Mohon tunggu...
Jasmine
Jasmine Mohon Tunggu... Wiraswasta - Email : Justmine.qa@gmail.com

Just me, Jasmine, just a tiny dust in the wind

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lingkaran Belis

25 Februari 2015   05:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:33 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Wajah Nyonya Ibu seputih kembang klungsu. “Kau sangat tidak sopan, Mar. Kau jauh dari yang dijanjikan,” bibir merahnya bergetar hebat. Aku senang melihat huru-hara ini. Pasti akan lebih seru dari drama yang diatur-atur, aku bertaruh.

“Ibu mah terlalu naif, terlalu mudah ditipu agen penyalur pembantu yang memangnya terlatih untuk bermulut manis, Buuu!” Mar menjawab tanpa dosa. “Apakah Ibu masih tidak sadar telah dibodohi sales-sales itu, tahu ngga Bu, mereka itu hanya jualan janji saja. Sama seperti semua pemimpin negeri ini. Janji, janji, siapa beli, hihihi, lah kok ngelantur ya saya?” terkikik Mar menyadari ucapan ngawurnya. Tingkahnya tampak seperti orang berlebih bahagia, atau tengah menggila sesaat?

“Ibarat mayapada dan nirwana, kau dan si Dar itu,” cetus Nyonya Ibu. “Sangat tak sebanding! Tak seujung kuku pun!” tandasnya.

“Lah, ya tentu saja dong, Bu! Semisal dilahirkan kembar dengannya pun tak maulah saya disamakan,” Mar semakin berani. Seisi rumah kian melongo. Mereka mungkin mengira Mar telah kesurupan. Aku tepuk tangan, suka cita melihat para aktris reality show ini.

Sandy beranjak menghalangi niat Cindy melempar sendalnya. “Jangan dulu Cin, kita lihat mau sampai dimana ulah pembantu kumuh ini!” tukas Sandy.

Merasa diberi keleluasaan Mar tak gentar mengumbar. “Hingga laut digulung, bumi dibelahpun Nyonya Ibu selamanya tak akan menjumpai seseorang macam si Darsiti bodoh itu. Dan kalau bukan karena Dar, saya pun tak sudi jejakkan kaki di rumah terkutuk ini!”

“Diam! Sekarang juga kau angkat kaki dari rumah ini. Brengsek, kau itu digaji untuk tenagamu bukan untuk mulutmu yang bau busuk itu. Cepat pergi, sebelum kupanggil polisi!” gertak Tuan Bapak tak main-main.

“Silahkan panggil polisi. Se-Komdak pun saya tak takut!! Justru polisi nantinya yang akan memborgol Tuan Bapak bukan saya!” ejek Mar.

Aku tertawa dengar cemoohan itu. Si Marwati pasti tak tahu pria-pria berseragam bisa sangat oportunis, borgolnya bukan lagi terbuat dari besi tapi dari gulungan money, money.

“Maaar!” Nyonya Ibu sudah kehilangan kesabaran.

Mar melompat ke samping meja makan, lalu berlari kecil menghindari manuver sendal Cindy, tangannya sigap menangkap sendal bernoda mani eks hotel melati tepat sebelum mendarat di jidatnya yang jenong menongnong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun