Berjualan di mal kini menjadi mimpi bagi Oyok. Sebuah mimpi, memang bisa jadi jauh dari gapaian bila dibanding posisinya hari ini: Untuk mencari tempat berjualan saja, setiap hari ia harus mengintip lapak kosong, dan harus berpindah-pindah tempat, tentu.
Untungnya peralatan kerjanya compact.
Sebuah kompor kecil, tempat minyak tanahnya selebar telapak tangan, khusus dibuat dan didatangkan dari Garut. Hanya dua sumbu yang dinyalakan dengan api kecil, sehingga adonan gula tetap lentur, setiap saat siap dipilin dibentuk dan ditarik ulur.
Wadah kerjanya laksana koper metal berukuran sedang berberat tak lebih 6 kilogram, gampang ditenteng-tenteng. Kiranya kemudahan membawa peralatan kerja itulah, alasan lain bagi Oyok beralih profesi dari men-sol sepatu.
Oyok kemudian memainkan lagi gula panas. Ia tarik ulur. Tampak benang-benang gula tercerabut bening. Rupanya benang bening itu sebagai pembentuk tali kuda. Bulu-bulu leher kuda ia bentuk dengan memberi ornamen bergerigi dengan memakai gunting kecil. Ketika gunting dimainkan, ingatan saya mengembara tertuju kepada pembuat kristal, nun jauh di pulau Burano, dekat Venisia, Italia.
PADA medio 1994 lalu saya berkesempatan berjalan-jalan keliling Italia. Di pulau kecil Burano, saya menyimak beberapa pria paruh baya di tungku-tungku panas menjulurkan stick besi, namun tidak seukuran stick yang dipakai Oyok membuat gulali, melainkan mencapai hampir dua meter lebih panjangnya.
Di bagian ujung stick itu, gumpalan kaca kristal dibakar ditungku panas. Gumpalan kaca yang lembek seakan hampir meleleh, lalu ditiup dari tuas di ujung di bagian lengan. Kemudian sambil dibentuk, laksana Oyok membuat gulali, bahkan mirip abis; ada bagian yang juga digunting, maka jadilah produk; cangkir, hingga kuda kristal.
Masih ingat di benak saya salah satu pembuat kristal itu menyapa, “Apa kabar? Liburan tahun ini saya ke Bali lagi. Luar biasa Bali. Saya suka sekali dengan Ubud!”
Saya lalu ternganga.
Pria pembuat kristal itu bisa berbahasa Indonesia, dan menjadikan Bali sebagai salah satu tujuan liburannya. Tentulah antara bumi dan langit, jika membandingkan hidup Oyok dengan pengrajin kristal di Italia itu.
Oyok, sekadar bisa bertemu isteri dan anak-anaknya, sudah menjadi kemewahan, apatah pula sebuah liburan, yang hampir belum pernah ia jalani sejak hayat dikandung badan.
Terkadang, Oyok harus menahan rindu kepada keluarga hingga tangan berpangku menupang dagu.
Untuk menggenapi ongkos pulang dan sekadar tabungan receh agar bisa kembali balik merambah Jogyakarta - - mengikuti rutinitas sehari-hari - - pikiran itulah yang membuncah di benak Oyok saban hari. Dan saya amati dari sosoknya yang polos bersabar menunggu pembeli, bersitegang hati mencari lokasi berjualan setiap hari, menjadikannya sebagai sosok pedagang menyerah pantang.