Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Viralnya "Pick Me Girl" dan "Pick Me Boy": Sebuah Fenomena Manipulasi Perhatian di Era Digital

16 Mei 2024   21:54 Diperbarui: 16 Mei 2024   21:56 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Istilah "pick me" lebih sering dikaitkan dengan perempuan, namun "pick me behavior" dapat ditunjukkan oleh siapa saja, terlepas dari gender. 

Seringkali, perempuan disebut sebagai "pick me girl" ketika mereka tampak berusaha menarik perhatian pria dengan menunjukkan bahwa mereka berbeda dari perempuan lain. Namun, penting untuk menghindari stereotip gender dan fokus pada perilaku individu daripada identitas kelompok.

Mengaitkan perilaku "pick me" hanya dengan satu gender bisa memperkuat stereotip yang merugikan dan mengabaikan kenyataan bahwa perilaku ini dapat ditemukan di kalangan semua jenis kelamin. 

Dalam masyarakat yang masih sering memperlakukan laki-laki dan perempuan secara berbeda, penting untuk mengakui bahwa tekanan untuk mendapatkan validasi dan perhatian dapat mempengaruhi siapa saja, dan respon mereka terhadap tekanan ini mungkin bervariasi.

Menanggulangi "Pick Me Culture"

Upaya untuk menanggulangi "pick me culture" harus dilakukan di berbagai tingkatan, melibatkan individu, masyarakat, dan platform media sosial. 

Berikut adalah beberapa strategi yang dapat diterapkan:

Pada Tingkat Individu

Individu dapat berusaha meningkatkan kesadaran diri dan membangun harga diri yang sehat untuk menghindari perilaku "pick me". Ini bisa melibatkan refleksi diri, mengenali nilai-nilai diri yang tidak bergantung pada validasi eksternal, dan mencari dukungan dari teman dan keluarga yang positif.

Pendidikan tentang kesehatan mental dan emosional juga dapat memainkan peran penting. Memahami bagaimana kebutuhan akan validasi dapat mempengaruhi perilaku dan mengembangkan keterampilan untuk mengelola perasaan tidak aman dapat membantu individu menghindari jatuh ke dalam perangkap "pick me culture".

Pada Tingkat Masyarakat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun