Memang nasib naas datang tidak bisa ditolak dan dihindarkan.
Sang Nahkoda kapal yang sudah malang melintang mengarungi lautan.
Menghadapi berbagai amukan badai yang datang dan aneka bencana yang lain masih bisa selamat dan terus melalang dunia.
Tapi, hari ini tanpa diduga, kematian tragis menjemputnya karena seekor Gurita Raksasa Beracun menangkap kapalnya.Â
Entah apa yang dicari gurita lapar itu? Sehingga lengan-lengan yang lain berhasil merusak kapal dan menenggelamkannya ke dalam lautan. Otomatis semua penumpang kapal dan kru kapal yang sempat menyelamatkan diri masuk ke ruang penumpang tewas tenggelam semua.
Apakah mereka semua ditenggelamkan untuk kemudian akan menjadi mangsa gurita raksasa itu?
Sementara itu, Gurita Raksasa Beracun itu, menjadi kesakitan dan marah karena salah satu lengannya tersambar petir. Hanya gara-gara menangkap manusia yang sekarang masih dalam genggaman lengannya.
Gurita Raksasa Beracun itu masih mengapung dengan berpegang dari pecahan tiang kapal dan dari pecahan bagian kapal yang berhasil dihancurkan.
Matanya yang merah, semakin menyala karena menahan sakit dan dendam. Gara-gara manusia lemah itu, lengannya tersambar petir. Maka, dilemparnya manusia itu ke arah lengan yang lain dengan tujuan akan disiksa terlebih dahulu dan kemudian dimangsa nanti.
Untuk menghilangkan rasa sakit terbakar dari sambaran petir terpaksa dia memutus sendiri lengannya, kemudian ada hal aneh terjadi, lengan gurita yang putus ternyata bisa tumbuh lagi dengan cepat, persis seperti sedia kala.
Pemuda malang itu sekarang jadi bulan-bulanan lengan gurita raksasa yang dendam, dibanting ke laut, dilempar lagi ke udara, kemudian ditangkap lengan yang lain diremas, tapi aneh, tubuh pemuda itu tulang-tulangnya tidak hancur.
Setelah puas menyiksa tubuh tidak berdaya itu, lengan yang menangkap terakhir membawa tubuh itu ke arah mulut yang siap mengunyah, tapi di saat kritis itu muncul cahaya putih terang yang bergerak cepat, disusul tiga lingkaran cahaya biru terang yang menghajar dua lengan gurita dan kepala gurita.
"BLAMMM... BLAMM... BLAAAMM!"
Kepala Gurita Raksasa tersentak ke belakang, lengannya yang memegang tubuh tidak berdaya, terlepas dan jatuh ke laut. Sekali gerak, cahaya putih terang itu menyambar tubuh pemuda malang dan seolah membawa terbang ke langit, di mana telah menunggu seekor burung Rajawali raksasa juga, yang tiba-tiba muncul dari kegelapan langit.Â
Diletakkan tubuh itu di punggung Rajawali, dan kemudian cahaya putih terang itu ternyata seorang lelaki tua berpakaian serba putih terjun kembali ke arah lautan.
Luar biasa, lelaki tua itu seperti bisa terbang dengan mudah dan mempunyai pukulan jarak jauh yang membuat Gurita Raksasa itu kesakitan tapi tidak melukainya. Hanya sebuah sengatan kuat untuk menolong lepas pemuda yang akan dimangsa gurita.
"Pergi. Pulanglah ke tempat asalmu!" suara lelaki tua itu lembut welas asih sambil melontarkan lima pukulan jarak jauh lagi, hanya untuk menakuti dan mengusir Gurita Raksasa itu.
Lima bola biru melesat cepat ke arah kiri kanan Gurita Raksasa yang membuat air laut pecah besar terlontar ke udara.
"BLAMM... BLAMM... BLAMM... BLAMM... BLAAAM!"
Gurita Raksasa yang sebelumnya terkena hantaman pukulan dari tiga bola biru terang itu, menjadi jera. Rasa penasaran hilang, kalah dengan rasa sakit yang dideritanya.
Dengan terpaksa Gurita Raksasa menuruti perintah lelaki tua yang merupakan lawan kuat baginya.
Perlahan dia menyelam ke lautan bersama terjadinya perubahan yang mendadak di tempat itu.
Langit hitam dan lecutan petir lenyap begitu saja dan ombak lautan perlahan mulai berhenti bergelombang.
Beberapa waktu kemudian semua kembali seperti sedia kala.
Lautan tenang, dihias oleh langit biru dan hembusan angin sepoi. Pekik camar, dan alunan ombak kembali menjadi suara latar alam yang indah.
Seperti tidak pernah terjadi malapetaka yang dahsyat dan kejadian misterius di tempat itu!
Tubuh pemuda malang itu dibawa terbang Rajawali Raksasa ke arah Utara dan lelaki tua welas asih itu duduk di belakang menjaganya.
*
Lelaki tua itu adalah Mahendra yang menyepi di gugusan Pulau Pualam Putih. Secara kebetulan melihat terjadinya badai di laut yang tidak jauh dari tempat tinggalnya.Â
Kejadian badai dengan awan hitam dan petir memancing rasa penasarannya. Dia menghentikan semedinya dan menunggang Rajawali peliharaanya untuk melihat keanehan itu.
Pas di saat yang tepat ketika dia melihat seekor gurita raksasa akan memangsa manusia yang entah bagaimana ceritanya bisa berada di tempat itu?Â
*
Kini, pemuda kurus itu terbaring di atas batu pualam yang berada di dalam guanya. Batu Pualam Sakti salah satu benda mukjizat miliknya. Batu itu bisa membuka seluruh ujung syaraf yang tersumbat sehingga tetap berkoordinasi dengan kerja otak.
Mahendra dikenal sebagai Manusia Setengah Dewa yang mempunyai kesaktian tinggi, ilmu sihir tinggi dan bisa mengobati penyakit.
Mujur nasib pemuda kurus itu, mendapatkan pertolongan dari orang yang tepat.
*
Pemuda kurus itu masih tidak sadarkan diri selama satu pekan. Meski tubuhnya diam tidak bergerak, tapi belum mati. Jantungnya masih berdenyut meski pelan sekali.
Mahendra menemukan bahwa pemuda malang itu terkena racun dari Gurita Raksasa Cincin Biru yang termasuk binatang purba langka. Racun yang membawa anasir dingin bertemu dengan sambaran petir yang membawa anasir panas yang kuat.
Hawa dingin dan hawa panas bertempur di dalam tubuh pemuda malang itu.
Karena berkat Kuasa Tuhan, pemuda dalam keadaan koma itu masih tetap hidup. Fungsi otomatis tubuhnya seperti pernapasan dan sirkulasi darahnya tetap bekerja.
Hanya saja dia tidak bisa bereaksi terhadap lingkungan. Tidak bisa merespon rasa sakit, cahaya dan suara karena kerja syaraf otaknya belum pulih.
Sebagai ahli pengobatan Mahendra membantunya dengan asupan dedaunan obat dan penyaluran tenaga dalam untuk membantu fungsi pernapasan dan jantungnya agar terus bekerja ditambah dengan Pil ajaib miliknya, Pil Penyambung Nyawa yang bisa memperbaiki tulang dan menjaga organ vital tetap berfungsi.
Tuhan Maha Baik, akhirnya pemuda kurus itu tersadar juga.
*
"Namaku Galih Sukma, Kakek!"
Kemudian, secara singkat Galih Sukma menceritakan kejadian yang masih diingatnya.
"Semua awak kapal tewas keracunan, dan Galih Sukma ditangkap Gurita Raksasa dan kemudian tersambar petir!"
Cerita yang persis sama dengan yang diperkirakan oleh Mahendra.
"Tuhan Maha Baik, Galih Sukma. Aku Mahendra, kamu beruntung mendapat mukjizat luar biasa ini," tutur lembut Mahendra.
"Tulangmu tidak remuk diremas oleh lengan gurita. Keracunan tidak membuatmu mati. Tapi, ada hawa dingin dan hawa panas yang kuat saling bertempur di dalam tubuhmu," lanjut Mahendra hati-hati.
"Jika tidak dikendalikan akan sangat berbahaya. Bila salah satu hawa itu ada yang kalah, maka kamu akan bisa mati seketika."
"Tapi, sebaliknya. Jika kedua hawa itu bisa dikendalikan, kamu akan mempunyai kekuatan dahsyat di dalam tubuhmu," lanjut Mahendra.
Galih Sukma sebagai seorang penjual cindera mata, sebenarnya tidak paham akan semua ucapan Ki Mahendra. Tapi, dia sudah pasrah karena lewat tangan Ki Mahendra inilah, Tuhan Maha Baik mengirim berkahnya. Dia masih tetap hidup.
"Aku akan mencoba mengobatimu. Semoga Tuhan memberikan berkah dan kemudahan."
Demikianlah, akhirnya Galih Sukma diobati oleh Ki Mahendra, tinggal di Pulau Pualam Putih.
*
Tanpa terasa, waktu bergulung sangat cepat.
Lima tahun kemudian...
"Galih Sukma, aku rasa pengobatanmu sudah selesai. Tubuhmu kini semakin kuat. Dan, dengan berkah Tuhan kamu juga sudah berhasil mengendalikan hawa mukjizat di tubuhmu," ucap Ki Mahendra lembut kepada Galih Sukma yang telah diangkatnya menjadi murid tunggal pewaris semua ilmunya.
"Terima kasih Tuhan dan terima kasih, Guru. Atas kebaikan dan kesabaran guru, mengajarkan segala ilmu demi kebaikan masa depan Galih Sukma," balas Galih Sukma dengan tenang dan penuh kesyukuran.
"Ada kekuatan besar, ada tanggung jawab besar, Galih Sukma," tutur Ki Mahendra tegas.
"Kamu harus membela kebenaran dan menegakan keadilan."
"Jangan sombong, karena di atas langit ada langit. Ada orang sakti, masih ada yang lebih sakti lainnya."
Galih Sukma mendengar dengan takzim nasehat gurunya.
"Jangan ringan tangan menghukum. Karena sesungguhnya mereka itu sedang lupa, sadarkanlah!" lanjut Ki Mahendra.
"Baik, Guru. Semua nasehat, Guru, Galih Sukma jadikan azimat dan pegangan hidup.
Angin laut yang khas memasuki gua mengisi keheningan di antara mereka berdua.
Setelah menarik nafas dalam, Ki Mahendra menyambung ucapannya.
"Ada pertemuan, ada juga perpisahan," lanjut Ki Mahendra yang membuat Galih Sukma terpaksa mengangkat wajahnya. Ada perasaan tidak enak merayapi hatinya.Â
"Apakah sekarangnya saatnya perpisahan, padahal dia belum berbakti untuk membalas semua kebaikan gurunya?" batin Galih Sukma resah.
"Tidak perlu resah, Galih Sukma. Aku dulu tinggal sendiri, hanya ditemani Si Putih Rajawali. Tidak ada balas Budi dan balas jasa. Semua ini adalah ikatan takdir Tuhan, bagiku dan bagimu," lanjut Ki Mahendra yang dengan kewaskitaan berhasil menangkap keresahan batin Galih Sukma.
Mendengar semua itu, Galih Sukma semakin tunduk dan hormat kepada gurunya.
"Kamu hari ini turun gunung, karena ada tugas berat yang harus kamu tunaikan," lanjut Ki Mahendra.
"Negeri Benua Lokananta yang dipimpin Raja Benua Kerta sahabatku, tertimpa masalah besar. Bantulah sekuatmu." perintah Ki Mahendra.
Apakah yang terjadi dengan Negeri Benua Lokananta?
Ikuti terus petualangan Galih Sukma dalam kisah Sang Penyelamat-Syair Berdarah!
Bersambung....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H