Mohon tunggu...
ivan sampe buntu
ivan sampe buntu Mohon Tunggu... Dosen - Aku Mencintai Maka Aku Ada

Hidup itu hanya sebuah petualangan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Tuhan Telah Mati: Tafsir atas "The Gay Science 125"

26 April 2020   14:55 Diperbarui: 26 April 2020   15:03 577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ubermenschjuga mengisyaratkan kematian Tuhan. Karena ubermensch akan menciptakan nilai kebenarannya sendiri, tanpa terikat pada apapun yang ada diluar dirinya termasuk Tuhan. Tidak mungkin ada ubermensch jika masih ada nilai tertentu yang mengatur. Ubermensch hanya akan lahir dari kebebasan manusia, dan bukan dari ketertindasan. Karena itulah menjadi logis ketika Nietzsche menolak moralitas kristiani. Penolakan itu sebagai konsekuensi dari konsep ubermensch dalam pikiran Nietzsche.

Refleksi Filosofis

"Tuhan telah mati dan kitalah pembunuhnya", adalah sebuah pernyataan yang mau mengungkapkan kritikan pedas bagi kaum teis dan ateis. Kritikan bagi kaum teis, karena masih tunduk pada moralitas yang lemah, moralitas budak. Moralitas yang tidak dapat membuat mereka mengespresikan kebebasan mereka, tetapi justru mengekang dengan nilai-nilai yang lemah. Sedangkan kritik untuk kaum ateis, ditujukan bagi mereka yang masih mempunyai pegangan dalam hidupnya, sehingga mereka tidak layak disebut sebagai kaum ateis. 

Pegangan itu bisa science, bisa rasionalitas, dan lain-lain.Inilah kritikan keras dalam the gay science 125, ketika seorang gila membawa lampu lentera ketengah pasar pada pagi hari yang terang. Membawa lentera di pagi yang terang, tentu sesuatu yang berlebihan. Berlebihan karena lampu lentera tidak ada artinya dihadapan matahari yang terang. Tetapi lentera juga bisa menunjuk kepada ketidak pahaman manusia akan terang.

Manusia dalam hal ini membutuhkan terang yang lain yang bisa membuka pikiran mereka tentang siapa dirinya. Bahwa mereka adalah makluk yang dapat menjadi istimewah, ketika mereka melepaskan segala pegangan keyakinan dalam dirinya. Bukan pada Science, bukan pada agama, tetapi pada dirinya sendiri. mereka bisa menjadi ubermensch ketika mereka melepaskan ikatan yang mengikat dalam keyakinan mereka. Mereka menjadi ubermensch dan Tuhan pun akan dibunuh oleh mereka. 

Tuhan telah mati, menunjukkan bahwa Nietzsche menginginkan seorang ubermensch. Ubermensch yang tidak terikat pada apapun. Nietzsche mengandaikannya seperti sebuah kapal yang berlayar, berlayar dan kemudian menghancurkan dermaganya. Sehingga kapal itu tidak lagi mempunyai kerinduan untuk kembali ke dermaga. Karena dermaga telah hancur. Kapal itu hanya akan berlayar mengarungi samudera dengan tanpa pegangan. Seperti halnya manusia tanpa Tuhan.

Pertanyaannya adalah, apakah mungkin manusia tanpa pegangan apa-apa dalam hidupnya?Bukankah Nietzsche sendiri berharap sesuatu seperti Dionysius. Tidakkah ini pertanda bahwa Nietzsche sendiri masih membutuhkan pegangan dalam hidupnya. Pegangan nilai moral itu diandaikan oleh Nietzsche seperti Dionysius.Meskipun Nietzsche menolak moralitas kristianitas, tetapi dia memunculkan nilai lain sebagai penganti moral kristianitas.

Nietzsche telah membangun nilainya sendiri dalam konsep ubermensch. Matahari yang satu hilang, tetapi nampaknya Nietzsche membuat matahari-matahari yang lain. Tuhan telah mati dan kitalah pembunuhnya. Tetapi apakah kematian Tuhan tidak akan digantikan dengan tuhan-tuhan yang lain? Semua pertanyaan ini menarik untuk melihat nilai moral seperti apa yang diinginkan oleh Nietzsche.

Jika melihat uraian di atas, maka kita bisa menyatakan bahwa nilai yang mau dibangun oleh Nietzsche adalah nilai kebebasan dan ketulusan. Seperti halnya ubermensch yang dicita-citakan oleh Nietzsche bukanlah seperti unta atau singa tetapi seperti seorang anak kecil. Ubermensch adalah seperti anak kecil yang melakukan sesuatu secara tulus, tidak terikat oleh aturan apapun diluar dirinya. 

Karena itulah Nietzsche lebih memilih menghadapi realitas seperti halnya kapal yang mengarungi samudera. Bagaimanapun manusia hidup dalam dunia yang memilah realitas baik dan buruk, jahat dan tidak jahat, berdosa dan tidak berdosa. Bagi Nietzsche salah satu dari realitas itu tidak perlu dibuang, tetapi harus dihadapi. Karena hidup ini bagaikan berada dalam samudera yang kejam yg tidak bisa dihindari.

Humanitas Nietzsche dengan demikian, bukan humanitas yang melarikan diri dari realitas atau ketakutan terhadap realitas. Tetapi humanitas Nietzsche adalah kemanusiaan yang mau menunjukkan sikap yang sangat menghargai realitas. Sikap Nietzsche seperti halnya filsuf ateis yang lain, mencoba untuk membuat manusia menjadi dirinya sendiri agar tidak dipinggirkan dari berbagai kebergantungan pada sesuatu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun