Mohon tunggu...
ivan sampe buntu
ivan sampe buntu Mohon Tunggu... Dosen - Aku Mencintai Maka Aku Ada

Hidup itu hanya sebuah petualangan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Tuhan Telah Mati: Tafsir atas "The Gay Science 125"

26 April 2020   14:55 Diperbarui: 26 April 2020   15:03 577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Allah seperti inilah yang telah dibunuh oleh manusia. Artinya manusia sesungguhnya sedang menolak proyeksi tentang Allah dalam pikirannya."Konsep "Allah", kata Nietzsche, merupakan musuh terpenting untuk konsep "eksistensi". Ide "Allah" berperang dengan hidup. Lalu kematian ide "Allah" membuka jalan untuk hidup manusia."[14]Tafsir lain tentang Allah yang dibunuh adalah, Allah kaum monoteis, mungkin lebih tepatnya Allah orang-orang Kristen. 

Allah yang membuat manusia bermoral rendah, bermental budak. Allah yang telah membuat manusia tidak berdaya tanpa Dia. Manusia menjadi makhluk yang bergantung sepenuhnya pada Tuhan, sehingga mereka tidak mungkin menjadi ubermensch. Karena itu, Tuhan harus dibunuh agar ubermensch bisa muncul. Jika Tuhan belum dibunuh, maka peradaban baru belum dimulai, tetapi jika Tuhan telah dibunuh maka kita telah memulai zaman baru. Zaman di mana akan muncul ubermensch. Pertanyaannya adalah yang mana dari kedua tafsir ini yang paling mendekati apa yang mau dikatakan Nietzsche bahwa, Tuhan telah mati dan kitalah pembunuhnya.

   Jika kembali melihat kisah orang gila yang membawa lentera ke pasar, maka kita dapat mengatakan bahwa semua pegangan manusia kepada "sesuatu" telah dibunuh oleh manusia. Atau dengan kata lain baik Allah yang diproyeksikan oleh manusia, Allah monoteis yang dipercayai oleh agama-agama, pun pengganti Allah yakni Science atau sejenisnya, semuanya telah dibunuh oleh manusia. Jika di pasar kita melihat kaum ateis yang memang sudah tidak percaya kepada Tuhan, maka pertanyaannya adalah, untuk apa memberitakan Tuhan sudah mati kepada yang sudah tidak percaya adanya Tuhan. 

Tetapi karena kaum ateis ini masih mempunyai pegangan akan Tuhan yang lain, karena itulah orang gila itu harus memberitakan kepada mereka tentang Tuhan telah mati dan kitalah pembunuhnya. Tuhan yang mati bukan hanya Tuhan kristianitas, tetapi juga Tuhan yang ada dalam proyeksi pikiran kita. Mengapa Tuhan dalam proyeksi pikiran harus mati?

Apa masalahnya kalau Tuhan yang kita proyeksikan hidup dalam pikiran kita? Jika dia hidup maka dia berkuasa atas pikiran kita. Artinya eksistensi kita sedang dikuasai oleh sebuah bayang-bayang yang kita ciptakan, entah kita sadar atau tidak. Bukankah ketika kita mengatakan, 

Tuhan adalah proyeksi pikiran, berarti kita sesungguhnya sedang dalam ketakutan. Untuk apa manusia membuat konsep Tuhan dalam pikirannya kalau dia tidak diselimuti rasa takut. Bukankah kita tidak perlu repot membuat konsep seperti yang dikatakan Feuerbach bahwa, "Tuhan hanyalah proyeksi pikiran", jika kita tidak percaya akan Tuhan. Karena itulah jika Nietzsche menyebut Tuhan telah mati dan kitalah pembunuhnya. Ungkapan ini menunjuk konsep nihilisme. Tidak perlu ada pegangan manusia, karena manusia tidak membutuhkan pegangan. Seperti kapal yang meninggalkan dermaga, dan tidak pernah rindu untuk pulang ke dermaga, karena dermaga telah dihancurkan.

Kita semua adalah manusia-manusia yang telah ada dalam samudera. Kita tidak pernah berpikir untuk kembali, karena dermaga telah dihancurkan, tetapi kita sedang berpikir bagaimana menjadi ubermensch. Nietzsche adalah filsuf yang sedang memimpikan lahirnya ubermensch dari konsep nihilismenya. Ubermensch adalah konsep yang sangat penting dalam pandangan Nietzsche. Ubermensch adalah gambaran yang diinginkan Nietzsche, yang dinantikan oleh Nietzsche. 

Ubermensch bukan manusia super, tetapi manusia yang yang mempunyai tanggungjawab atas dirinya sendiri. Manusia yang tidak lagi membebani Allah, atau lari pada agama ketika mereka tidak berdaya. Manusia yang mampu menyelesaikan persoalannya sendiri tanpa bergantung pada yang lain. Manusia yang berjuang di tengah samudera, dan tidak pernah berpikir untuk memutar balik kapalnya, kembali ke dermaga, karena dermaga telah hancur. Itulah ubermensch dalam pandangan Nietzche, manusia yang melampaui.

 Hanya manusia seperti itu yang sanggup membunuh Tuhan, bukan manusia-manusia seperti yang ada di pasar. Menganggap diri sebagai kaum ateis, tetapi masih terikat pada sesuatu yang lain. Karena itulah si orang gila mengatakan pada dirinya:

Finally he threw his lantern on the ground so that it broke into pieces and went out. 'I come too early', he then said; 'my time is not yet. This tremendous event is still on its way, wandering; it has not yet reached the ears of men. Lightning and thunder need time; the light of the stars needs time; deeds need time, even after they are done, in arder to be seen and heard. This deed is still more remote to them than the remotest stars - and yet they have done it themselves!'[15]

Aku datang terlalu cepat, waktunya belum tiba! Orang-orang yang ada di pasar, yang menertawakan si orang gila, ternyata sedang menertawakan dirinya yang disindir secara keras oleh Nietzsche. Mereka tidak paham bahwa kematian Tuhan, berdampak pada lahirnya ubermensch. Kematian Tuhan yang dimaksudkan adalah keyakinan pada Tuhan monoteis, science, rasionalitas dan yang sejenisnya. Para kaum ateis yang ada di pasar tidak mungkin menjadi ubermensch, karena mereka masih mengikatkan dirinya pada sebuah kepercayaan yang lain. Yang kemudian mengikat mereka, pada keyakinan tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun