Mohon tunggu...
Janu Jolang
Janu Jolang Mohon Tunggu... wiraswasta -

penulis dan pengelola blog http://suararantau.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kembang Desa Pulang Kampung

14 Januari 2015   17:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:09 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“ Ya ya ya Pak Kyai. Saya akan mencoba,” wajah Yuni berubah ceria dan semangat.
Dan ketika Pak Kyai Joko latihan mengageti Yuni, dan kebiasaan latah joroknya masih tetap saja, Pak Kyai hanya geleng-geleng kepala sambil tersipu malu. Orang-orang yang lewat di depan surau dan mendengar latah jorok Yuni tersenyum kecut. Mungkin besok bisa berubah, atau minggu depan. Dan ketika sampai berhari-hari Yuni tak bisa melepas kebiasaa joroknya, Pak Kyai tak kehilangan kesabarannya. Sebagai guru, ia kemudian membuat target sela dengan membelokkan latah joroknya Yuni menjadi Eh copot .. copot. Ya... ia terinspirasi dan sering melihat orang latah mengucapkan kata-kata itu. Hal yang pernah dipopulerkan penyanyi cilik Adi Bing Slamet lewat lagu Mak Inemnya.

Akhirnya, walau memakan waktu lama dan dengan penuh kesabaran dari kedua belah pihak usaha itu berhasil. Pak Kyai Joko merasa senang. Yuni girang bukan kepalang. Kini kalau ada sesuatu yang mengejutkan maka kata-kata yang keluar dari mulut Yuni: Eehh copot ..copot, bukan latah jorok yang dulu, eehh ..anu ... anu.

Kabar kesuksesan Pak Kyai Joko menyembuhkan latah jorok Yuni membuat Pak Kadus senang, anak-anakpun ikut senang. Sekarang mereka malah mengikuti latah barunya Jeng Yuni, eh copot...copot, sambil tertawa-tawa gembira. Ibu-ibu dusun Adem Ayem akhirnya tenang kembali, hanya Bu Kadus seorang diri merasa sebaliknya.
Bersyukur dan berbahagialah seseorang yang dibimbing alim ulama yang selalu mengajarkan suri tauladan, kebaikan, cinta kasih, tata krama, sopan berbahasa, dan berbudi pekerti. Yuni merasakan kehadiran Kyai Joko sangat dekat dalam dirinya.
***

Disela-sela waktu longgar seputar surau siang itu, Kyai Joko sedang terlibat pembicaraan dengan Yuni . Kali ini tidak lagi membahas latahnya melainkan hal lain.  “Jeng Yuni masih kayak dulu lho, awet muda. Resepnya apa? Mbok aku dikasih tau.“

Yuni kaget dengan pertanyaan itu. Ia tak menyangka ucapan Pak Kyai akan seperti itu. Jangan-jangan kebiasaan joroknya selama ini mengakibatkan timbulnya kegelisahan terpendam pada diri Pak Kyai. Tapi segera ingatan Yuni  melayang ke masa mudanya ketika Kyai Joko, adik kelasnya dulu di SMP mencoba mendekati dirinya. Yuni ingat ketika Joko memboncengkan dirinya dalam karnaval sepeda 17 an. Juga beberapa kali pernah datang ke rumahnya.

“ Aah bisa aja Pak Kyai, hmmm resepnya apa ya? Hehehe.”

“ Wah ternyata sudah lama kita nggak ketemu ya jeng Yuni. Sudah puluhan tahun. Ayo crita pengalamanmu merantau. Aku ingatnya dulu waktu jaman SMP, he he he. Jangan ngomong siapa-siapa ya jeng Yuni, aku dulu pengagum gelapmu lho.”

Dan ketika Yuni memahami bahwa Pak Kyai berubah jadi sedikit kekanak-kanakan dan tersipu malu, ia sama sekali tak merasa kehormatan Pak Kyai menjadi luntur. Semua laki-laki dewasa pada dasarnya adalah kanak-kanak yang butuh perhatian, kasih sayang, dan pelayanan. Apalagi Pak Kyai statusnya masih single. Yuni tetap menghormati Pak Kyai sebagai panutan moral warga dusun Adem Ayem.

“ Boong banget seeh .... puacarmu kan segudang...eh becanda Pak Kyai. Aku sudah tua loh,” tiba-tiba Yuni berbicara dalam logat Betawi, barangkali dia pernah merantau ke sana. Suasana sangat akrab dan tidak formil.

“ Kalo ingat jaman dulu lucu ya jeng Yuni. Waktu mboncengke kamu naik sepeda onthel senangnya minta ampun. Tapi habis itu bingung mau gimana? He he he cinta monyet, belum ngerti jurus-jurus merayu wanita. Jadinya diam saja, dipendam. Eeh ini jangan dimasukan hati ya, Jeng. Ini cuma pengakuan saja.“

“ Ha ha ha lucu....lucu. Iya ... iya tenang saja Pak Kyai, kita kan bukan hanya sudah dewasa tapi sudah tua, hehehe.. Cerita seperti ini kan jaman muda dulu Pak Kyai.“

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun