Mohon tunggu...
Isti Yogiswandani
Isti Yogiswandani Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis buku Kidung Lereng Wilis(novel) dan Cowok Idola (Kumpulan cerpen remaja)

Suka traveling, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Misteri Sirup Mawar

16 Mei 2022   20:49 Diperbarui: 30 Agustus 2022   17:01 902
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anggraeni menyesap minumannya, mengendusnya, menarik nafas dalam-dalam sambil memejamkan matanya penuh penghayatan.

 Aroma mawar yang harum mewangi menguar seperti menyedot sukmanya. 

Ada energi magis yang aneh menyelimuti nya. Sirup aroma mawar itu seperti menghipnotisnya. Dulu, saat masih anak-anak, dia sangat tidak suka aroma ini. Pertama kali mengindera sirup beraroma mawar membuatnya muntah-muntah.

 Tapi kini, mengindera baunya saja membuat dirinya giras. Seperti mendapat tambahan energi ekstra. 

"Dek...! " Suara suaminya membuyarkan halusinasi nya. Hawa dingin pelan-pelan merayapi tengkuknya. 

Matanya terbelalak memandang suaminya. Dikerjap-kerjapkan matanya, dan diam-diam dicubit lengannya sendiri, terasa sakit! 

Penglihatannya tak salah. Di sekitar kepala suaminya berhamburan tanda cinta lope-lope. Sementara bayangan janda cantik bahenol teman suaminya semakin terlihat jelas. 

Anggraeni tidak kaget. Sudah lama dia tahu, suaminya terkesan pada temannya itu, bahkan sering menggoda dan memujanya. Dibela-belain tidur menjelang dini hari agar di waktu-waktu itu bisa berkirim pesan saling chating dan mengingatkan untuk bersama-sama qiyamul la'il meski di rumahnya sendiri-sendiri. Tapi itu sudah memberikan rasa nagih dan kebahagiaan tersendiri bagi Mukidi suaminya. Sementara Anggraeni lebih memilih tidur awal, dan baru bangun saat 1/3 malam tiba. 

Mukidi melambai-lambaikan tangannya di depan Anggraeni yang masih terpaku. 

"Hei... Kesurupan ya? " Mukidi mencubit pipi istrinya. 

"Anggraeni tersentak! " Lope-lope di sekitar kepala suaminya tiba-tiba lenyap, berubah bayangan dirinya yang nyengir konyol. 

"Hemmm... " 

Anggraeni kini tahu, ternyata selama ini suaminya hanya menganggap dirinya seperti badut konyol yang menghibur. Anggraeni terdiam. 

Tapi sikap cuek kembali menguasainya. Buat apa pusing-pusing memikirkan kelakuan suaminya. Toh bagaimanapun dia tetap suaminya, dan begitu akan selalu menjadi suaminya. Biar saja dia menggoda dan merayu banyak wanita, toh tidak ada gunanya.

 Biar saja perempuan-perempuan itu tergoda. Salah sendiri mau digoda dan digombalin. Yang penting Mukidi tetap jadi suaminya. Dia tidak menuntut kesetiaan dari Mukidi yang hobi menggoda semua perempuan yang gampang digombalin. Hatinya sudah mengendap  tak tertarik mengumbar nafsu dunia berlebihan. Hidup sekedar nglakoni. 

Meski terkadang risih, seperti tidak dihargai oleh Mukidi. Seolah jadi istri tidak becus mengurus suami,  sehingga suaminya mengumbar rayuan pada perempuan-perempuan di medsos. 

 Anggraeni menyeringai sumir. Dia kembali dengan pikirannya yang merdeka. Tak ingin dijajah dengan keinginan-keinginan yang justru membelenggunya. Toh semuanya ada pertanggung jawabannya. Tuhan tidak bisa dibohongi. 

Cuma kadang justru para komentator yang membuatnya protes dan mengadu pada Mukidi suaminya. 

Karena ulah Mukidi justru dirinya yang disalahkan tak bisa menjaga dan menyenangkan suami.

 Kalau Mukidi lagi dekat dengan perempuan langsing, orang berbisik-bisik kalau Anggraeni tidak pintar merawat tubuh dan gembrot, sehingga suaminya iseng mempermainkan perempuan langsing yang mau digoda. 

 Kalau yang lagi dekat dengan Mukidi adalah perempuan keibuan, Orang-orang bilang Anggraeni kelaki-lakian, sehingga Mukidi iseng menggoda perempuan lembut keibuan yang gampang digoda. 

Kali ini Mukidi lagi iseng mendekati temannya yang sama-sama sudah hampir purna tugas. Tapi masih merasa ABG bersama Mukidi. Membuat Anggraeni merasa dirinya sedang terlibat cinta segitiga seperti Lady Diana, Pangeran Charles dan Camilla Parker. Memangnya Anggraeni yg jadi Lady Di? Hahaha... Mimpi! 

Sebenarnya Anggraini sudah mati rasa menghadapi ulah Mukidi. Awal-awal dulu, saat HP baru bisa SMS, juga sering berbalas puisi saling merayu dengan mantan muridnya yang sudah janda. 

Kinipun, mantan muridnya yang lain lagi, yang sudah menikah dirayunya pula lewat WA.

 Menyatakan perasaan nya kalau masih cinta dan ingin bertemu untuk memberikan kenangan yang tak terlupakan meski tidak berjodoh. Padahal Mukidi yang pernah mengajak nikah muridnya dahulu kala sudah ditolak mentah-mentah. 

Kini sudah beristri dan muridnya sudah bersuami, tetap saja ngotot pengin bermesraan dan telpon-telponan. Mungkin Mukidi tidak sadar kalau sudah menikah, dan tidak paham batas-batas pergaulan kalau itu dirinya. Kalau orang lain, pasti sudah dicaci maki tak karuan oleh Mukidi. 

Mantan murid-muridnya yang lain lagi terkadang ada yang berbunga-bunga juga kalau digombalin Mukidi, dibilang murid kesayanganlah, dulu mau dilamarlah, kenal dan berhubungan baik dengan orang tuanya, dulupun ada yang diapelin. Hahaha... Anggraini geli sendiri kalau Mukidi ngegombalin mantan murid-muridnya yang ganjen dan kege eran hanya karena dimodusin Mukidi. Padahal hampir semua dirayu seperti itu. 

Mukidi sungguh kurang kerjaan dan tidak menjaga marwahnya sebagai guru. Kalau diingatkan malah ngamuk. Orang tebar pesona kok dilarang. Mukidi... Mukidi. Suka-suka Elo lah cari hiburan gratis. 

Anggraini hanya mengelus dada. Mukidi betul-betul tak tahu malu.Mungkin Mukidi mempunyai kelainan dalam bergaul dan pecinta semua perempuan yang mau digoda. 

Atau karena Anggraini tak pernah mempan dirayu seperti perempuan-perempuan jablay di luar?

Kalau Mukidi merayu Anggraini, sejak dulu hanya tertawa, di samping lebay dan jauh dari kenyataan, Angraini hafal, kalau Mukidi mulai merayu, berarti ada udang dibalik tepung tempura.

 Angraini menikah bukan karena rayuan Mukidi, tapi karena bagi Anggraini, menikah adalah ibadah. Bukan karena cinta murahan dan bucin gombalan. Entahlah. Itu tak penting, dan tak perlu dibahas. 

Anggraini malu sendiri punya suami seperti Mukidi. Dan yang dikhawatirkan justru kalau suami para perempuan yang digoda dan dirayu suaminya tidak Terima dan melakukan hal-hal berbahaya. Itu yang membuat Anggraini tak nyaman. 

Mukidi baginya adalah anak yang harus diemong, diopeni. 

Amanah dari Allah untuk seorang istri mengasuh suaminya. Itu saja. 

@@@

Anggraeni menghampiri tukang sayur yang sudah dikerubuti emak-emak dan nyonya-nyonya yang sedang berburu sayuran untuk mempersiapkan menu hari ini bagi keluarganya masing-masing. 

Pagi ini segelas minuman hangat bersirup mawar telah disesapnya habis. Dan rasa itu menghampirinya. 

Anggraeni terpukau dengan pendengarannya yang riuh menangkap suara-suara ibu-ibu yang sedang berbelanja sayuran. 

Nyonya Vie : " Sebenarnya uangku sudah menipis. Tapi kalau cuma membeli tempe  nanti aku bisa dicibir".

Anggraeni tersentak sejenak. Nyonya Vie yang kalau berbelanja seperti mau punya hajad itu ternyata bokek? Wow... Dunia ini penuh tipu daya. Tapi Anggraeni kembali cuek. " Apa urusanku? " Gumamnya dalam hati. 

Jeng Mirna : Beli apa ya? Aku harus nunggu ibu-ibu selesai berbelanja. Jadi tidak ketahuan kalau aku ngebon. Hutangku sudah banyak. Tapi tengsinkan kalau ketahuan aku yang cantik elegan ini tukang ngutang? "

Anggraeni melongo sejenak. Jeng Mirna yang kalau dandan menor tapi cantik itu ternyata hutangnya banyak? Ah... Dunia ini aneh. Tapi apa urusanku? " Anggraeni kembali bergumam dalam hati. 

Anggraeni tiba-tiba merasa pening. Bahkan suara-suara mengecam dirinya dari Bu Sul, Mbak Trya bahkan Bulik Jumi yang terang-terangan mengumpat nya membuat Anggraeni hampir gila. Untungnya kecuekannya dan hatinya yang telah merdeka dari keinginan membuatnya bisa mengabaikan suara-suara hati orang yang tiba-tiba bisa tertangkap inderanya. 

Terkadang orang-orang berpikir, bisa tahu banyak hal itu menyenangkan. Seperti Nabi Sulaiman yang tahu bahasa binatang.

 Padahal kalau manusia bisa paham bahasa binatang dan mengetahui apa yang seharusnya tidak diketahui, justru bisa menjadi gila. 

Seperti Raja Angling Darma yang memahami bahasa binatang justru mendapat penderitaan dan kesengsaraan karena kemampuan dan keistimewaan yang dimilikinya. 

Anggraeni kembali merenungkan kemampuan yang tak sengaja dimilikinya. 

Apakah ini karena sirup mawar itu? Atau bentol merah gigitan nyamuk yang lebih mirip gigitan vampir? 

Anggraeni terkesiap menemukan segepok uang di buku tabungannya. Apakah selain kemampuan unik yang tiba-tiba dimilikinya dia juga mempunyai kemampuan seperti babi ngepet? Eh... 

Tentu saja tidak. Sejenak dia ingat, ini memang uang tabungannya sendiri yang belum diambilnya. Sengaja disimpan, tapi kelupaan. Maklum lebaran kali ini uang mengalir begitu deras.

 Dari tabungan  sisa gaji bulanan yang ternyata cukup banyak, tabungan di kantor suaminya, gaji yang belum sempat dipakai, THR, dan acara lebaran yang begitu padat membuatnya tak sempat menghitung uang. 

Rasanya seperti jadi orang kaya, pengin apa saja tinggal mengeluarkan uang dan membagi-bagikannya tanpa takut kurang. Lebaran selesai,disambut gajian lagi bulan Mei. Hohoho.... 

Anggraeni merasa, orang paling kaya itu adalah orang yang qana'ah ternyata benar. 

Diam-diam Anggraeni bertafakur. Memohon kepada Allah, jika apa yang terjadi padanya adalah kehendakNya, semoga membawa kebaikan dan keberkahan.

Anggraeni khusuk mendekatkan diri padaNya. Semoga diberikan kesabaran dan tawakal saat intuisi itu datang dan menyingkap topeng orang-orang di sekitarnya. 

"Sudah selesai lebaran kok baru nyekar Bu, " Penjual bunga itu berbasa-basi sambil menyerahkan sekeranjang besar kuntum-kuntum mawar yang terlihat lezat memikat di mata Anggraeni. 

"Iya, " Anggraeni menjawab singkat.

 Sudah terbayang dibenaknya, urap bunga mawar dan oseng-oseng bunga tujuh rupa sudah menggoda lidahnya. Tidak lupa dia harus membeli sirup mawar yang semakin sulit ditemukan...... 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun