Mohon tunggu...
Janu Jolang
Janu Jolang Mohon Tunggu... wiraswasta -

penulis dan pengelola blog http://suararantau.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kembang Desa Pulang Kampung

14 Januari 2015   17:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:09 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash


Dusun Adem Ayem digegerkan kedatangan Yuni Amperawati mantan kembang desa puluhan tahun silam. Kala itu tak seorangpun tahu kapan Yuni pergi, ibunya terisak hanya bilang Yuni merantau, entah ke Arab, Taiwan, atau hanya ke Jakarta. Banyak pemuda dusun patah hati dengan misteri kepergiannya. Dan kini ketika pulangpun tanpa woro-woro, ia tiba-tiba menjelma bak peri Kayangan. Sisa-sisa kecantikannya masih terpancar di wajahnya.


Warga dusun Adem Ayem amatlah bersahaja, santun, dan religius. Pak Kyai Joko sebagai panutan dan pengayom warga dusun punya peran penting dalam menjaga keharmonisan hidup sehari-hari. Hanya bu Sastro, istri Kepala Dusun yang agak terganggu dengan kepulangan Yuni.

Tak butuh waktu lama Yuni dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang pernah jadi kesehariannya dulu. Selain ramah, Yuni kini telah jadi wanita yang matang. Ia tak segan mengulurkan tangan membantu yu Warti memasak untuk santri Pak Kyai. Di hari Minggu pagi yang menjadi kebiasaan warga dusun, ibu-ibu pergi mencuci pakaian di sungai yang jernih dan berarus deras, bapak-bapak memandikan kerbaunya, sementara anak-anak main cebur – cebur-an bertelanjang badan, beratraksi salto hingga pantatnya berdebam menghantam air. Yuni tersenyum melihat tingkah polah anak-anak. Maklum anak kecil tak ada rasa malu walau telanjang bulat dan alat kelaminnya lari kemana-mana. Tabu ketika mereka sudah akil baliq, dan alat tersebut sudah bisa berfungsi sebagai alat reproduksi. Dalam bahasa Jawa, sebutan thithit -- berubah menjadi “anu”,  ya karena “anu” tidak layak diucapkan terang-terangan, tertulis, atau di depan publik. Dan mengenai “anu” inilah biang keladi Yuni mendapat masalah yang membuat geger dusun Adem Ayem.

Kejadiannya sendiri bermula saat Kyai Joko mengadakan pengajian malam Jum'at di suraunya. Semua santri dan warga dusun hadir bersimpuh di atas tikar, menyimak dengan seksama Pak Kyai karismatik yang bersuara empuk itu. Semilir angin malam sesekali membawa bau kotoran sapi dari kandang belakang milik pak Kyai, tapi itu tak mengurangi suasana khidmat yang menenangkan hati.

Yuni ikut hadir, terpana menyimak Pak Kyai. Tiba-tiba ada seekor lalat Ijo hinggap di jidatnya, barangkali lalat itu kabur dari kandang sapi. Dan Atun yang berada di sebelah Yuni secara reflek menepuk lalat itu. Warga yang hadir tak mengetahui kejadian itu sampai Yuni melontarkan kata-kata yang mengagetkan, ia berteriak latah, “ Eh.. Anu ... anu .... (menyebut alat vital laki-laki dewasa).. eeh anu ... Ya Tuhan .... maaf.”

Semua hadirin terbelalak bak disengat lebah. Pandangan mereka serentak melotot ke arah Yuni yang tertunduk malu. Bu Sastro istri pak Kadus memandang Yuni dengan jijik. Ditengah suasana khusuk menghadapkan diri kepada Tuhan, terselip kata-kata tak senonoh keluar dari mulut Yuni tentang alat kelamin laki-laki dewasa.
Konon kebiasaan “Latah” adalah bentuk pertahanan diri ketika ia kaget atau sering dikageti. Insting itu tersambung  cepat ke kosa kata di otaknya, entah itu punya arti menyenangkan, lucu, atau bahkan traumatis. Hal itu sangatlah alamiah dan dapat dimaklumi. Tapi jika itu terjadi pada acara suci keagamaan apakah bisa dimaklumi? Yuni kini menanggung semua akibatnya.

Keesokan pagi kehebohan itu cepat menyebar. Ibu-ibu yang tadinya akrab kini menjaga jarak, saling berbisik, dan menghindar. Tak butuh waktu lama, beredarlah rumor bahwa Yuni adalah perempuan nakal yang suka mangkal di warung remang-remang, menunggu supir-supir truck melepas lelah sambil menawarkan tubuhnya dengan genit. Rumor tak berhenti di situ, sebaliknya malah tambah hebat, ada pihak ketiga yang sengaja menghembuskannya. Bu Kadus sendiri tampak vokal seolah dia sedang mensosialisasikan program kesejahteraan keluarga layaknya Pos Yandu.

Yang bikin Yuni jengkel, anak-anak kini sering mengageti dirinya entah sedang di pekarangan, di sungai, atau di jalan, latah joroknya jadi bertambah hebat. Konyolnya anak-anak menirukan latahnya sambil berlari-lari kegirangan. Ibu-ibu yang risih mendengar kata-kata jorok keluar dari mulut anak-anak yang masih suci itu mengingatkan, eehh .. bocah-bocah jangan ngomong saru yaaa.

Para ibu-ibu akhirnya kewalahan dan mengadu pada Pak Kadus Sastro. Dusun Adem Ayem yang damai dan tenang kini diramaikan oleh celotehan jorok anak-anak tentang alat vital laki-laki dewasa di gang-gang, di pinggir sungai, atau di tengah lapang. Ibu-ibu kini juga mulai curiga pada para suaminya jangan-jangan mereka malah asyik menantikan semburan latah jorok yang keluar dari bibir Yuni yang seksi. Kecurigaan makin menggila ketika ibu-ibu mulai menuduh ternyata para suami merekalah yang menyuruh anak-anak untuk mengageti Yuni.

Yuni tepekur sedih dengan keadaan ini. Ia tak mau terusir lagi dari dusunnya untuk yang kedua kali. Wati istri pak Kadus Sastrolah yang dulu membuatnya terusir. Sahabat masa remajanya itu ternyata tega berbuat hanya karena secara tak sengaja ia menjadi juara kelas mengalahkannya, menjadi penari kebanggaan warga dusun Adem Ayem di berbagai pentas seni, dan yang paling telak Sastro ketua pemuda dusun memilih dirinya. Ya .. Wati anak kesayangan Pak Kadus Yudo pada jamannya itu tak mau dipecundangi oleh warga biasa anak orang miskin di dusunnya. Hingga pada suatu hari kejadian luar biasa terjadi, waktu ia membantu acara pernikahan Tatik anak pak Kadus Yudo yang tertua, dan ketika perhiasan emas dan uang seserahan dari mempelai pria itu tiba-tiba hilang dan telah berpindah tangan secara ajaib ke dalam saku jaketnya yang digantungkannya di kamar rias. Maka dia mengerti bahwa Wati telah menjebaknya. Akhirnya dengan penyelesaian “kekeluargaan” Yuni terpaksa meninggalkan dusunnya, meninggalkan Sastro dan segala impian indah masa depannya.

Dan kini Bu Sastrolah yang paling vokal bersuara,“ Semenjak kedatangan Yuni, dusun kita jadi berubah tidak tentram, pakne.”

Pak Sastro yang melihat gelagat buruk Bu Sastro menghela nafas panjang. Ia tahu Yuni adalah pribadi yang baik budi. Ia lantas teringat kejadian puluhan tahun silam, ketika masa remaja, ketika Yuni telah mencuri hatinya, dan membuat Wati cemburu. Dan rasa cinta yang baru mekar itu tiba-tiba layu ketika Yuni meninggalkan dusun Adem Ayem tanpa pamit, sepertinya ada sesuatu yang janggal dengan kepergiannya.

“ Ya nanti aku tak rembugan dengan dik Joko.”

“ Pak ne tau apa? Diusir saja, demi ketentraman warga dusun.”

“ Ya ojo kesusu to bune.”

“ Pokoknya lebih cepat lebih baik, pakne.”

Pak Kadus lalu menyuruh pembantunya memanggil Kyai Joko. Diantara pembicaraan bertiga, Pak Kyai menengahi, “ Janganlah kita berburuk sangka dulu, bu. Lebih baik kita khusnudzon saja. Semua orang tempatnya salah, tetapi sebaik-baik orang yang berbuat banyak kesalahan itu adalah orang-orang yang banyak bertaubat."

“ Dik Joko tahu nggak, si Kelik tukang ojek yang mangkal di terminal itu bilang kalo Yuni suka mangkal di warung-warung pangkalan truk. Nama dusun kita akan cemar. Ibu-ibu PKK sudah mulai cemas lho dik Joko. Khawatir kalau nanti Yuni menggoda suami – suami mereka.”

“ Ya sabar bu Sastro.... Boleh jadi kita membenci sesuatu, padahal kita tidak tahu bahwa sesungguhnya itu amat baik bagi kita. Dan belum tentu apa yang menurut kita baik, padahal sebetulnya itu hal yang buruk bagi kita. Allah Maha Mengetahui. Saya akan berbicara dengan Yuni, bu Sastro.”

Dan mulailah Kyai Joko, atas permintaan Pak Kadus, menyelesaikan masalah ini dengan bijaksana. Dalam pembicaraan di surau Kyai Joko yang mengenyam pendidikan keguruan di IKIP mencoba menerapkan pendekatan psikologis pengajaran untuk menghilangkan latahnya Yuni.

“ Jeng Yuni, kebiasaan latah jorok yang keluar dari mulut sampeyan sudah membuat warga Adem Ayem geger.”

“Iya Pak Kyai, mohon maaf. Saya harus bagaimana? Saya ikhlas, apapun akan saya kerjakan asalkan saya jangan diusir dari dusun Adem Ayem. Saya ingin menghabiskan masa tua dan mati di sini, Pak Kyai.”

Pak Kyai iba melihat wajah Yuni yang ketakutan bercampur isak tangis. “ Baiklah saya akan coba bantu. Bagaimana kalau yang sudah-sudah itu, coba latahnya Jeng Yuni diganti saja dengan menyebut asma Allah. Subhanallah boleh. Masya Allah boleh. Atau Allahu Akbar. Setuju?”

“ Ya ya ya Pak Kyai. Saya akan mencoba,” wajah Yuni berubah ceria dan semangat.
Dan ketika Pak Kyai Joko latihan mengageti Yuni, dan kebiasaan latah joroknya masih tetap saja, Pak Kyai hanya geleng-geleng kepala sambil tersipu malu. Orang-orang yang lewat di depan surau dan mendengar latah jorok Yuni tersenyum kecut. Mungkin besok bisa berubah, atau minggu depan. Dan ketika sampai berhari-hari Yuni tak bisa melepas kebiasaa joroknya, Pak Kyai tak kehilangan kesabarannya. Sebagai guru, ia kemudian membuat target sela dengan membelokkan latah joroknya Yuni menjadi Eh copot .. copot. Ya... ia terinspirasi dan sering melihat orang latah mengucapkan kata-kata itu. Hal yang pernah dipopulerkan penyanyi cilik Adi Bing Slamet lewat lagu Mak Inemnya.

Akhirnya, walau memakan waktu lama dan dengan penuh kesabaran dari kedua belah pihak usaha itu berhasil. Pak Kyai Joko merasa senang. Yuni girang bukan kepalang. Kini kalau ada sesuatu yang mengejutkan maka kata-kata yang keluar dari mulut Yuni: Eehh copot ..copot, bukan latah jorok yang dulu, eehh ..anu ... anu.

Kabar kesuksesan Pak Kyai Joko menyembuhkan latah jorok Yuni membuat Pak Kadus senang, anak-anakpun ikut senang. Sekarang mereka malah mengikuti latah barunya Jeng Yuni, eh copot...copot, sambil tertawa-tawa gembira. Ibu-ibu dusun Adem Ayem akhirnya tenang kembali, hanya Bu Kadus seorang diri merasa sebaliknya.
Bersyukur dan berbahagialah seseorang yang dibimbing alim ulama yang selalu mengajarkan suri tauladan, kebaikan, cinta kasih, tata krama, sopan berbahasa, dan berbudi pekerti. Yuni merasakan kehadiran Kyai Joko sangat dekat dalam dirinya.
***

Disela-sela waktu longgar seputar surau siang itu, Kyai Joko sedang terlibat pembicaraan dengan Yuni . Kali ini tidak lagi membahas latahnya melainkan hal lain.  “Jeng Yuni masih kayak dulu lho, awet muda. Resepnya apa? Mbok aku dikasih tau.“

Yuni kaget dengan pertanyaan itu. Ia tak menyangka ucapan Pak Kyai akan seperti itu. Jangan-jangan kebiasaan joroknya selama ini mengakibatkan timbulnya kegelisahan terpendam pada diri Pak Kyai. Tapi segera ingatan Yuni  melayang ke masa mudanya ketika Kyai Joko, adik kelasnya dulu di SMP mencoba mendekati dirinya. Yuni ingat ketika Joko memboncengkan dirinya dalam karnaval sepeda 17 an. Juga beberapa kali pernah datang ke rumahnya.

“ Aah bisa aja Pak Kyai, hmmm resepnya apa ya? Hehehe.”

“ Wah ternyata sudah lama kita nggak ketemu ya jeng Yuni. Sudah puluhan tahun. Ayo crita pengalamanmu merantau. Aku ingatnya dulu waktu jaman SMP, he he he. Jangan ngomong siapa-siapa ya jeng Yuni, aku dulu pengagum gelapmu lho.”

Dan ketika Yuni memahami bahwa Pak Kyai berubah jadi sedikit kekanak-kanakan dan tersipu malu, ia sama sekali tak merasa kehormatan Pak Kyai menjadi luntur. Semua laki-laki dewasa pada dasarnya adalah kanak-kanak yang butuh perhatian, kasih sayang, dan pelayanan. Apalagi Pak Kyai statusnya masih single. Yuni tetap menghormati Pak Kyai sebagai panutan moral warga dusun Adem Ayem.

“ Boong banget seeh .... puacarmu kan segudang...eh becanda Pak Kyai. Aku sudah tua loh,” tiba-tiba Yuni berbicara dalam logat Betawi, barangkali dia pernah merantau ke sana. Suasana sangat akrab dan tidak formil.

“ Kalo ingat jaman dulu lucu ya jeng Yuni. Waktu mboncengke kamu naik sepeda onthel senangnya minta ampun. Tapi habis itu bingung mau gimana? He he he cinta monyet, belum ngerti jurus-jurus merayu wanita. Jadinya diam saja, dipendam. Eeh ini jangan dimasukan hati ya, Jeng. Ini cuma pengakuan saja.“

“ Ha ha ha lucu....lucu. Iya ... iya tenang saja Pak Kyai, kita kan bukan hanya sudah dewasa tapi sudah tua, hehehe.. Cerita seperti ini kan jaman muda dulu Pak Kyai.“

Pak Kyai tersipu, kemudian ia mencoba bersikap bijak,“Iya bener jeng Yuni, kita sudah tua, sudah banyak makan asam garam kehidupan. Kadang kita hampir menyerah pada kenyataan pahit, tapi kemudian bangkit dengan semangat. Kadang kalau kita kembali ke jaman kanak-kanak, rasanya semuanya indah, penuh tawa dan canda. Dan cukuplah itu sebagai kenangan indah saja. Terlalu indah untuk menjadi nyata jeng Yuni,” pada kalimat terakhir suara Pak Kyai didengar Yuni berubah melow.

“ Oh, jadi kalau sekarang Pak Kyai udah canggih ya cara merayunya? Hahaha, ini becanda lho Pak Kyai,” terlihat Yuni mulai nyaman dengan gerak gerik dan ucapannya. Terlihat dia bisa mengendalikan keadaan.

Dan kini Pak Kyai Joko tak bisa menahan perasaan hatinya, ia lalu mengungkapkan dengan jujur apa yang pernah dia alami sewaktu muda dulu,“ He he he sebenarnya dulu itu aku pingin dekat denganmu cuma aku nggak tau piye carane? Pernah aku beberapa kali main ke rumahmu cuma kok aku jadi tambah bingung he he he. Mungkin salah satunya karena kamu kakak kelasku, dan juga waktu itu Mas Sastro tergila-gila padamu --- aku jadi minder. Kalo sekarang, mungkin kita sudah sama-sama dewasa, jadi ya yang ada rasa saling menghormati saja. “

“Pak Kyai, sebenernya aku juga inget banget kejadian waktu kita masih SMP. Ahh .. seandainya waktu bisa diputar kembali.... “

Pak Kyai terpancing dan hatinya berbunga-bunga mendengar desahan Yuni yang merdu di telinga. Lalu seolah faham dengan film tv Time Tunnel alias Lorong Waktu yang terkenal jaman dulu, dan ketika menginjak mahasiswa dan belajar agama, menurutnya Lorong Waktu hanyalah angan-angan ilmiah belaka, tapi dengan maksud tak serius Pak Kyai menanggapi, “Ahh.. masak sih jeng Yuni ingat banget kejadian waktu kita masih SMP? Andai waktu bisa diputar kembali, apakah kira-kira ada cerita yang berbeda?”

“Kalau waktu bisa diputar kembali? Kalau kita memang gak jodoh, yo tetep ora ketemu yo? "Pekok” banget si aku, bodo banget! Hahaha... “

“ Eh siapa tahu kita dipertemukan Tuhan dikemudian hari?” Pak Kyai menimpali dengan spontan.

“ Eh copot ... copot .... Halaaah .. pak Kyai .... pak Kyai. Jangan ngaget-ngageti to,” Yuni gugup, wajahnya tersipu malu.

“ Jangan panggil aku Pak Kyai ... panggil aku Joko saja.”

“ Aku tak berani ... apa nanti kata warga dusun Adem Ayem kalau dengar itu. Nggak sopan.”

“Dulu waktu mboncengke kamu naik sepeda untuk pertama dan yang terakhir kalinya, he he ehem, rasanya seolah sudah jadi laki-laki gagah, gede kepala. Ah sayang aku dulu kurang berani, kurang nekat. Mestinya pemuda-pemuda yang naksir kamu itu tak aku gubris, atau kulawan. Jeng Yuni, maukah menikah denganku?”

“ Eh copot ... copot ..," Yuni terkaget-kaget dan wajahnya merah merona.
Pak Kyai sepertinya tak mau kehilangan momen," Maukah menikah denganku Jeng Yuni?"

" Ah... Pak Kyai bercanda,” Yuni menenangkan diri sambil memperbaiki cara duduknya.

Tak pernah terbayangkan dalam benak Pak Kyai sebelumnya sampai pada keinginan ingin menikahi Yuni. Ya ..usia Yuni matang, lekuk pinggang dan busung dadanya menandakan hormon kewanitaannya melimpah. Demikianlah bahasa alam yang terungkap ketika seorang wanita menarik lawan jenisnya, sebagai bekal untuk bertahan di muka bumi, guna meneruskan keturunannya, beranak pinak dan pada saatnya berubah jadi gendut dan menua.
Dan akhirnya dusun Adem Ayem kembali tentram dan damai. Pak Kyai Joko bisa menyelesaikan permasalahan Yuni yang bikin heboh dan mendapatkan bonus dari Tuhan bisa menikahi pujaan hatinya waktu kecil. Yunipun merasa bahagia telah ditinggikan derajatnya karena dinikahi ulama terpandang di dusunnya, dan yang paling penting ia tak terusir lagi dari dusunnya. Semua merasa bahagia, win win solution. Bu Sastro kini merasa tenang bisa menghabiskan masa tuanya bersama Pak Kadus Sastro tercinta.

Di malam dingin, diantara suara angin yang mengguncang rimbunan daun bambu, sepertinya terdengar sayup-sayup suara Yuni mengucapkan kebiasaan latahnya, dikageti apa ia sama pak Kyai kok kini malah campur aduk tak karuan latahnya,“ Ehh .. Anu-copot ...eeh anu-copot ..eh maaf Pak Kyai.“

“ Hayoo ... Jeng Yuni nggak boleh latah jorok lagi yaaa,” pak Kyai agak kecewa latah jorok Yuni kambuh lagi.

“ Saestu Pak Kyai ... kulo mboten goroh.” (Sungguh Pak Kyai ... Saya tidak bohong kok).

“ Ssssttt .....diam,” bisik pak Kyai Joko mesra.

Washington DC,
Janu Jolang
pengelola blog http://suararantau.blogspot.com/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun