Dengan raut wajah yang malu-malu, Puti menundukkan kepalanya. Memang selama ini ia tak pernah melihat wajahnya Sendiri, dikarenakan pada waktu itu belum ada cermin untuk berkaca, semua hanya mendengar kata orang saja. Jika hendak melihat wajah sendiri maka harus jauh-jauh berjalan mencari air sungai yang Jernih, sedangkan Puti tak pernah mendapatkan izin untuk pergi jauh dari kerajaan.
Â
Kedewasaan Puti membuat ia semakin dikenal apalagi dikalangan pemuda dan pangeran, meski jauh jarak membentang ditutupi hutan rimba yang  terkadang belum dilewati manusia, namun namanya tetap termasyhur dikala itu. Jika anak perempuan sudah beranjak dewasa, tentu akan menjadi pembicaraan ditengah-tengah masyarakat tentang siapa yang akan mendampingi sang Putri dari Raja Gagak tersebut.
Â
Hari itu datanglah Pangeran jauh-jauh dari Jambi untuk meminang Puti Suluh Makan, Pangeran itu sangat gagah terlihat ia ditemani beberapa pengawal untuk menemani setiap langkahnya, nama Puti yang masyhur dan cantik itulah yang membuat pangeran sampai memijakkan kaki ke Alam Kerinci. Bersegera ia menemui sang Raja Gagak.
Â
"Wahai Raja, aku datang dari Negeri Jambi bermaksud untuk melamar Anak Tuan, sudilah kiranya Tuan menerima lamaran ini, jangan tuan Ragu, Hidup anak tuan akan aku Jamin hingga tujuh turunan tak akan habis hartaku di Kerajaan". ucap Pangeran Tersebut kepada Raja Gagak dengan penuh harapan dengan merendahkan bahu menundukkan kepala.
Â
"Tentu Pangeran, tidak mungkin aku menolak lamaran seorang pangeran yang Gagah lagi terpandang, namun sebagai masyarakat yang beradat, tinggalkan lah intan berlian serta batu mulia sebagai tanda bahwa engkau benar-benar inginkan anakku  Puti Suluh Makan, jika nanti hari pernikahan telah ditentukan maka datanglah kembali". Tawar Raja gagak pada Pangeran tersebut.
Â
Tidak tanggung-tanggung Pangeran memberikan Emas berlian, permata yang menyilaukan kepada Raja Gagak sebagai tanda bahwa ia benar-benar ingin menikahi Puti.