Mohon tunggu...
ivan sampe buntu
ivan sampe buntu Mohon Tunggu... Dosen - Aku Mencintai Maka Aku Ada

Hidup itu hanya sebuah petualangan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Tuhan Telah Mati: Tafsir atas "The Gay Science 125"

26 April 2020   14:55 Diperbarui: 26 April 2020   15:03 577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada usia enam tahun Nietzsche masuk ke sekolah gymnasium. Sebelum masuk sekolah Nietzsce telah pandai membaca berkat didikan ibunya. Nietzsche dikenal sebagai anak yang cukup pandai bergaul. Di sekolah ini Nietzsche mengenal karya-karya sastra dan musik Goethe dan Wagner dari sahabat-sahabatnya. 

Nietzsche menyukai musik, tetapi tidak pernah menjadi seorang musikus besar. Pada usia empat belas tahun dia dimasukkan ke asrama Pforta. Asrama ini sekaligus menjadi tempat sekolah Nietzsche yang dikenal sangat ketat. Di sana Nietzsche belajar bahasa Yunani dan Latin secara ketat. Darisanalah bermulah ketertarikan Nietzsche pada filologi (studi bahasa-bahasa kuno dan kesusastraan). Di sana ia mengagumi karya klasik Yunani bersama sahabatnya Wilhelm Pinder dan Gustaf Krug. Nietzsche bersama kedua sahabatnya tersebut membentuk kelompok diskusi yang mereka namai Germania. Dari diskusi ini Nietzsche belajar mengungkapkan ide dan emosinya.

Di Pforta Nietzsce telah menunjukkan tanda-tanda pemberontakan hatinya dengan menulis Ohne Heimat (tanpa kampung halaman). Bahkan secara perlahan mulai mempertanyakan iman kristennya dan meragukan semua kebenaran agama. Pada oktober 1864 Nietzsche melanjutkan studi di universitas Bonn untuk memperdalam filologi dan teologi. Pada 1865 ia memutuskan untuk tidak belajar teologi. Keputusan yang sangat ditentang oleh ibunya. 

Di Bonn ia hanya bertahan selama dua semester dan kemudian tahun 1865 ia pindah ke Leipzig untuk belajar filologi selama empat semester. Di Leipzig ia dianggap oleh Fiedrich Ritschl sebagai mahasiswa berbakat dalam bidang filologi. Pada tahun 1869 ia menjadi guru besar di Basel-Swis, waktu itu usianya 25 tahun. Tetapi masa itu, ia tidak lagi mempunyai kewarga negaraan, karena telah memutuskan keluar sebagai warga negara Jerman, tetapi justru kesulitan menjadi warga Negara Swis. 

Tahun 1879 ia dipensiunkan oleh karena alasan kesehatan. Lengkaplah petualangan Nietzsche sebagai orang yang tidak punya apa-apa. Tidak bertuhan, tidak mempunyai rumah, tidak berkewarganegaraan dan tidak beristri. Gangguan kesehatan tidak membuat Nietzsche berhenti berkarya. Dia bahkan menghasilkan beberapa buku yang membuatnya terkenal. Pada akhirnya ia menjadi gila dan meninggal pada 25 agustus 1900.

Siapa Yang Berpengaruh dalam Pemikiran Nietzsche

Ada beberapa tokoh yang dapat kita sebut sebagai yang digemari Nietzsche. Tetapi Nietzsche pada akhirnya akan membangun filsafatnya sendiri, yang tidak lagi terikat pada pandangan pemikir-pemikir tersebut, tetapi justru lebih masuk dalam pendalaman filsafat klasik Yunani. Ini tentu menjadi sangat rasional, karena Nietzsche sendiri adalah seorang doktor filologi klasik Yunani, bahkan sebelum dia menjadi doctor dia telah diangkat menjadi seorang professor di Basel.

Beberapa pemikir dan sastrawan yang dikagumi oleh Nietzsche adalah Wagner dan Schopenhauer. Schopenhauer adalah salah satu tokoh yang cukup berpengaruh dalam hidup Nietzsche. Nietzsche mulai berkenalan dengan teks Scophenhauer ketika secara iseng membeli sebuah buku Schopenhauer di tempat loakan. Schopenhauer berpandangan bahwa:

kehendak pada hakikatnya bersifat jahat dan satu-satunya cara mengatasi penderitaan dan kejahatan adalah mengingkari kehendak, menolak untuk ambil bagian dalam persaingan egoistis untuk mendominasi orang lain. Hasilnya adalah pengingkaran kehendak ... berarti penyirnaan diri. Kini filsafat memasuki dunia kesucian asketis dan Schopenhauer mengungkapkan pengaruh Buddhisme pada dirinya.[2]

Nietzsche menggunakan terminologi kehendak, tetapi melihatnya sebagai daya dorong bukan justru mengingkarinya seperti Schopenhauer. Nietzsche menyebut kehendak untuk berkuasa sebagai daya dorong untuk membuat kita memperjuangkan sesuatu. Dengan demikian Nietzsche tidak lagi melihat kehendak seperti dalam pandangan Schopenhauer, tetapi lebih memahaminya sebagai daya dorong yang justru akan membantu manusia dalam mengingini sesuatu. 

Dalam "the will to power", Nietzsche mengambarkan bahwa hakikat being adalah kehendak untuk berkuasa. The will to power kemudian dijadikan oleh Nazi sebagai landasan filosofisnya untuk membenarkan pembantaian yang mereka lakukan. Meskipun Nietzsche sendiri tidak pernah memaksudkan the will to power sebagai bentuk provokasi, seperti disampaikan oleh St. Sunardi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun