.
“Lah iya Sandy putra Ibu! Bapak dan anak sama saja kok Bu. Saya heran kok ya pemuda ngganteng seperti dia mauuuu gitu sama si Dar kampung. Hingga suatu hari Dar mendapati dirinya berbadan dua dan ia telah dua kali meluruhkan jiwa-jiwa malang yang sempat bermukim di rahimnya,” beber Mar lebih lanjut.