Mohon tunggu...
Janu Jolang
Janu Jolang Mohon Tunggu... wiraswasta -

penulis dan pengelola blog http://suararantau.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kembang Desa Pulang Kampung

14 Januari 2015   17:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:09 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“ Ya nanti aku tak rembugan dengan dik Joko.”

“ Pak ne tau apa? Diusir saja, demi ketentraman warga dusun.”

“ Ya ojo kesusu to bune.”

“ Pokoknya lebih cepat lebih baik, pakne.”

Pak Kadus lalu menyuruh pembantunya memanggil Kyai Joko. Diantara pembicaraan bertiga, Pak Kyai menengahi, “ Janganlah kita berburuk sangka dulu, bu. Lebih baik kita khusnudzon saja. Semua orang tempatnya salah, tetapi sebaik-baik orang yang berbuat banyak kesalahan itu adalah orang-orang yang banyak bertaubat."

“ Dik Joko tahu nggak, si Kelik tukang ojek yang mangkal di terminal itu bilang kalo Yuni suka mangkal di warung-warung pangkalan truk. Nama dusun kita akan cemar. Ibu-ibu PKK sudah mulai cemas lho dik Joko. Khawatir kalau nanti Yuni menggoda suami – suami mereka.”

“ Ya sabar bu Sastro.... Boleh jadi kita membenci sesuatu, padahal kita tidak tahu bahwa sesungguhnya itu amat baik bagi kita. Dan belum tentu apa yang menurut kita baik, padahal sebetulnya itu hal yang buruk bagi kita. Allah Maha Mengetahui. Saya akan berbicara dengan Yuni, bu Sastro.”

Dan mulailah Kyai Joko, atas permintaan Pak Kadus, menyelesaikan masalah ini dengan bijaksana. Dalam pembicaraan di surau Kyai Joko yang mengenyam pendidikan keguruan di IKIP mencoba menerapkan pendekatan psikologis pengajaran untuk menghilangkan latahnya Yuni.

“ Jeng Yuni, kebiasaan latah jorok yang keluar dari mulut sampeyan sudah membuat warga Adem Ayem geger.”

“Iya Pak Kyai, mohon maaf. Saya harus bagaimana? Saya ikhlas, apapun akan saya kerjakan asalkan saya jangan diusir dari dusun Adem Ayem. Saya ingin menghabiskan masa tua dan mati di sini, Pak Kyai.”

Pak Kyai iba melihat wajah Yuni yang ketakutan bercampur isak tangis. “ Baiklah saya akan coba bantu. Bagaimana kalau yang sudah-sudah itu, coba latahnya Jeng Yuni diganti saja dengan menyebut asma Allah. Subhanallah boleh. Masya Allah boleh. Atau Allahu Akbar. Setuju?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun