Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Ritme Hidup Serba Cepat Membuat Kita Lupa Menikmati Kehidupan

2 September 2022   21:48 Diperbarui: 2 September 2022   21:55 568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi hidup sederhana tapi bahagia | Pexels.com/Edi Gabriel

Saat kecil hidup di kampung, dengan peralatan dan teknologi yang serba terbatas dan sederhana. Memasak dengan tungku yang terbuat dari tanah, apinya dinyalakan berbahan bakar kayu dan bambu kering yang dikumpulkan dari kebun atau hutan.

Untuk persediaan air mengambil dari mata air yang jaraknya lumayan jauh, atau meminta dari sumur tetangga. Itu pun kalau musim hujan. Bila musim kemarau tiba, beda lagi ceritanya. Karena, sumur dengan kedalaman 23 meter itu pun kering kerontang.

Setiap pulang sekolah, kegiatan rutin anak-anak adalah menyabit rumput untuk pakan ternak, sembari menggembalakan nya di tanah lapang, kebun, atau Padang rumput.

Agar ternak kenyang ketika dikandangkan. Lalu, rumput yang sudah disabit dan tersimpan rapat dalam keranjang bambu dapat dijadikan persediaan untuk makan pada pagi harinya.

Tidak ada alat teknologi, kecuali TV yang disetrum acu dan radio yang dihidupkan dengan baterai.

Kehidupan saat itu terasa sulit, dan serba kekurangan. Waktu juga terasa berdetak begitu lambat. Satu-satunya hiburan adalah Televisi di rumah Pak Lurah dan radio transistor. 

Sesekali pada bulan tertentu ada acara pemutaran film layar lebar di lapangan. Semua warga masyarakat tumpah ruah, berduyun-duyun menghadiri sarana hiburan yang sangat langka itu.

Kenangan yang paling melekat, tatkala sedang seru-serunya jalan cerita film yan sedang ditonton. Tiba-tiba saja hujan turun, dimulai dengan rintik-rintik, perlahan menjadi lebat. 

Taraa ... Semua warga bubar, pulang ke rumah masing-masing. Karena takut basah kuyup. Itulah mungkin asal-usul mengapa layar tancap disebut juga dengan istilah 'misbar' artinya saat ada gerimis, semua penonton bubar.

Sederhana tapi dinikmati

Meskipun penuh perjuangan dan terasa sangat susah. Tapi, hidup lebih dinikmati. Setiap proses yang dilalui, setapak demi setapak terasa indah. Bagaikan tetesan air yang menimpa bebatuan, setetes demi setetes sehingga meninggalkan jejak yang dalam menjadikan batu menjadi cekung.

Bapak pergi bekerja setiap hari, berangkat di pagi buta setelah shalat subuh. Berbekal nasi timbel dibungkus daun pisang, dengan lauk ikan asin yang dibakar di atas tungku. Menuju ladang atau sawah untuk mencangkul dan menyiapkan lahan untuk menanam padi.

Sementara itu, ibu di rumah menumbuk padi dengan alu hingga menjadi beras yang siap ditanak. Tidak ada pabrik untuk memproses padi menjadi beras saat itu.

Kami anak-anak bermain di luar rumah, tanpa alas kaki, berkejaran berbaur bersama ayam yang berkotek, kucing yang berjemur sambil mendengkur di kursi lapuk, dan anjing yang menggonggong bila ada orang asing yang melintas.

Lalu, pelan tapi pasti teknologi mulai masuk ke desa. Ada sekolah dasar dan menengah program inpres. Dibangun pabrik penggilingan beras, listrik masuk desa. Setelah itu, satu persatu kemudahan hidup meninabobokan kami.

Hidup nyaman, mulai lupa daratan

Hidup menjadi nyaman dan mudah. Tapi, entah mengapa. Sejak saat itu, kebiasaan mengaji di surau, saat magrib hingga isya, dengan suara sopran anak-anak dan pak Ustadz merdu merayu menyejukkan hati. Sekarang, perlahan mulai menghilang digantikan hingar-bingar suara musik.

Hidup sekarang ibarat perlombaan. Tanpa tahu dengan siapa sebenarnya, yang menjadi saingan kita. Ingin cepat-cepat menjadi kaya, sukses, berhasil, dan lain-lain. Semua impian dan cita-cita tersebut menjadikan setiap orang berpacu dengan waktu. Hidup dijalani dengan serba tergesa-gesa.

Di jaman yang serba canggih, teknologi menguasai setiap aspek kehidupan, dan digitalisasi di segala lini. Mau tidak mau menuntut kita, sebagai subyek jaman untuk berlari cepat. Bahkan, kalau bisa melesat terbang mengarungi angkasa.

Teknologi, sejatinya adalah alat atau sarana, media yang memiliki tujuan untuk membuat hidup terasa lebih mudah, nyaman, cepat, dan hemat biaya.

Tidak dapat dipungkiri. Hidup manusia saat ini sangat bergantung kepada teknologi. Saking bergantungnya, terasa lebih baik lupa bawa dompet, daripada lupa membawa hand phone. 

Saat kita ketinggalan dompet, bila butuh uang bisa meminjam dulu kepada teman. Hal itu tidak berlaku, saat kita ketinggalan hand phone.

Hidup serasa berhenti, tidak menarik, dan mati gaya. Karena, benda berukuran 7 inci tersebut telah mampu merebut kebiasaan, kesenangan, dan aktivitas kita.

Coba apa yang akan kamu lakukan, saat ingin mengetahui tentang suatu berita, info, hingga ilmu pengetahuan. Tentu saja kamu akan membuka hand phone, lalu mengetik di browser atau membuka YouTube, dan lain-lain.

Jika gabut atau tidak ada kegiatan, kamu butuh hiburan tinggal klik media sosial, seperti : Instagram, tiktok, Twitter, YouTube, dan lain-lain.

Tanggal muda belum bayar-bayar, kamu buka aplikasi e-banking. Hanya dengan beberapa klik saja, listrik dapat dibayar, PDAM, isi pulsa, transfer cicilan, belanja, dan lain-lain.

Oleh karena itu, wajar sekali jika kita semua sangat bergantung kepada teknologi, akhir-akhir ini.

Ritme kehidupan diatur oleh teknologi

Teknologi telah mengatur ritme dan irama kehidupan menjadi berdenyut lebih cepat. Setiap orang seperti berlomba dengan waktu, seakan khawatir tertinggal kereta atau jadwal penerbangan.

Anak-anak menjadi lebih cepat dewasa dilihat dari pertumbuhan badan dan gaya hidup. Tapi, tidak dengan pola pikir dan kebijaksanaan. Mereka ibarat anak kecil yang terperangkap dalam tubuh orang dewasa. 

Benar kata pepatah, bahwa :

"Menjadi orang pintar itu gampang semua orang dapat belajar, menjadi orang bijaklah yang susah karena ia ditempa oleh waktu, pengalaman, dan berhasil tidaknya dalam menghadapi permasalahan hidup."

Apa yang harus kita lakukan agar dapat menikmati hidup dengan tenang dan tidak tergesa-gesa. Hingga semua peristiwa terasa seperti kehilangan makna? Berikut adalah nasihat dari Dr.H. Fahrudin Faiz.

1. Nikmati proses step demi step

Menikmati proses dalam kehidupan itu seperti menyeruput secangkir kopi. Karena, kopi biasanya harus diseduh dengan air panas yang menggelegak supaya nikmat. 

Maka, ada cara unik dan asyik untuk menikmatinya, yakni dengan cara dituang sedikit demi sedikit ke atas tatakan atau pisin, yakni piring kecil yang biasa dipakai untuk alas gelas. 

Lalu, pelan-pelan kita seruput sambil merem melek. Wuih nikmat sekali kopi dihirup dan diseruput dengan cara itu.

Ada juga cara lain yang biasa dilakukan pecinta kopi, yakni disendok secara langsung dari gelas. Pelan-pelan ditiup, dihirup aromanya, baru diseruput. 

Saat kita menikmati kopi dengan cara seperti itu, waktu seakan-akan terhenti. Entah mungkin, pada saat itu, bisa jadi kita tengah berkelana ke masa lalu, atau masa depan.

Begitulah, sebagai perumpamaan, bahwa kita juga didalam menjalani hidup harus berproses. 

Dalam bahasa Sunda, dikenal peribahasa, "Nete taraje, nincak hambalan." artinya, dalam memperjuangkan sebuah cita-cita, keinginan, dan harapan. Seorang manusia dituntut untuk melalui tahap demi tahap. 

Tidak bisa dengan cara melewati beberapa tahap atau melompatinya, agar cepat sampai pada tujuan. 

Atau juga dengan menaiki tangga tersebut dengan cepat dan tergesa-gesa. Sehingga, jika tidak berhati-hati. Kemungkinan untuk terpeleset, terpelanting, dan jatuh sangat besar.

Nikmati saja, tahap demi tahapnya. Bagaimana kesukaran, tantangan, kebahagiaan, rasa was-was, khawatir, takut, dan lain-lain. 

Dalam fase hidup yang kita jalani. Seruputlah semua kepahitan bercampur rasa manis itu dengan penuh penghayatan. 

2. Luangkan waktu untuk tafakur dan tadabur

Minum kopi itu, tidak harus selalu dengan banyak teman. Ada saat sesekali kita menikmatinya sendirian. Bukan berarti tidak ada teman. 

Tapi kita juga butuh waktu untuk menyendiri, muhasabbah diri, tafakur, kontemplasi, dan refleksi. Begitu pun, bila kita ingin mengambil makna dari hidup yang kita jalani.

Bila kita merasa lelah dan capek tanpa sebab, padahal beraktivitas biasa-biasa saja. Tanpa terlalu banyak mengeluarkan tenaga. 

Menurut para ahli psikologi, hal tersebut disebabkan oleh yang bekerja bukan melulu badan kita. 

Namun, juga jiwa kita ikut bekerja, berpikir keras, dan memeras otak. Sehingga aktivitas sederhana pun membuat badan tetiba ngedrop.

Hal itu, bisa juga disebabkan karena cita-cita, harapan, dan keinginan yang kita targetkan terlalu tinggi. 

Sehingga pikiran dituntut bekerja lebih keras untuk menjabarkan bagaimana cara cepat dan gampang menggapai target tersebut.

3. Cermati kembali tujuan hidup kita yang utama 

Kata orang tua, hidup itu sawang-sinawang. Apa yang dilihat menyenangkan, bahagia, kaya raya, dan lain-lain oleh orang lain. Belum tentu apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh orang tersebut.

Mungkin saja, orang lain juga berpikir yang sama seperti kita. Mereka melihat bahwa hidup yang kita jalani adalah cita-cita dan impian yang hendak diwujudkannya.

Agar kita tetap fokus, tidak mudah merasa iri, sehingga kurang bersyukur. Maka, wajib bagi kita untuk mengingat kembali tujuan awal dari hidup kita. 

Apakah hanya sebatas mewujudkan mimpi, meski dengan berbagai cara yang membuat kita tidak bahagia. 

Bisa kok kita menikmatinya secara enjoy. Tekankan dalam hati, bahwa tujuan utama hidup kita adalah bahagia, menjalani hidup dengan tenang, penuh syukur, dan bermakna. 

Hingga kita tidak menjalani hidup dengan grasa-grusu, sikut kiri-kanan, dan mengabaikan proses yang berharga.

Yuk, slow saja, ya. Tapi jangan jadi lelet juga, ya. Jangan juga terlalu lama mengambil waktu untuk kontemplasi. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun