Mohon tunggu...
Jamal Syarif
Jamal Syarif Mohon Tunggu... Dosen - Peneliti dan pengajar

Sinta ID: 6023338

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pundut Nasi

17 Januari 2025   21:50 Diperbarui: 17 Januari 2025   21:50 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Terdengar tawa kecil dari ujung telepon. "Kupikir yang bikin masalah bukan pundut nasinya, Sam, tapi kurang persiapanmu. Jangan salahkan telur bebek ya!"

Samuel tersenyum kecut. "Iya, mungkin benar juga," gumamnya. Ada semacam renungan dalam hatinya: seringkali ia menyalahkan faktor luar, tanpa bercermin pada kebiasaannya menunda tanggung jawab.

Akhirnya, ban mobil berhasil diganti---meski butuh lebih banyak waktu dan biaya. Sesudah urusan selesai, Samuel menyalami tukang tambal ban tanpa banyak bicara. Dalam diam, ia menyesal telah bersikap berang.

Sidik dan Samuel kembali melaju dalam senyap. Mereka tiba di rumah kontrakan Samuel jelang tengah malam. Tugas masih menunggu, tapi semangat Samuel sudah berbeda. Ia mengambil pundut nasi, memanaskannya, dan mengajak Sidik untuk makan bersama sebelum mereka mulai bergadang menyelesaikan tugas.

"Semua ini, pundut nasi, ban bocor, tukang tambal ban lamban---mungkin cara Tuhan ngajarin aku untuk lebih sabar," kata Samuel. Ia menatap Sidik sejenak, lalu melanjutkan, "No excuse. Aku tetap harus selesaikan tugasku."

Sidik tersenyum, mengangkat pundut nasi. "Setuju. Sekarang kita makan dulu, baru kerja keras sampai pagi."

Malam pun berakhir dengan rasa syukur---bukan hanya karena ban telah teratasi, tapi karena Samuel menemukan pelajaran berharga dalam perjalanan penuh drama dan aroma mistis itu. Ada kelegaan saat ia menata kembali niat dan menyadari bahwa perjuangan bukan soal siapa paling cepat, melainkan bagaimana mempersiapkan diri menghadapi segala kemungkinan.

Di keesokan harinya, saat menyerahkan tugas, Samuel tampak lebih tenang dan siap menghadapi apa pun evaluasi dari dosen. Ia sadar, kisah ban bocor dan "kutukan" telur bebek hanyalah salah satu rintangan di antara banyak rintangan yang menuntut kesabaran dan kedewasaan.

Karena pada akhirnya, bukan sekadar jarak jauh atau mitos pundut nasi yang mempersulit jalan, tapi kematangan diri dalam menyikapi segala rintangannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun