“ Eh copot ... copot ..," Yuni terkaget-kaget dan wajahnya merah merona.
Pak Kyai sepertinya tak mau kehilangan momen," Maukah menikah denganku Jeng Yuni?"
" Ah... Pak Kyai bercanda,” Yuni menenangkan diri sambil memperbaiki cara duduknya.
Tak pernah terbayangkan dalam benak Pak Kyai sebelumnya sampai pada keinginan ingin menikahi Yuni. Ya ..usia Yuni matang, lekuk pinggang dan busung dadanya menandakan hormon kewanitaannya melimpah. Demikianlah bahasa alam yang terungkap ketika seorang wanita menarik lawan jenisnya, sebagai bekal untuk bertahan di muka bumi, guna meneruskan keturunannya, beranak pinak dan pada saatnya berubah jadi gendut dan menua.
Dan akhirnya dusun Adem Ayem kembali tentram dan damai. Pak Kyai Joko bisa menyelesaikan permasalahan Yuni yang bikin heboh dan mendapatkan bonus dari Tuhan bisa menikahi pujaan hatinya waktu kecil. Yunipun merasa bahagia telah ditinggikan derajatnya karena dinikahi ulama terpandang di dusunnya, dan yang paling penting ia tak terusir lagi dari dusunnya. Semua merasa bahagia, win win solution. Bu Sastro kini merasa tenang bisa menghabiskan masa tuanya bersama Pak Kadus Sastro tercinta.
Di malam dingin, diantara suara angin yang mengguncang rimbunan daun bambu, sepertinya terdengar sayup-sayup suara Yuni mengucapkan kebiasaan latahnya, dikageti apa ia sama pak Kyai kok kini malah campur aduk tak karuan latahnya,“ Ehh .. Anu-copot ...eeh anu-copot ..eh maaf Pak Kyai.“
“ Hayoo ... Jeng Yuni nggak boleh latah jorok lagi yaaa,” pak Kyai agak kecewa latah jorok Yuni kambuh lagi.
“ Saestu Pak Kyai ... kulo mboten goroh.” (Sungguh Pak Kyai ... Saya tidak bohong kok).
“ Ssssttt .....diam,” bisik pak Kyai Joko mesra.
Washington DC,
Janu Jolang
pengelola blog http://suararantau.blogspot.com/