Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Doom Spending: Jebakan Konsumtif di Tengah Resesi - Kisah Pribadi

2 Oktober 2024   10:56 Diperbarui: 2 Oktober 2024   13:17 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Doom Spending/FB Isur Suryati

Apa Itu Doom Spending?

Doom spending, atau belanja impulsif yang dipicu oleh kecemasan, adalah fenomena di mana seseorang membeli barang-barang yang sebenarnya tidak diperlukan sebagai bentuk pelarian dari stres, ketidakpastian, dan ketidaknyamanan emosional. 

Istilah ini semakin sering digunakan, terutama di masa pandemi dan resesi global, di mana ketidakpastian ekonomi dan sosial membuat banyak orang merasa cemas dan tidak berdaya.

Kondisi ini diperburuk oleh kemudahan akses belanja online, di mana hanya dengan beberapa klik, seseorang dapat memesan barang dari ponsel atau komputer tanpa berpikir panjang. Iklan-iklan yang ditargetkan melalui media sosial juga memperparah situasi, mendorong orang untuk membeli produk yang mungkin tidak mereka butuhkan, namun "terlihat menarik" pada saat itu.

Mengapa Doom Spending Terjadi?

Ada beberapa faktor yang menyebabkan doom spending terjadi, baik dari segi psikologis, sosial, maupun ekonomi:

1. Psikologi Konsumen
- Teori Dissonance Kognitif

Menurut teori ini, individu akan merasa tidak nyaman jika ada ketidaksesuaian antara sikap dan perilaku mereka. 

Misalnya, ketika seseorang tahu bahwa mereka tidak seharusnya berbelanja berlebihan, tetapi tetap melakukannya, mereka mengalami disonansi kognitif. 

Untuk mengurangi ketidaknyamanan ini, mereka mencari pembenaran, seperti menganggap belanja sebagai cara untuk "merawat diri sendiri" di tengah tekanan hidup.
 
- Hedonic Treadmill

Manusia cenderung cepat beradaptasi dengan kondisi baru, termasuk dalam hal mendapatkan kebahagiaan dari barang-barang baru. Ini berarti bahwa kepuasan yang diperoleh dari membeli sesuatu hanya bersifat sementara. Akibatnya, orang merasa perlu terus membeli barang baru untuk tetap merasa bahagia, meskipun efeknya hanya berlangsung singkat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun